Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Mengamati perilaku politik umat Islam yang terjadi dalam perkembangan akhir - akhir ini sangat menarik untuk dijadikan sebagai sebuah kajian dalam menentukan sikap dan persepsi dalam mengambil sebuah keputusan - keputusan yang bersifat strategis. Bahkan dalam beberapa variabel - variabel kajian yang dilakukan secara empiris, ternyata ada sebuah tesis yang mengatakan, bahwa sikap politik yang dimiliki oleh umat islam terhadap isu isu politik yang terjadi selama ini tidak linier dengan keputusan keputusan mereka dalam memutuskan berekonomi khususnya menjadikan ekonomi syariah dalam implementasi kehidupannya. Entah mengapa secara sosial politik ini berbeda di kajian tersebut, sehingga hal ini menjadikan sebuah diskursus yang menarik bagi masa depan pembangunan politik dan ekonomi dalam perspektif keuangan syariah.
Secara garis politik kita terlewati adanya isu politik besar, yaitu politik 212 dan pembakaran bendera Tauhid menjadikan. Dua isu tersebut diyakini memberikan dampak terhadap mobilisasi viral masa Islam Indonesia di berbagai daerah yang sangat luar biasa. Betapa tidak? Dengan tak kenal batasan demografi usia, mereka teobiliasi untuk bergerak dari berbagai penjuru untuk mendukung aksi - aksi protes sebagai bagian reaktiftifitas. Orang berharap mobilisasi tersebut berdampak pada sektor lainnya.
Bahkan, momentum mobillisasi massa tersebut diharapkan mampu menciptakan market driver terhadap kesadaran dan kebangkitan umat terhadap ekonomi syariah. Karena orientasi isu politik yang dikembangkan adalah Islam yang kaffah (secara keseluruhan). Tapi ternyata dari isu momentum politik itu hanya berakhir pada konsesi dan negoisasi komuniikasi politik saja. Tak ada agenda visi ekonomi politik yang jelas yang dijadikan program dalam rangka pembangunan ekonomi umat.
Seadainya itu ada, hanya koperasi 212 dan 212 mart, yang itu pun belum mampu menjadikan isu besar dalam sebuah membangun ekonomi keumatan berskala besar. Sementara data tentang pengembangan ekonomi syariah terakhir saat ini masih jalan ditempat. Pemerintah sendiri mengungkapkan aset perbankan syariah saja secara nasional masih 5 persen dan sangat kecil dbandingkan dengan Malaysia yang sudah 20 persen. Dari kaca mata ini, memberikan kesimpulan sementara bahwa isu tentang politik Islam yang dikembangkan di tanah air tidak linier dengan isu ekonomi Islam.
Pada hal jika dikaji dalam Ilmu politik, dimana orientasi dari politik adalah kekuasaan, sebenarnya bisa dilakukan dengan pendekatan pembangunan ekonomi. Suksesnya ekonomi syariah di negeri ini akan berkorelasi terhadap tingkat kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dengan demikian berbicara politik Islam akan lebih mudah apabila keadilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat terpenuhi? Lantas mengapa para politisi di tanah air tidak mengambil sikap yang demikian? Mengapa mereka lebih memilih "berpolitik ria" sementara basis ekonomi umat diabaikan.
Dari diskursus ini, sedikit bisa dijadikan sebuah hipotesis, bahwa yang menghambar laju pengembangan ekonomi syariiah itu bukan karena sinergisitas sektor riil syariah dan keuangan syariah yang tidak terhubung. Tapi keengganan para politisi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan ekonomi syariah, sehingga kekuasaan politik yang diselenggarakan semua ini hanya sekedar "hangat - hangat tahi ayam" dalam mengembangkan ekonomi syariah.
Selain itu ajaran agama dalam kitab suci Al Quran yang melarang bertransaksi riba dan mengajak berhijrah pada halalan thoyiban masih minim dan belum bisa dijadikan kesadaran secara komunal bagi umat Islam Indonesia.
Sekali lagi isu politik Islam di Indonesia hanya sekedar menghasilkan sebuah sentimen, persepsi publik umat Islam yang sengaja di rekayasa oleh para aktor politik dalam meraih kekuasaan. Sementara rekayasa politik ekonomi, sebagai tujuan dalam pembangunan dan kesejahteraan keadilan minim di produksi karena membutuhkan sosialisasi dan literasi secara masif secara ongkos politik.
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…