Pejabat Depok Digugat Lapor Pengembang ke Ombudsman - Kebijakan Moratorium Perizinan Cacat Hukum

Pejabat Depok Digugat Lapor Pengembang ke Ombudsman

Kebijakan Moratorium Perizinan Cacat Hukum

NERACA

Depok - ‎Pengembang yang Kota Depok akan gugat lapor Pejabat Pemerintah Kota Depok yang terkait dengan adanya moratoriun Perizinan. Hal ini terkait adanya putusan Mahkamah Agung (MA) tentang pembatalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Kota Depok.

Moratoriumnya tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sehingga, kebijakannya cacat hukum merugikan kegiatan usaha pengembang yang resmi berbadan hukum. Demikian dijelaskan Pengamat Hukum, Rivalino Alberti Rugeberg SH yang juga Pengurus Real Estate Indonesia Jawa Barat dan Kota Depok ini kepada NERACA, akhir pekan kemarin.

Menurutnya, tidak ada satu pun‎ dalam amar putusan MA yang mengharuskan membatalkan sementara atau moratorium terkait dengan masalah perijinan bagi perorangan maupun perusahaan pengembang yang sah dan resmi terdaftar di REI dan berbadan hukum yang sah secara hukum.

"Kebijakan moratorium justru hanya menguntungkan adanya usaha perorangan membangun Rumah Tumbuh yang dibangun sebagai Rumah Tinggal bukan dari perusahaan properti yang sah dami terdaftar di REI juga berbadan hukum sah," ujar Rivalino kepada NERACA yang juga Pengurus APERSI Kota Depok.

Akibatnya, lanjutnya, upayanya melaporkan ke Ombudsman untuk mengingatkan dinas terkait masalah perizinan dan juga Walikota Depok.‎"Seharusnya kalau tidak berlaku lagi Perda yang ada karena adanya putusan MA, maka Pemkot Depok harus menggunakan ketentuan perundangan lain yang ada diatasnya," tuturnya mengingatkan.

Dikatakan, adanya moratorium yang tidak ada solusi kepastian bagi pengembang, berarti para pimpinan pejabat Pemkot Depok "membiarkan" adanya bertumbuh rumah tinggal yang dibangun oleh pribadi tanpa‎ ada perizinan alias pengembang tidak berbadan hukum yang sah dan terdaftar di REI yang diwajibkan perundangan.

Ditegaskan Rivalino, pejabat terkait dalam perizinan di dinas bahkan Walikota Depok bisa dikenakan sanksi‎ dari ombudsman RI. Hal ini, jika proses moratorium perijinan tidak dengan segera dibuatkan solusi sebelum adanya perda baru yang mengatur RTRW dan perda perizinan lainnya.

"Sanksi adanya mall administrasi, bisa dengan rekomendasi pemberhentian jabatan terhadap pejabat ASN hingga Walikotanya. Juga bisa jadi bahan bukti permulaan untuk dipidanakan, karena adanya dugaan gratifikasi atau pungutan liar. Jadi, jangan sampai hal ini terjadi dengan membiarkan adanya 'pembiaran' bertumbuhnya rumah tinggal maupun rumah tempat usaha tanpa proses perizinan yang sah sesuai ketentuan perundangan," katanya kepada NERACA. Dasmir

 

 

BERITA TERKAIT

Pelindo Fasilitasi 3 UMK Unggulan Ikut Pameran di Luar Negeri

NERACA Jakarta - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo berpartisipasi di ajang pameran International Food and Hotel Asia (FHA) Food…

MenKopUKM: 57th APEC SMEWG Jadi Forum Strategis Tuntaskan Tantangan UMKM

NERACA Bali – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyatakan forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group…

Dishub Kota Sukabumi Tangani Puluhan Kerusakan PJU

NERACA Sukabumi - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Sukabumi menerima laporan kerusakan Penerangan Jalan Umum (PJU) sebanyak 49 aduan yang tersebar…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

Pelindo Fasilitasi 3 UMK Unggulan Ikut Pameran di Luar Negeri

NERACA Jakarta - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo berpartisipasi di ajang pameran International Food and Hotel Asia (FHA) Food…

MenKopUKM: 57th APEC SMEWG Jadi Forum Strategis Tuntaskan Tantangan UMKM

NERACA Bali – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyatakan forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group…

Dishub Kota Sukabumi Tangani Puluhan Kerusakan PJU

NERACA Sukabumi - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Sukabumi menerima laporan kerusakan Penerangan Jalan Umum (PJU) sebanyak 49 aduan yang tersebar…