Pph Final UMKM: Setengah Persen, Sepenuh Hati

Oleh: Yeremia Kusumanto, Pushaka Setjen Kemenkeu

Pada hari Jumat (22/6) lalu, Presiden Jokowi meluncurkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam PP ini diatur penurunan tarif PPh final sebesar 0,5% bagi pelaku UMKM atau  penghasilan dari usaha (dagang, industri, dan jasa) dengan peredaran bruto dalam setahun tidak melebihi Rp4,8 miliar dari seluruh gerai/outlet/cabang dan pusatnya. Tentu insentif perpajakan ini menjadi angin segar bagi para pelaku UMKM di Indonesia. Lantas, apakah ini juga menguntungkan Pemerintah?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon), yang hadir pada saat acara tersebut, mengatakan bahwa setidaknya ada empat tujuan terbitnya PP ini yaitu, (1) mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal, (2) kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, (3) lebih memberikan keadilan, dan (4) memberi kesempatan berkontribusi bagi negara. Dari keempat tujuan dari PP ini, menurut saya poin pertama yaitu tujuan untuk ‘mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal’ inilah yang sangat krusial dan urgent untuk diatasi dan ada baiknya kita mulai pahami lebih mendalam dengan menguraikan makna dan implikasi apa yang tersirat yang dapat diartikan sebagai tujuan utama Pemerintah.

Kalimat “Mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal’ dapat dipisahkan menjadi 2 hal penting yaitu pertama adalah peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal dan kedua adalah ekonomi formal itu sendiri. Dua aspek ini adalah yang sebetulnya hendak disasar oleh penurunan PPh Final UMKM sebesar 0,5% tersebut. Lalu bagaimana ceritanya kedua aspek ini dapat menjadi tujuan PP ini? Penasaran? Mari simak penjelasan berikut.

Tren UMKM

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan golongan usaha yang berkembang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun kontribusi terhadap penerimaan perpajakan, PPh UMKM yang berkontribusi sebesar 2,2% dalam penerimaan negara menunjukkan trend pertumbuhan yang positif setiap tahunnya. tercatat pada periode 2013-2017, penerimaan PPh UMKM dari WP badan sebesar Rp280 miliar dan WP Orang Pribadi sebesar Rp160 miliar pada tahun 2013 tumbuh menjadi Rp2,5 triliun untuk WP Badan dan Rp3,2 triliun untuk WP orang pribadi tahun 2017 (sumber: kemenko ekon). Menko Ekon memberikan penekanan bahwa dari data pertumbuhan tersebut, WP orang pribadi tumbuh lebih cepat daripada WP badan.

Trend serupa juga diamini oleh Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BeKraf). UMKM dimana mayoritas dikategorikan sebagai ekonomi kreatif terutama di sektor kuliner, fashion dan kriya mendominasi persebaran tenaga kerja kreatif. Dari data Bekraf, 46% persen dari total 16 juta jiwa tenaga kerja kreatif berasal dari sektor kuliner, disusul oleh sektor fesyen dengan 24% dan 22,81% dari sektor kriya (sumber: Bekraf). Dengan ini, apa yang disampaikan oleh Kepala Bekraf menguatkan apa yang dipaparkan oleh Menko Ekon dimana WP orang pribadi tumbuh signifikan melampaui pertumbuhan WP badan. Hal ini tentu saja menjadi sinyal bahwa UMKM terus tumbuh dan Pemerintah merasa perlu untuk terus mendorong trend pertumbuhan tersebut dengan memberikan insentif perpajakan sehingga UMKM tidak terlalu terbebani dengan kewajiban pajaknya.

Bankability

Tujuan Mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi adalah terjemahan dari usaha untuk lebih menggiatkan kegiatan ekonomi mikro kecil dan menengah. Menggiatkan dapat diartikan sebagai (1) menarik para pelaku-pelaku UMKM baru dan (2) menaikkan kelas dari sektor UMKM. Dengan tarif pajak sebesar 0,5% diharapkan para pelaku usaha rintisan tidak terbebani dalam cash flow awal dari usaha mereka serta dapat meningkatkan competitiveness dari produk yang mereka pasarkan. Dengan kecilnya tarif pajak yang dikenakan, pelaku usaha rintisan tidak ragu lagi untuk menformalkan usaha dengan cara memiliki NPWP baik bagi badan usahanya atau perseorangan. Tentu pelaku usaha rintisan dapat menjual produknya dengan harga yang cukup bersaing karena salah satu komponen harga dari sebuah produk adalah transfer beban pajak.

