CPO Prioritas Dalam Negosiasi Perjanjian Perdagangan

NERACA

Jakarta – Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita memprioritaskan minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya dalam negosiasi perjanjian perdagangan Indonesia dengan negara lain, termasuk dalam pembahasan Indonesia European Free Trade Association (EFTA) Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA).

"Dalam setiap perjanjian perdagangan kami prioritaskan CPO," katanya di hadapan para peserta 14th Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) & 2019 Price Outlook, di Nusa Dua, Bali, disalin dari Antara.

Pada konferensi internasional yang dihadiri kalangan pelaku bisnis, akademisi, pengamat, petani itu, Mendag mengatakan industri minyak sawit memainkan peranan penting dalam perekonomian Indonesia, termasuk penyediaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. "Dari hulu ke hilir, minyak sawit memberi kontribusi 13,7 persen dari total ekspor Indonesia sebesar 168,8 miliar dolar AS pada 2017," katanya.

Oleh karena itulah Mendag mengaku isu ekspor mengusung CPO pada perjanjian dagang yang akan ditandatangani. "Pada IEFTA dengan Swiss, salah satu prioritasnya minyak sawit, sampai dapat angka baru kami ambil kesepakatan," ujarnya.

Namun Mendag enggan menyebut angka target ekspor CPO dan turunannya yang diharapkan Indonesia pada perjanjian dagang yang ditargetkan selesai dan ditandatangani pada November 2018.

IEFTA-CEPA merupakan perjanjian perdagangan Indonesia dengan empat negara Eropa Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss, yang masih terus dibahas saat ini dan merupakan salah satu perjanjian yang ingin diakselerasi penandatangannya.

Kendati CPO menjadi prioritas, Mendag mengingatkan agar produsen minyak sawit nasional tetap memperhatikan tuntutan konsumen dunia pada produk yang lebih sehat, aman, dan ramah lingkungan. "Kita harus membuktikan minyak sawit dapat memberi kontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB," katanya.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan minyak kelapa sawit merupakan industri yang strategis tidak hanya dalam mencapai tujuan pembangunan di Indonesia tapi juga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang digagas PBB.

"Kelapa sawit itu benar-benar buat Indonesia, tanaman yang paling strategis. Ekspornya nomor satu, petaninya 17 juta dan tanpa kita sadari, setelah pemberlakuan pungutan (ekspor) BPDP KS(Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) ternyata lahir makin banyak industri hilirnya," ujarnya pada konferensi international 14th Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) & 2019 Outlook di Nusa Dua, Bali, pekan lalu. Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah mengarahkan pengembangan industri minyak sawit sesuai dengan prinsip keberlanjutan, dengan mengeluarkan sejumlah aturan untuk memenuhi prinsip tersebut di samping untuk memperkuat daya saing komoditas itu.

Ia menyebutkan dua arah kebijakan pemerintah itu terkait mengendalikan pasokan dan permintaan, seperti mandatori ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan pungutan ekspor, serta penggunaan wajib biodiesel 20 (B20). "Kewajiban kami untuk mengelola sektor (minyak kelapa sawit) ini dengan hati-hati dan bertanggung jawab untuk generasi mendatang," ujar Darmin.  leh karena itu, ia mengakui pemerintah agak hati-hati untuk memenuhi permintaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) terkait penurunan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. "Kami harus kaji itu (penurunan pungutan ekspor) secara mendalam," kata Darmin.

Ia mengingatkan bahwa sebagai produsen CPO dan eksportir terbesar bisa menjadi price centre atau penentu harga khususnya minyak sawit. "Apapun yang kita kerjakan, bergerak dunia (harga minyak nabati) ini," kata Darmin. Pada pemaparannya, Darmin mengungkapkan produksi CPO memberi kontribusi GDP sebesar 2,46 persen. Tahun 2017, kata dia, CPO dan turunannya menyumbang ekspor nonmigas terbesar mencapai Rp307 triliun naik 25,73 persen dibanding 2016, dengan tujuan ekspor terbesar adalah China (Rp69,52 triliun), Uni Eropa (Rp51,57 triliun) dan India (Rp37,12 triliun).

Pada kesempatan tersebut Kepala Bappenas/PPN Bambang Brodjonegoro juga mengungkapkan tentang pentingnya industri CPO dan produk turunannya untuk membantu Indonesia mencapai SDGs 2020. Oleh karena itu ia mengharapkan suatu saat ada produk minyak sawit Indonesia di pasar Eropa yang dijajakan dengan label "sustainable product", karena telah menerapkan prinsip industri berkelanjutan.

Sementara itu Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan serangan dan kampanye negatif Barat yang tiada habisnya terhadap CPO yang dikaitkan dengan isu lingkungan dan kesehatan itulah yang mendorong tema IPOC 2018.

BERITA TERKAIT

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…