E-Voting dan Demokrasi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Pesta demokrasi pada tahun politik yaitu pileg dan pilpres 2019 tidak bisa terlepas dari tuntutan adopsi teknologi untuk mendukung kelancarannya. Argumen yang mendasari karena pesta demokrasi dalam pilkada serentak pada pertengahan 2017 lalu tidak efisien karena terjadi pembengkakan anggaran mencapai 200 persen dan karenanya beralasan jika pileg dan pilpres 2019 menggunakan e-voting. Meskipun sukses pesta demokrasi tidak bisa hanya mengacu besaran nominal anggaran karena harus juga dilihat dengan tingkat partisipasi pemilih, namun kemampuan anggaran tetap menjadi kajian krusial karena ini tidak bisa terlepas dari beban anggaran dalam APBN. Pemahaman ini secara tidak langsung menyiratkan dua pemikiran yaitu pertama tentang efisiensi anggaran dan yang kedua adalah keterlibatan tingkat partisipasi pemilih.

Belajar bijak dari pilkada serentak 2017 lalu maka wacana pada pileg dan pilpres 2019 dengan penggunaan e-voting perlu dikaji karena hal ini tidak hanya menyangkut sukses pesta demokrasi, tapi juga keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, sisa waktu menjelang pileg dan pilpres 2019 perlu kesiapan dan keseriusan semua pihak, termasuk terpenting adalah dari parpol. Argumen yang mendasari karena di pesta demokrasi keterlibatan utama parpol yaitu sebagai subyek dan obyek. Selain itu, yang juga perlu dicermati agar jangan sampai pada penerapan e-voting memacing korupsi pengadaannya. Paling tidak, ini mengacu kasus E-KTP yang kasusnya melibatkan banyak tokoh dan pejabat publik.

Mengapa E-Voting ?

Argumen yang mendasari e-voting tidak bisa terlepas dari sejarah pelaksanaan pesta demokrasi di republik ini yang selalu memunculkan persoalan. Tentu masih ingat kasus pemilu legislatif beberapa waktu lalu banyak menyisakan kontroversi, yaitu mulai dari DPT yang amburadul, tertukarnya surat suara dan pelambatan penghitungan suara, termasuk terjadinya aksi hacker dalam tabulasi suara. Oleh karena itu, ke depan pemilu harus lebih bersih dan harus diselenggarakan lembaga profesional. Tanpa mengurangi peran KPU, yang pasti, semua setuju bahwa kinerja KPU perlu ditingkatkan dibanding sebelumnya, meski di sisi lain semua memahami bahwa pelaksanaan pemilu jauh lebih rumit karena multi partai dan sukses pilkada serentak kemarin harus juga diapresiasi karena sukses kerja KPU - KPUD. Artinya, tahun politik dalam bentuk pileg dan pilpres 2019 menjadi test case untuk membuat sistem yang kredibel, transparan dan akuntabel sehingga memuaskan semua pihak, meski kisruh DPT masih saja terjadi.

Dari beragam persoalan dibalik pelaksanaan pesta demokrasi, salah satu problem krusial yang menarik untuk dicermati adalah tentang DPT dan kecepatan penghitungan suara. Jika diruntut kebelakang, sebenarnya persoalan ini dapat diantisipasi secara dini dengan mengadopsi layanan teknologi. Asumsi sederhana yang muncul, jika sektor perbankan memiliki anjungan tunai mandiri atau ATM, maka prinsip pemilihan umum atau pesta demokrasi nantinya juga bisa mengadopsi prinsip ATM.

ATM memungkinkan setiap individu mendapat bukti transaksi dan bukti ini bisa secara sah menurut hukum sesuai UU no.11 tahun 2008 tentang transaksi online. ATM bisa memundahkan semua orang maka pemilu ke depan juga harus bisa mengadopsi prinsip ATM yang memudahkan semua orang, tanpa harus ada yang merasa dipecundangi DPT dan pelambatan hitung manual.

Untuk pemilu, maka ini bisa disebut Automatic Election Machine atau AEM sebagai komponen dari e-voting. Pada prinsipnya, fisik mesin AEM harus sedemikian rupa sehingga portable yang memungkinkannya dipindahtempatkan secara mudah, murah dan cepat dan memanfaatkan jaringan satelit untuk mendukung proses kerja secara real time on line. Hal ini sangat dimungkinkan karena kini koneksi internet kian cepat dan murah, termasuk juga semakin familiernya publik atas gawai.

Serius dan Komitmen

Bagaimana proses selanjutnya? Jika pada pencontrengan lalu semua individu dipaksa menyelupkan jari ke tinta sebagai bukti, maka pada AEM, maka tiap individu yang telah memilih akan mendapatkan struk yang tercetak secara otomatis dan prinsip ini seperti di ATM sehingga struk itu menjadi bukti otentik dan sah. Bahkan untuk langkah antisipasi manual, maka struk bisa dibuat rangkap 2 yaitu satu untuk pemilih sebagai bukti riil dan satu untuk panitia di setiap TPS sebagai bukti otentik untuk hitungan manual sebagai pembuktian silang jika hitungan real time on line bermasalah atau dirusak hacker. Struk ini harus ada bukti pilihan, baik itu nama caleg, nama partai, nama presiden atau kepala daerah yang dipilih tapi hanya bisa dilihat dengan alat tertentu yang dimiliki KPU pusat dan KPUD sehingga petugas TPS setempat benar-benar tidak bisa mengetahui apa yang telah dipilih oleh pemilih dan sekaligus menjamin prinsip luber jurdil-nya pemilu.

Merujuk pada mekanisme itu, maka struk yang dicetak rangkap dua adalah benar-benar sesuai dengan pilihan yang telah dipilih oleh pemilih. Artinya, dalam layar AEM, semua pemilih memiliki peluang untuk melihat siapa nama caleg, presiden atau kepala daerah dan jika dimungkinkan dapat juga dimasukan foto caleg, nama partai dan nama capres atau nama calon kepala daerah tanpa repot membuka kertas suara yang lebar, bahkan lebih lebar dari bilik pencontrengan.

Logika AEM sangat dimungkinkan apalagi saat ini masyarakat juga makin melek terhadap teknologi digital. Jika ini bisa dilakukan maka pemerintah bisa lebih hemat biaya, mereduksi kecurangan dan kisruh DPT, legitimasi hasil pemilu bisa lebih kuat dan penghitungan suara lebih akurat sehingga masyarakat tidak perlu risau dengan quick count karena tabulasi di KPU, KPUD atau di berbagai situs informasi bisa terjadi secara real time on line. Meski demikian, yang juga penting untuk diawasi jangan sampai AEM menjadi sumber korupsi baru seperti E-ktp.

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…