Negara Tidak Punya GBHN Sebagai Alat Kontrol

Oleh: Syarief Arifa’id, SIP., Direktur Lembaga Strategi Nasional

Pada prinsipnya kebijakan pemerintah dengan dana transfer atau yang juga dikenal sebagai dana perimbangan, mengacu pada pendelegasian kewenangan antara pusat dan daerah. UU Pemda berbicara tentang pembagian urusan dimana dikenal urusan absolut sebagai kewenangan mutlak pemerintah pusat, meliputi urusan pertahanan keamanan, moneter, agama, peradilan, dan hubungan luar negeri. Sedangkan urusan konkuren merupakan urusan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Urusan ini dibagi menjadi urusan wajib, wajib bukan pilihan, dan urusan pilihan. Secara bersamaan, pendelegasian urusan konkuren ini diikuti dengan alokasi anggaran dari pemerintah pusat.

Pada posisi kedua, ketika melihat dana desa misalnya. Menilik pada UU Desa, ada pengakuan yang bukan hanya aspek politik untuk pengakuan kewenangan, tetapi negara juga memberikan dana desa. Prinsip pendelegasian kewenangan itu tidak serta merta dilihat dalam sisi politik. Tata kelola pemeritahan dalam relasi pusat dan daerah masih bersifat desentralisasi, dan tidak dalam bentuk federasi.

Ketika dana perimbangan diserahkan kepada daerah dan disertai dengan proses pengaturan, di satu sisi dapat dimaklumi. Sebab alasan pertama; kita tidak memiliki GBHN sebagai alat kontrol, tetapi hanya memiliki dokumen RPJMN dan RPJP, yang tentunya pendekatannya sangat politis.

Kedua, mengacu pada UU  Nomor 25 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional maka akan menjadi autokritik terhadap perdebatan-perdebatan selama ini. Sebab dalam undang-undang ini jelas meman datkan bahwa perencanaan pembangunan bersifat bottom up, dimana secara teknokrasi proses musrembang diusulkan ke kecamatan, kabupaten, propinsi, dan ke pusat.

Secara teknokrasi pula, penggunaan anggaran itu harus memiliki kebijakan prioritas, yang dalam bahasa Bappenas sebagai program strategis nasional dan program strategis daerah hingga desa. Karena kita tidak memiliki GBHN, kita hanya berpedoman pada RPJMN. Dengan sistem presidensial hari ini, tentu saja insting politik dan kekuasaan menjadi dasar narasi dari sebuah logika kebijakan.

Sedangkan berkaitan dengan kebijakan dana kelurahan. Apabila ditinjau dari dimensi politik, kebijakan ini sangat politis. Tetapi berdasarkan literasi politik maupun kebijakan politik, yang namanya kebijakan populis yang dibuat oleh seorang pemimpin tidak dalam perdebatan persoalan benar dan salahnya, tetapi lebih ke lazim dan tidaknya. Saya kira secara momentum, Jokowi menggunakan itu sebagai momentum politik untuk mengeluarkan kebijakan tersebut. Namun masih sangat relatif untuk mementukan benar dan tidaknya. Tetapi sebagai sebuah kebijakan populis, kebijakan itu diambil berdasarkan berbagai pertimbangan yang tentu saja  memiliki efek politik dalam rangka mempengaruhi legitimasi terhadap beliau.

Di sisi lain, kita memiliki UU Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah dan pusat. Hal substansi yang diatur dalam undang-undang ini adalah bagaimana alur resource diatur antara daerah kaya dan daerah miskin yang terkonsolidasikan oleh pemerintah pusat. Pertanyaannya ketika pemerintah pusat mengendalikan kewenangan pemerintah daerah hari ini, apakah membunuh kreativitas daerah?

Menurut saya, ada dua hal yang bisa dijelaskkan. Legal standing relasi pemerintah pusat dan daerah dalam konteks dana perimbangan bisa diterjemahkan sebagai (1) pusat memegang kendali bagaimana membangun tata kelolah perencanaan dan pembangunan. (2) legal standing bottom up sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional tadi, sebenarnya ingin mendorong seberapa besar inisiatif dan kreatifitas lokal pemerintahan daerah, termasuk desa dan kelurahan, dalam rangka merancang kebijakan-kebijakan yang popoulis. Karena dalam prinsip penganggaran, cara untuk memperbesar ruang fiskal di daerah adalah kemampuan daerah menyusun proram-program strategis. Maka secara bersamaan dana transfer ke daerah-daerah akan berbeda dan memiliki variasi besarannya, yang tergantung pada bagaimana rancangan program strategis di masing-masing daerah.

Secara spesifik tentang dana kelurahan, saya merasa agak rancu memaknai usulan asosiasi Wali Kota itu; mengapa desa ada, dan kelurahan tidak ada. Padahal jelas dalam UU Pemda, kelurahan masuk dalam susunan SKPD, sehingga tidak dalam kewenangan untuk menyusun program. Program yang dimiliki oleh kelurahan adalah program yang dirancang oleh SKPD, yaitu camat. Apabila dana kelurahan ini dicetuskan, maka yang paling penting adalah melakukan revisi UU Pemda, atau membuat nomenklatur tersendiri bahwa kelurahan masuk dalam SKPD otonom (bukan bawahan kecamatan). Ini yang menurut saya agak rancu dalam narasi kebijakan yang dikeluarkan. Saya membayangkan bagaimana kemampuan seorang lurah menyusun Renja kelurahan dan mengambil kebijakan politik untuk pembangunannya. Padahal, dia merupakan bawahan, perpanjangan tangan, dan pembantu bupati.

Menjawab pertanyaan bahwa dengan uang pemerintah akan mengaturnya lebih banyak, berdasarkan pengalaman LSN di lapangan dapat dipahami bahwa dalam masa transisi secara teknokrat, ketika dana digelontorkan ke daerah harus disertai dengan juklak dan juknis. ini merupakan standar prosedur. Tetapi kemudian lama kelamaan sama halnya dengan Pemda, pada saat awal proses transfer dana ke daerah disertai juga dengan skema anggaran yang sifatnya penyelarasan antara program nasional dan program daerah. Tujuannya agar negara dapat mengukur efektivitas penggunaan anggaran tepat anggaran atau tidak. Sehingga jika diistilahkan sebagai silent sentralism, dalam satu sisi soal narasi kebijakannya dapat dibenarkan. Tetapi pada aspek lain kontrol dan pengendalian negara dalam penggunaan anggaran, hal ini dapat dimungkinkan. (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…