Desentralisasi Fiskal Penjarakan Daerah

Oleh: Hilarian Arischi Hadur

Di masa sekarang, dana perimbangan negara kepada daerah mempunyai bentuk yang beragam. Terakhir, publik dihebohkan dengan rencana skema baru desentralisasi fiskal yang dikucurkan dalam bentuk dana kelurahan. Ada yang bertanya, ‘mengapa tidak diserahkan ke Pemda saja untuk menentukan pos anggaran kelurahan? Ataukah negara tidak mempercayai Pemda?

Memang, Badan Anggaran (Banggar) DPR mengkonfirmasi bahwa dana kelurahan direncanakan akan ditransfer melalui skema DAU ke kabupaten. Bagi pemerintah,  dana ini merupakan wujud semangat otonomi daerah untuk mempercepat pemerataan pembangunan, menggali potensi, dan demokratisasi di aras lokal.

Tetapi jika ditransver lewat DAU, mengapa pemerintah pusat tidak menambah besaran DAU saja, tanpa mengatur peruntukannya bagi kelurahan? Sebab selama ini, kabupaten sebenarnya sudah membiayai kelurahan menggunakan APBD melalui kecamatan. Jika dana ini ditransfer lewat DAU dan peruntukannya bagi kelurahan, sejumlah pihak mengkhawatirkan pemerintah pusat tengah menggerus otonomi daerah dan pemerintah daerah sebagai pengguna anggaran.

Dana kelurahan dianggap sebagai salah satu dari aliran dana ke daerah yang memenjarakan otonomi daerah. Sebab, selalu diikuti dengan peruntukan anggaran yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Sekian persen untuk membangun ini! Jangan bangun itu! Tahun ini diprioritaskan untuk bangun ini, yang itu nanti dulu. Perintah-perintah ini muncul dalam naskah juklak-juknis, ataupun aturan prioritas penggunaan dana oleh pemerintah pusat.

Memang, dalih pemerintah seperti yang selalu muncul dalam teks undang-undang, pembangunan harus dilaksanakan dalam ‘kerangka NKRI’. Sebab, jika tidak diatur seperti demikian maka pembangunan di daerah dinilai berpotensi tidak sinkron dengan pembangunan nasional.

Jika demikian, bagaimana membatasi kewenangan lintas pemerintahan ini agar otonomi daerah tetap berjalan dalam tujuannya? Sebab, satu sisi pemerintah pusat ingin agar daerah mampu menyokong agenda nasional. Di sisi lain, daerah diberi kewenangan untuk mengelolah wilayahnya berdasarkan prakarsa dan kebutuhan daerah. Di titik ini, para pengamat pemerintahan menilai dana perimbangan akan menjadi tameng pemerintah pusat untuk menjalankan agendanya di daerah.

Bukan cuma itu, dengan dana perimbangan pemerintah pusat dinilai seakan paranoid dan banyak mencurigai uangnya yang masuk ke daerah akan salah digunakan. Dana desa misalnya. Di satu sisi, desa diakui sebagai masyarakat hukum yang berhak membuat perencanaan melalui 4 domain kewenangannya berdasarkan prakarsanya sendiri.

Tetapi di sisi lain, Kemenkeu selalu mencekoki desa dengan Permen tentang prioritas anggaran. Bahkan, pemerintah pusat sudah menerapkan sistem keuangan desa (Siskeudes) berbasiskan aplikasi. Kalau program yang diajukan desa diluar dari yang ada pada aplikasi itu, maka sistem secara otomatis menolaknya. Bukankah ini berarti dana desa menyandera desa? Atau dalam lingkup lebih luasnya, desentralisasi fiskal memenjarakan prakarsa lokal?

Dana kelurahan pun ditakutkan akan bernasib sama. Dengan dana kelurahan, otoritas Pemda pada kelurahan dinilai akan semakin kecil. Sebab, dengan uangnya, pusat dapat langsung mengendalikan pembangunan di level kelurahan. Hal ini dinilai jauh dari semangat desentralisasi yang digembar-gemborkan.

Juga, sejumlah senator menilai pemerintah pusat masuk terlalu jauh ke dalam urusan daerah. Selama ini, ketika ada dana dari pusat maka akan diikuti juga oleh pembentukkan Satgas dan balai-balai pemerintah pusat di daerah. Bagi mereka, ini bukan dalam agenda pengawasan tetapi lebih kepada ketidakpercayaan pemerintah pusat kepada daerah untuk melaksanakan otonominya.

Jika demikian, apakah otonomi daerah dapat berjalan dalam relasi penuh curiga pemerintah pusat dan Pemda? Apakah dengan dananya, pemerintah pusat bebas menentukan agenda pembangunan di daerah? Ataukah memang desentralisasi hanya menempatkan daerah untuk menjalankan urusan, bukan kewenangan? (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…