AKIBAT PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI AS - Waspadai "Capital Outflow" dari Indonesia

Jakarta-Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dapat mencapai kisaran 3,5%-4,0% pada akhir tahun ini berpotensi menimbulkan capital outflow dari negara berkembang.  Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui Indonesia sulit mencapai pertumbuhan ekonomi 7% di tengah kondisi global belakangan ini.

NERACA

Prediksi Shinta tersebut berdasarkan data Federal Reserve of Atlanta yang sejak sejak kuartal III-2018 telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan mencapai 4% pada akhir 2018. Proyeksi ini didorong beberapa faktor: penurunan pajak pendapatan perusahaan di AS, kebijakan perang dagang dengan China yang tidak disertai dengan pembukaan pasar impor AS yang lebih luas, serta bantuan pemerintah AS untuk sektor industri tertentu yang terkena dampak negatif perang dagang, khususnya sektor pertanian yang perdagangannya diblok oleh China.

"Karena faktor-faktor tersebut, tentu saja growth di AS menjadi tinggi lebih dari biasanya. Dan karena growth di AS yang tinggi, global capital investor jadi sangat tertarik untuk berinvestasi di AS. Karena itu saat ini kita melihat banyak capital outflow dari negara berkembang ke negara maju, khususnya AS," ujarnya seperti dikutip CNBCIndonesia.com, Sabtu (27/10).

Shinta menuturkan, perlu diingat bahwa negara maju saat ini juga cenderung melakukan peningkatan iklim dan promosi investasi untuk meminimalisir efek capital outflow dari negaranya. “Hal ini harus menjadi concern negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujarnya.

Tingginya growth di AS menunjukkan bahwa saat ini Indonesia dan negara berkembang lainnya tidak hanya berkompetisi dengan sesama negara berkembang untuk menarik investasi global, tetapi juga bersaing dengan negara-negara maju seperti AS.

Shinta mencontohlkan, bila seorang investor memiliki dana US$ 1 miliar dan dia dapat menanamkan modalnya di mana saja di dunia dengan asumsi bahwa return of investment dalam satu tahun akan sama dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Tentunya, investor itu akan memilih berinvestasi di AS ketimbang di negara berkembang, meski pertumbuhannya sedikit lebih tinggi, misalnya 5% seperti proyeksi Indonesia. Hal ini disebabkan adanya biaya akibat konversi mata uang dan rupiah sedang melemah terhadap dolar AS.

"Oleh karena itu, walaupun growth kita secara angka lebih tinggi dari AS, pada kenyataannya competitiveness return kita lebih rendah dari AS. Inilah kondisi yang memicu capital outflow dan krisis di negara-negara berkembang saat ini," ujar Shinta yang juga CEO Sintesa Group.

Dia mengingatkan Indonesia perlu lebih meningkatkan iklim investasi dan bisnis di dalam negeri untuk menahan arus capital outflow.  "Di sisi investasi, kita tidak dapat memaksa investor untuk stay di Indonesia bila kondisinya Indonesia tidak profitable. Karena itu, perbaikan iklim usaha dari segi regulasi DNI dan regulasi seputar kepastian berusaha sangat urgent untuk ditingkatkan," tegas dia.

Menurut dia, selama ini rekam jejak Indonesia di mata investor masih kurang baik karena kendala regulatory environment yang masih suka berubah-ubah. Ini membuat investor sangat kalkulatif untuk berinvestasi di Indonesia meski investment grade RI sudah meningkat.

Di samping itu, pemerintah juga perlu meningkatkan produktivitas industri dalam negeri, terutama untuk subtitusi impor dan untuk memperlancar ekspor. Ini dilakukan bukan dengan pengetatan impor tetapi lebih dengan cara meng-empower perusahaan-perusahaan lokal yang tidak lagi kompetitif karena berbagai hal, seperti teknologi produksi yang sudah out of date, kendala regulasi yang sering tumpang tindih dan membebani kelancaran berusaha, kendala regulasi untuk memperlancar ekspor dan lain-lain. "Semua hal ini sangat urgent untuk dilakukan agar ekonomi kita stabil dan tetap flourishing meskipun situasi global tidak berpihak pada kita," ujarnya.  

