DANA KELURAHAN TERGANJAL PERATURAN - Dana Saksi Berpotensi Langgar UU No 7/2017

Jakarta-Pemerintah menilai usulan alokasi anggaran khusus untuk dana saksi pemilihan umum (Pemilu) berpotensi bertentangan dengan pasal 451 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Pasalnya menurut beleid tersebut, dana APBN hanya boleh digunakan untuk mendanai kegiatan pemilu yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).  

NERACA

"Makanya kami hanya menganggarkan sesuai apa yang tertulis di UU Pemilu saja. Kalau UU sudah mengatakan begitu, berarti kami hanya mendanai saksi pemilu yang berasal dari Bawaslu saja," ujar Wakil Menkeu Mardiasmo di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (22/10). Menurut dia, alokasi dana tersebut berpotensi bertentangan dengan Pasal 451 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum.

Mardiasmo mengatakan, penambahan anggaran khusus bagi saksi pemilu dari partai politik harus melalui jalan panjang lagi. Kementerian Keuangan tidak boleh mengalokasikan anggaran jika tidak ada dasar hukumnya. "Jadi anggaran saksi pemilu kami cantumkan di dalam pagu anggaran Bawaslu saja tahun depan. Kalau nantinya tambah (anggaran lagi), pembahasannya pasti akan ada lagi," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsudin menyatakan akan terus mencari jalan agar dana saksi untuk partai politik pada Pemilu 2019 dapat dibiayai APBN. Komisi II DPR, kata Azis, mengusulkan Rp3,9 triliun anggaran dana saksi yang rencananya akan dikelola Bawaslu.

"Kami lagi terus menjajaki jalan bagaimana caranya supaya dana saksi bisa dianggarkan," kata dia. Di dalam RAPBN 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran saksi pemilu di Bawaslu sebanyak Rp8,62 triliun. Angka ini meningkat 95,46% dari tahun ini Rp4,41 triliun.

Langkah pemerintah menolak menganggarkan honor bagi saksi Pemilihan Umum 2019 dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dinilai tepat. Selain dinilai tidak masuk akal, anggaran dana saksi dalam APBN juga rawan diselewengkan, dan berpotensi menjadi ladang baru korupsi.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz,  tidak ada yang dapat menjamin dana saksi tersebut tak diselewengkan. "Jadi pengawasaannya sangat sulit sekali karena 16 parpol dikali 800-an ribu TPS di Indonesia, kan susah sekali mekanisme Pengawasannya. Mengaturnya segala macam. Itu potensi fraud-nya besar sekali," ujarnya seperti dikutip  CNNIndonesia.com, Jumat (19/10). Donal juga menyarankan operasional saksi menjadi tanggung jawab masing-masing partai politik.

Pemerintah melalui Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menyatakan mengenai anggaran untuk dana saksi, pemerintah mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dia menegaskan dalam UU Pemilu, dana saksi itu tidak dimasukkan. Jadi, sesuai ketentuan UU Pemilu itu dana saksi hanya untuk pelatihan.
Namun, Komisi II-DPR mengklaim 10 partai politik telah sepakat mengajukan anggaran untuk saksi yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp3 triliun itu. Dana itu diajukan dengan asumsi setiap saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) mendapatkan honor Rp200 ribu. KPU menetapkan jumlah TPS pada pemilihan umum 2019 mencapai 801.838 TPS.

Donal menambahkan wacana pembiayaan dana saksi pemilu melalui APBN merupakan wacana usang yang kembali dimunculkan saat ini. Karena pada 2017, menurut Donal, isu ini juga muncul ketika pembentukan undang-undang Pemilu. Namun, kala itu, seluruh fraksi sepakat bahwa dana saksi menjadi tanggung jawab partai. "Aneh kalau sesuatu yang sudah disepakati menjadi tanggung jawab partai, tapi diwacanakan kembali menjadi tanggung jawab anggaran negara," ujarnya.

Keberadaan saksi dalam pemilihan umum merupakan amanat Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017. Dalam pasal 351 ayat (3) disebutkan bahwa pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi peserta Pemilu. Dalam ayat (8) pasal 351, dijelaskan bahwa saksi dilatih oleh Bawaslu.

