Upah Murah

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Besaran kenaikan upah minimum propinsi – UMP 2018 sebesar 8,03 persen. Argumen dari pertimbangan kenaikan besaran UMP adalah inflasi dan pertumbuhan. Terkait ini, yang justru menjadi pertimbangan adalah keberatan dunia usaha terhadap besarannya. Dunia usaha berkelit bahwa tahun depan ekonomi akan terasa berat, terutama terkait dengan iklim sospol dalam pilpres 2019. Betapa tidak, tahun politik pasti rentan dari konflik, meski tahun depan terjadi rematch antara Jokowi - Prabowo. Hal ini terlihat dari kasus Ratna Sarumpaet misalnya yang terus berantai, belum lagi kasus hoax, selain beberapa kasus yang mungkin akan muncul sampai pilpres 2019.

Rentetan kasus yang muncul pra dan menjelang pilpres pasti berpengaruh terhadap laju perekonomian dan tentu rentan memicu sentimen negatif. Betapa tidak, ke depan pasti akan semakin banyak perang kampanye, baik kampanye hitam atau kampanye negatif yang kemudian berdampak terhadap persepsian wait and see. Bahkan, persepsian ini bisa berubah menjadi wait and worry dan pastinya imbas terhadap ekonomi makro akan terjadi sehingga rentan memicu sentimen. Oleh karena itu, beralasan jika dunia usaha keberatan dengan besaran kenaikan UMP 2019, meski kaum buruh juga keberatan.

Fakta lain yang juga menjadi pertimbangan dunia usaha adalah terjadinya bencana di republik ini secara beruntun. Erupsi Gunung Sinabung, gempa di Lombok dan berlanjut di Palu – Donggala dan sekitar Jember kemarin secara tidak langsung juga berdampak negatif terhadap geliat ekonomi. Bagaimanapun juga imbasnya tidak hanya ambruknya ekonomi di daerah tapi juga mata rantai yang terjalin, termasuk juga rendahnya pasokan bahan baku untuk proses produksi. Oleh karena itu, rentetan bencana tersebut pastilah berdampak negatif terhadap geliat ekonomi bisnis, setidaknya dalam 5 tahun recovery akan berpengaruh terhadap ekonomi bisnis dan karenanya dunia usaha keberatan atas besaran kenaikan UMP 8,03 persen, meski kaum buruh juga keberatan atas besarannya.

Selain bencana beruntun kalangan dunia juga tidak bisa mengelak dari dampak ancaman perang dagang AS – Korut dan sekutunya. Bagaimanapun juga AS adalah super power dalam perekonomian global dan karenanya dampak perang dagang yang terjadi tentunya akan berimbas juga ke perekonomian domestik. Padahal, perang dagang juga sangatlah rentan memicu sentimen terhadap neraca perdagangan. Artinya, baik jangka pendek atau jangka panjang imbas dari perang dagang dan dagang perang pastilah mempengaruhi  laju perdagangan dan neraca perdagangan itu sendiri. Meski AS menempati urutan yang teratas terkait daya saing versi World Economic Forum melalui Global Competitiveness Index 2018, namun ancaman perang dagang tetap tidak bisa diabaikan dan karenanya ini menjadi argumen penolakan dunia usaha terkait besaran kenaikan UMP 2018.

Fluktuasi global ternyata juga rentan memicu dampak terhadap depresiasi rupiah yang sempat menembus batas psikologis Rp.15.000 dan karenanya beralasan jika revisi dari RAPBN 2019 ditetapkan besaran nilai tukar pada level Rp.14.800 – 15.200 sehingga ini jelas berdampak terhadap impor sejumlah bahan baku untuk proses produksi. Tentunya ini akan rentan terhadap harga jual yang imbasnya adalah daya saing produk nasional. Padahal, masih banyak komponen bahan baku yang harus diimpor. Konsekuensi dari itu semua adalah berdampak terhadap daya beli sehingga konsumsi dalam negeri berkurang. Padahal, selama ini pertumbuhan masih ditopang dengan konsumsi sehingga besaran dampak dari depresiasi rupiah akan sangat rentan terhadap daya saing. Terkait ini, UMP DKI Jakarta untuk tahun 2019 masih yang tertinggi yaitu Rp.3.976.358 dan terendah masih Yogya yaitu Rp.1.585.027.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…