TRIPS-Plus CEPA Indonesia-EFTA Jadi Ancaman?

NERACA

Jakarta – Perundingan perjanjian CEPA (comprehensive economic partnership agreement) antara Pemerintah Indonesia dengan negara-negara EFTA (European Free Trade Association) yang terdiri dari Swiss, Norwegia, Eslandia dan Liechtenstein) di Bali, 29 Oktober – 2 November 2018, yang mungkin menjadi perundingan terakhir.

“Kami sangat prihatin jika dalam perjanjian ini memasukkan pasal-pasal untuk akan memperpanjang dan memperluas monopoli perusahaan farmasi lebih dari daripada yang dipersyaratkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),” kata Sindi Putri dari Indonesia AIDS Coalition, sebagaimana disalin dari siaran resmi.

“Proposal untuk memperkuat dan memperluas monopoli sering disebut sebagai TRIPS-plus, ini mengacu pada salah satu perjanjian dalam WTO yaitu perjanjian Hak Kekayaan Intelektual terkait perdagangan. Proposal TRIPS plus dalam WTO pada  meliputi: data dan/atau eksklusivitas pasar pada produk farmasi, bahkan ketika mereka tidak dipatenkan dan hubungan paten (patent linkage) yaitu praktik menghubungkan persetujuan pemasaran untuk produk generik dengan status paten produk pencetusnya,” jelas Sindi.

Lebih jauh Sindi mengatakan bahwa persaingan generik yang kuat adalah kunci untuk meningkatkan akses ke obat-obatan yang terjangkau di Indonesia. Misalnya, karena persaingan, harga HIV/AIDS turun dari US$15.000 per orang per tahun menjadi $167 per orang per tahun. Jika ada TRIPS plus ketentuan dimasukkan dalam CEPA, persaingan generik akan terhambat sehingga akses ke obat-obatan yang terjangkau di Indonesia akan terancam. Ditambah lagi kondisi seperti Indonesia dimana retension dan adherence pengobatan HIV tidak terlalu baik. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka ODHA yang  hilang dalam pengobatan (lost to follow up), sehingga kita memerlukan obat-obatan ARV jenis regimen terbaru dan umumnya obat-obatan ini masih dilindungi paten. Obat-obatan ARV regimen yang lebih baru ini biasanya lebih ampuh dalam menekan virus HIV serta tidak mudah menjadi resisten pada ODHA.

Sindi juga mencontohkan, di banyak negara, penerapan langkah-langkah TRIPS-plus telah meningkatkan biaya obat-obatan secara signifikan. Sebagai contoh, di Yordania, eksklusivitas data menunda pengenalan alternatif generik yang lebih murah dari 79% obat-obatan antara 2002 dan 2006 dan akhirnya harga obat yang lebih tinggi mengancam keberlanjutan keuangan program kesehatan masyarakat pemerintah.[1] Harga obat di Yordania juga 800% lebih tinggi daripada di Mesir karena pengenalan eksklusivitas data. Di Kolombia, sebagai hasil dari eksklusivitas data, biaya untuk sistem kesehatan masyarakat meningkat sebesar US $ 396 juta antara 2003 dan 2011.[2] “Karena itu, jika proposal TRIPS Plus diterapkan, ini bisa menjadi penghambat program JKN/Jaminan Kesehatan Nasional, “kata Sindi.

Sementara itu, Rachmi Hertanti, menyebutkan bahwa pengkaitan paten dan registrasi obat untuk pemasaran atau patent linkage adalah konsep yang kontroversial karena otoritas pengatur obat tidak memiliki mandat, kapasitas atau keahlian untuk beroperasi sebagai 'polisi paten'. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip dasar kekayaan intelektual yang diakui dalam Pembukaan Perjanjian WTO-TRIPS, bahwa 'hak kekayaan intelektual adalah hak pribadi'. Oleh karena itu adalah tanggung jawab pemegang hak untuk menegakkan hak pribadinya sendiri. Karena alasan inilah otoritas pengaturan obat dari banyak negara seperti di Filipina dan di Uni Eropa tidak mengakui patent linkage atau kaitan paten.

Rachmi mengutip Pelapor Khusus PBB untuk Hak Kesehatan telah merekomendasikan bahwa 'Negara-negara maju tidak boleh mendorong negara berkembang dan LDC untuk masuk ke dalam TRIPS-plus FTA' dan 'Negara berkembang dan LDC tidak boleh memperkenalkan standar TRIPS-plus dalam hukum nasional mereka.'

Rachmi mengingatkan Negara-negara EFTA dan Indonesia telah meratifikasi perjanjian hak asasi manusia yang mencakup hak atas kesehatan yang akan dilanggar dengan dimasukkannya proposal TRIPS-plus di CEPA. Rachmi juga menyesalkan perundingan yang selama ini berjalan selalu tertutup, dan ekslusif.

BERITA TERKAIT

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…