Saksi bertugas untuk memantau jalannya pelaksanaan pemungutan suara, dan biasanya setiap partai politik menempatkan saksi di setiap TPS, untuk mengantisipasi kecurangan dalam Pemilu.

Menurut Donal,  pengawasan saat pelaksanaan pemungutan suara sudah cukup dengan keberadaan berbagai perangkat seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Lagipula, di tempat pemungutan suara (TPS) juga ada sejumlah aparat keamanan seperti kepolisian yang melakukan penjagaan.

Selain itu, Donal mengatakan wacana dana saksi dibiayai APBN berpotensi memunculkan rasa diskriminasi terhadap calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Mereka juga akan meminta anggaran untuk saksi yang dihadirkan di setiap TPS. "Kalau membiayai dana saksi, lantas bagaimana dengan DPD. Nantinya timbul diskriminasi. Nanti DPD minta dan saksi juga dong," ujarnya. .

Wacana dana saksi dari APBN sebelumnya diusulkan oleh sepuluh fraksi di Komisi II DPR dalam rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri. Semuanya sepakat mengajukan usulan itu untuk dibahas di Badan Anggaran DPR. "Untuk memenuhi saksi Pemilu pada setiap TPS di Pemilu 2019, Komisi II DPR mengusulkan dana saksi Pemilu 2019 ditetapkan dalam UU APBN tahun 2019," ujar Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali.

Menurut Amali, usulan itu karena tidak semua partai memiliki dana yang cukup untuk membiayai saksi. Hal ini merupakan evaluasi atas banyaknya kekosongan saksi di TPS pada pilkada sebelumnya. Selain itu, alokasi dana saksi juga diklaim diserahkan kepada pemerintah. Pengelolaan dana tersebut nantinya diusulkan dilakukan Bawaslu.

Dana Kelurahan

Sementara itu, pihak Kemenkeu menyatakan penyaluraan Dana Kelurahan tahun depan masih terganjal aturan. Walaupun, model penyaluran dana tersebut nantinya akan serupa dengan Dana Desa.

Menurut Wamenkeu Mardiasmo, secara hukum penyaluran Dana Desa didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan dasar hukum tersebut Kemenkeu bisa menyediakan pos anggaran dengan mekanisme penyalurannya sendiri. Sementara itu, untuk Dana Kelurahan sampai saat ini belum ada payung atau dasar hukumnya.

Atas masalah payung hukum tersebut, Kemenkeu belum berani membuat pos anggaran tersendiri. Mardiasmo mengatakan masalah bisa diatasi bila pemerintah mengajak legislatif untuk membuat UU Kelurahan. Hanya saja, membuat uu tersebut makan waktu lama.

Mardiasmo mengatakan Kemenkeu akan mengkaji produk hukum lain yang bisa mendukung penyaluran Dana Kelurahan tahun depan. "Kalau uu kan terlalu lama. Tentu kami akan melihat Peraturan Pemerintah (PP) yang ada sekarang ini, atau kebijakan lainnya. Kami baru akan rapatkan semuanya agar semua menyeluruh agar segalanya tidak parsial," ujarnya.

Karena masalah dasar hukum tersebut, Kemenkeu juga mengaku belum tahu mekanisme penyaluran yang akan digunakan. Anggaran Dana Desa, lanjut Mardiasmo, memang bisa ditransfer dari pusat ke desa karena konstitusi memperbolehkan hal tersebut. Namun, konstitusi belum mengatur transfer langsung anggaran pusat ke kelurahan.

Berdasarkan pasal 230 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dana yang dialokasikan ke kelurahan harus berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Akan kami coba lihat melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, mekanismenya seperti apa. Apakah nanti anggarannya bisa disalurkan sendiri, atau transfer ke daerah? Jadi kami akan lihat aturan, mekanismenya, dan dasar alokasi. Dana kelurahan nantinya untuk apa?" ujar Mardiasmo. bari/mohar/fba

 



BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…