ICW: Koruptor di Indonesia Diistimewakan

NERACA

Semarang - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai koruptor di Indonesia masih diistimewakan jika dilihat dari rata-rata lama hukuman yang harus dijalani para pelaku tindak pidana tersebut. 

"Beruntung sekali koruptor di Indonesia. Rata-rata hukuman masih sangat ringan, efek jeranya tidak kelihatan," kata Emerson saat menjadi pembicara dalam Seminar "Rekonseptualisasi Pemidanaan Penjara Bagi Napi Tipikor di Indonesia" yang digelar Unwahas Semarang, Kamis (1/11).

Menurut dia, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan kepada koruptor hanya 2 tahun dan 2 bulan."Dikurangi remisi dan pembebasan bersyarat, lamanya masa hukuman lebih pendek dibanding pelaku tindak pidana umum," ujarnya seperti dikutip Antara.

Terlebih lagi, lanjut dia, para koruptor ini juga diduga dalam posisi nyaman saat di dalam penjara karena memperoleh fasilitas khusus. Sepanjang memperoleh fasilitas khusus, kata dia, maka efek jera yang diharapkan akan hilang.

Salah satu catatan lain dari pemidanaan koruptor, menurut dia, penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik yang hanya terjadi pada kasus yang ditangani KPK saja."Dalam kasus yang ditangani kejaksaan belum pernah ada pengenaan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik," kata Koordinator Penggalangan Dana Publik ICW itu.

Berbagai "keistimewaan" itu, lanjut dia, ditambah dengan kemudahan mantan koruptor menduduki jabatan publik setelah selesai menjalani hukuman. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Mahkamah Agung membuat edaran yang ditujukan bagi seluruh hakim pengadilan tipikor agar menjatuhkan hukuman maksimal terhadap perkara yang ditangani."Hakim selama ini berdiri di balik alasan independensi," kata dia. Oleh katena itu, ia menilai harus ada instruksi dari atas agar para pelaku korupsi ini dibuat jera.

ICW mencatat, sepanjang 2017 lalu, terdapat 576 kasus korupsi yang ditangani dengan kerugian negara mencapai Rp6,5 triliun dan suap Rp211 miliar. Jumlah tersangka mencapai 1.298 orang.

Dibanding dengan tahun 2016, penanganan kasus korupsi tahun 2017 mengalami peningkatan signifikan terutama dalam aspek kerugian negara. Pada tahun 2016, kerugian negara dalam 482 kasus korupsi mencapai Rp1,5 triliun dan naik menjadi Rp6,5 triliun pada tahun 2017 ini.

Hal ini disebabkan karena adanya kasus dengan kerugian negara yang besar yang ditangani oleh KPK (Kasus KTP elektronik), Kepolisian (Kasus TPPI) dan Kejaksaan.

Berdasarkan sektor, anggaran desa merupakan sektor paling banyak korupsi dengan total 98 kasus dengan kerugian negara Rp39,3 miliar. Selanjutnya, sektor pemerintahan dan pendidikan menempati sektor kedua dan ketiga terbanyak dengan jumlah kasus dan kerugian negara berturut-turut adalah sebesar 55 dan 53 kasus serta kerugian negara Rp255 miliar dan Rp81,8 miliar.

Lembaga terbanyak tempat terjadi korupsi adalah pemerintah kabupaten dengan kasus sebanyak 222 dengan kerugian negara Rp1,17 triliun. Sedangkan tempat kedua adalah pemerintah desa sebanyak 106 kasus dengan kerugian negara Rp33,6 miliar, serta tempat ketiga adalah pemerintah kota dengan jumlah kasus 45 dengan kerugian negara Rp159 miliar.

ICW juga mencatat, sepanjang 2017, terdapat 30 orang kepala daerah yang terdiri dari 1 gubernur, 24 bupati/wakil bupati dan lima wali kota/wakil wali kota telah menjadi tersangka kasus korupsi. Korupsi kepala daerah ini terutama terkait dengan penyalahgunaan APBD, perizinan, infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, promosi dan mutasi pejabat daerah, pengelolaan aset daerah dan lainnya. Dari semua kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah tersebut 11 kasus ditangani oleh KPK, 9 kasus oleh Kejaksaan dan 8 kasus oleh Kepolisian.

Modus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah beragam, paling banyak adalah suap menyuap. Ada sekitar 11 kasus korupsi yang bermodus suap menyuap. Selain itu ditemukan juga modus penyalahgunaan anggaran sekitar 9 kasus.

Selain itu, ICW juga mendesak kepala daerah yang akan mencalonkan kembali perlu untuk menekan biaya kampanye agar meminimalisir konflik kepentingan dengan menerima uang dari beberapa pihak yang memiliki kepentingan. mohar

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…