Mengadili Penyalahgunaan Wewenang Pajak

 

Oleh: Umbaran Atmojo, Praktisi Perpajakan

Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum, perlindungan bagi warganya yang merasa hak dan kepentingannya telah dirugikan akibat dari tindakan pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Salah satu sarana perlindungan hukum bagi warga negara tersebut adalah keberadaan lembaga peradilan.

Keberadaan lembaga peradilan di Indonesia tidak terlepas dari pasal 24 UUD 1945, di mana disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Lingkungan peradilan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 25 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berkaitan dengan kewenangan mengadili. Dari lingkungan peradilan yang disebutkan dalam UUD 1945 tersebut, badan peradilan manakah yang berwenang untuk mengadili persengketaan mengenai pajak?

Dalam peraturan perundang-undangan, definisi mengenai sengketa pajak hanya terdapat dalam UU Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak, berdasarkan pasal 27 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman dan penjelasannya, adalah pengadilan khusus yang berada di bawah lingkungan peradilan tata usaha negara. Pasal 9A ayat (1) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ke Dua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa di lingkungan peradilan tata usaha negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang. Penjelasan pasal tersebut menerangkan bahwa pengadilan khusus merupakan diferensiasi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara, misalnya pengadilan pajak. Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Di dalam konsiderannya, Undang-undang Pengadilan Pajak dibentuk untuk menyelesaikan sengketa pajak secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Pasal 2 Undang-undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Kemudian, pasal 31 menyebutkan bahwa Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Jadi, Pengadilan Pajak, yang merupakan pengadilan khusus di bawah lingkungan peradilan tata usaha negara, adalah pengadilan yang memiliki kompetensi absolut untuk mengadili pokok masalah sengketa di bidang perpajakan.

Pengertian sengketa pajak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1angka 5 Undang-Undang Pengadilan Pajak, apabila dijabarkan dalam bentuk unsur-unsur adalah sebagai berikut:

  • sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan
  • antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang
  • sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
  • yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.

Berkaitan dengan upaya hukum Banding dalam pengertian sengketa pajak sebagaimana tersebut di atas, pasal 31 Undang-undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut menyebutkan bahwa Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain surat keputusan keberatan; atau penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

Dengan demikian, pada dasarnya semua tindakan Direktur Jenderal Pajak yang menerbitkan Keputusan/Ketetapan Pajak dapat diajukan upaya hukum ke Pengadilan Pajak. Bagaimanakah apabila keputusan/ketetapan yang terbit berasal dari penyalahgunaan wewenang?

Berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah memberikan kompetensi absolut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadili penyalahgunaan wewenang. Sebelum berlakunya Undang-undang ini, wewenang untuk mengadili penyalahgunaan wewenang merupakan milik pengadilan di lingkup peradilan umum. Pasal 21 Undang-undang Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa yang bewenang untuk menyatakan suatu keputusan dan/atau tindakan pejabat tata usaha negara terdapat penyalahgunaan wewenang atau tidak adalah peradilan tata usaha negara.

Pengadilan Pajak adalah pengadilan khusus yang berada di bawah lingkungan peradilan tata usaha negara. Hakim-hakimnya memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu yaitu perpajakan. Dengan kekhususan pengetahuan dan pengalamannya, hakim Pengadilan Pajak memiliki kompetensi lebih dalam mengadili persengketaan yang berkaitan dengan pajak.

Penyalahgunaan prosedur dalam menerbitkan surat ketetapan juga merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang. Secara limitatif, undang-undang telah membatasi bahwa surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan yang penerbitkannya tidak sesuai prosedur hanya dapat diajukan gugatan ke badan peradilan pajak. Oleh karena itu, sudah pada tempatnya apabila penyalahgunaan wewenang di bidang perpajakan diadili di Pengadilan Pajak.

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…