Dengan mengambil margin keuntungan yang kecil, para pelaku usaha rintisan akan meneruskan/ transfer beban pajak kepada konsumen melalui harga yang dipasarkan. Selanjutnya, untuk dapat terus mengembangkan usaha dan menaikkan level dari usaha mikro ke kecil, kecil ke menengah dan seterusnya, kepemilikan NPWP tadi menjadi salah satu kunci untuk mendapatkan pembiayaan perbankan. Jadi, pelaku UMKM mendapat dua fasilitas, pertama yaitu pengenaan pajak yang sangat kecil dan kedua adalah bankability status karena status formal dari usaha yang dirintis.

Lebih jauh, dengan hadirnya revolusi industri 4.0 dimana sistem digital telah merubah struktur ekonomi dunia, pola kerja UMKM pun harus diubah. Dengan tetap berada di sektor informal, salah satu hambatan untuk berkembang adalah aspek pembiayaan. Digital marketing serta proses produksi dengan teknologi otomasi membutuhkan modal yang tidak sedikit dan akan sangat tidak memungkinkan bagi pelaku UMKM untuk memanfaatkan margin keuntungan untuk membiayaan hal-hal diatas. Untuk itu, bankability status ini juga sangat kuat untuk membantu UMKM dapat bersaing ditengah pesatnya kemajuan teknologi saat ini.

Sektor Informal

Berkembangnya sektor informal dapat disebabkan dari dua sumber. Pertama, informalitas muncul karena keengganan masuk ke sektor formal karena banyak regulasi yang kaku dan tidak menguntungkan pemilik usaha dan kedua, tidak tersedianya lapangan pekerjaan di ekonomi formal yang cukup untuk menampung tenaga kerja yang ada (Nazara 2010). Dan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pengukuran akan besarnya sektor informal. Hal ini penting karena dengan mampu mendata seberapa besar sektor informal yang ada maka negara mempunyai data terkait potensi penerimaan sehingga dapat memperluas basis pembayar pajak atau tax base. PP nomor 23 tahun 2018 ini merupakan usaha pemerintah dalam memperluas tax base dengan cara yang berbeda. Karena langkah jemput bola membutuhkan sumber daya yang cukup besar dalam implementasinya, pemerintah merubah sistem kerjanya dengan cara memberikan insentif sehingga sektor informal tertarik untuk dapat naik kelas ke sektor formal.

Lalu, apakah PP ini sudah cukup untuk mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal? Menurut pendapat saya belum. Ibarat PP ini sebuah pintu, ada ruang di sisi “dalam” dan di sisi “luar” pintu. Dalam bahasan kali ini, sisi dalam dapat diasosiasikan sebagai input produksi dan sisi luar adalah pasar dan strategi pemasarannya.

Pada sisi dalam, tentu menggeliatnya kegiatan ekonomi membutuhkan bahan baku sebagai production input yang lebih besar. Pelaku UMKM pasti akan mencari bahan baku tersebut di dalam negeri. Namun demikian dengan terus meningkatkan kegiatan ekonomi, kebutuhan bahan baku akan meningkat dan berpotensi tidak dapat dipenuhi oleh pasokan dalam negeri. Untuk itu, PP ini dalam jangka menengah-panjang perlu diharmonisasikan dengan kebijakan lain yang dapat merangsang kegeliatan produksi bahan baku atau kebijakan impor bahan baku. Kebijakan tersebut dapat berupa pemberian insentif lebih untuk menjual bahan baku tertentu di dalam negeri daripada untuk di ekspor serta kebijakan bea masuk impor untuk produk tertentu. Karena akan sia-sia jika UMKM mulai tumbuh namun produk tidak dapat bersaing karena mahal yang disebabkan oleh bahan baku yang juga mahal.

Pada sisi luar, revolusi industri 4.0 memungkinkan para pelaku UMKM untuk memiliki jangkauan pasar yang lebih luas dengan biaya minimal. Namun demikian, dukungan kebijakan untuk menjangkau pasar internasional serta kebijakan lainnya seperti kemudahan ekspor tetap dibutuhkan agar UMKM ini terbantu dan dapat tumbuh optimal.

Secara singkat, PP nomor 23 tahun 2018 merupakan langkah strategis dari pemerintah untuk meningkatkan kegiatan UMKM yang trendnya terus tumbuh. Namun demikian, dalam perencanaan jangka menengah-panjang, penurunan PPh Final UMKM sebesar 0,5% ini perlu dikombinasikan dengan kebijakan lain sehingga produk dari UMKM ini tetap kompetitif dan berkesinambungan. (www.kemenkeu.go.id)

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…