Mengingat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan ekonomi AS ini akan terus ada hingga akhir pemerintahan Trump, perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kondisi ekonomi Indonesia saat ini menurut Shinta masih sangat panjang dan tidak bisa hanya dilakukan dengan program yang ada sekarang. "Terlebih karena konsumsi impor terbesar kita ada di BBM dan subsidi terhadap produk tersebut di dalam negeri juga membebani anggaran pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, bahwa pertumbuhan ekonomi AS tumbuh 3,5% secara tahunan pada kuartal III 2018, melambat dibanding kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,2%. Perlambatan ini antara lain akibat perang dagang AS dan China yang memuncak.

Meski melambat, angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis Departemen Perdagangan AS tepat 11 hari sebelum pemilu paruh waktu di negara tersebut melampaui ekspektasi analis. Angka baru ini juga menunjukkan kepercayaan diri ekonomi terbesar di dunia usai pemangkasan pajak dan sejumlah stimulus fiskal yang diberlakukan setahun terakhir. Namun, para ekonom menyebut angka-angka yang mendasari pertumbuhan ekonomi AS ini menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran.

Meski demikian, Presiden AS Donald Trump percaya bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat ini dapat membayar kenaikan belanja pemerintah dan pemotongan pajak yang bakal berlaku pada Desember. Kedua kebijakan tersebut diperkirakan mendorong defisit anggaran AS ke posisi tertinggi dalam enam tahun fiskal terakhir.

Menteri Perdagangan Wilbur Ross mengatakan pertumbuhan ekonomi tak bisa diwujudkan dengan kebijakan yang konvensional dan memuji kebijakan Trump. "Tindakan presiden untuk melakukan deregulasi untuk reformasi pajak telah memberikan dampak pada ekonomi AS," ujarnya seperti dikutip  AFP, pekan lalu.

Namun, para ekonom menyebut pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan melambat pada kuartal-kuartal mendatang karena dampak dari kebijakan pemotongan pajak mulai memudar, sementara inflasi dan suku bunga meningkat. Saat ini, konsumen dan perusahaan masih menikmati dorongan uang dari pemotongan pajak. Pada kuartal III, konsumsi rumah tangga naik empat persen, tercepat sejak akhir 2014.

Sementara itu, impor Amerika meningkat tajam, sebagian besar didorong oleh pembelian mobil dan barang-barang konsumsi. Total ekspor turun 3,5% terlemah sejak akhir 2016, sementara impor naik 9,1%, tercepat sejak akhir tahun lalu.

Selain itu, porsi investasi langsung juga turun 7,9%, penurunan terbesar dalam hampir tiga tahun. Pasar perumahan yang kesulitan juga menjadi hambatan, turun 4% dari kuartal sebelumnya, mencatatkan penurunan tertajam dalam setahun terakhir.

Pertumbuhan Ekonomi RI

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7%. Pernyataan itu, menyusul kritik fraksi Partai Gerindra yang menyinggung janji Presiden Jokowi saat kampanye lalu.

Meski begitu, pemerintah terus mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. "Memang tidak mungkin dicapai," ujar Sri Mulyani saat ditemui di Kampus Atma Jaya, Jakarta, akhir pekan lalu.

Menkeu mengungkapkan, meski belum mencapai di angka 7%, pertumbuhan ekonomi di level 5% saat ini diklaim sudah baik. Apalagi melihat kondisi ekonomi global yang sedang bergejolak. "Pertumbuhan lima persen itu sudah lumayan baik, kalau lihat tekanan eksternal," ujarnya.

Sri mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun depan juga akan diprediksi masih berada di level 5%, akibat ketidakpastian global masih akan terjadi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2018 sebesar 5,27%. Angka tersebut tumbuh lebih tinggi daripada kuartal I-2018 sebesar 5,06%. Namun, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 juga masih lebih tinggi dibandingkan pada kuartal II-2017 yang sebesar 5,01%. Sementara pertumbuhan ekonomi semester I-2018 tumbuh 5,17%. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…