Pembiayaan Lewat Fintech Diperkirakan Rp20 Triliun

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan jumlah penyaluran pinjaman oleh penyelenggara teknologi finansial (tekfin) pada tahun ini mencapai Rp20 triliun. “Kami antisipasi sampai dengan akhir Desember 2018 (penyaluran pinjaman) mencapai Rp18-20 triliun," kata Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi, seperti dikutip Antara, kemarin.

Ia mengatakan bahwa jumlah penyaluran pinjaman oleh penyelenggara tekfin telah mencapai Rp11,68 triliun per Agustus 2018. Hendrikus juga mengatakan bahwa jumlah peminjam (borrower) tekfin terus mengalami peningkatan. OJK mencatat bahwa pada Agustus 2018 terdapat 1,8 juta peminjam yang memanfaat tekfin. "Pada akhir tahun ini kami antisipasi terdapat tiga juta 'borrower'," ujar dia.

OJK hingga saat ini mengawasi 73 penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech peer-to-peer lending. Dari jumlah tersebut, satu perusahaan sudah berizin sedangkan 72 sisanya berstatus terdaftar. "Dari 72 yang terdaftar tersebut, terdapat 17 di antara mereka yang mengajukan proses perizinan. Status terdaftar dan berizin ini kewenangan untuk beroperasinya tetap sama," kata Hendrikus.

Meski cukup berkembang pesat, namun fintech juga memiliki sisi negaif dan bisa berdampak sistemik. Setidaknya ada dua hal yang benar-benar disorot lembaga pengawas keuangan, yakni shadow banking dan skema ponzi. Shadow banking adalah kegiatan penghimpunan dana, investasi, dan pinjaman yang tidak terawasi otoritas. Caranya bermacam-macam, misalnya fintech lending meminjam uang dari bank lalu menyalurkannya kepada peminjam dengan bunga begitu tinggi.

Sementara skema ponzi merupakan modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang investor berikutnya. Kedua kegiatan ilegal ini pun sudah dijegal OJK lewat Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi dan POJK Nomor 3 Tahun 2018 terkait inovasi keuangan digital.

Namun, Bank Indonesia melihat masih ada risiko shadow banking di fintech lending yang berasal dari luar negeri. “Regulasi dan supervisi fintech, termasuk dimensi lintas batas antaryurisdiksi diperlukan agar tidak menciptakan shadow banking, yang merupakan sumber risiko baru,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo beberapa waktu lalu.

Perlunya mencermati hal tersebut lantaran proses pinjam-meminjamnya secara elektronik. Investor asing bisa berinvestasi di perusahaan Indonesia, begitu sebaliknya. Fintech lending asing juga dapat beroperasi di Tanah Air. Apalagi, Indonesia terkenal dengan pasar ritel, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang jarang tersentuh oleh lembaga keuangan konvensional seperti perbankan.

Belajar dari China

China memang sempat menjadi surga bagi fintech lending ilegal. Kajian lembaga non-profit asal Amerika Serikat (AS) Brooking Institution menunjukan bolong regulasi di sana menyebabkan industri fintech pembiayaan penuh dengan penipuan dan model keuangan berisiko tinggi. Padahal, pertumbuhannya sangat cepat, dari 200 fintech lending di 2012 menjadi 3.488 pada 2015. Kasus yang paling terkenal adalah Ezubao, platform lending yang memikat investor dengan janji imbal hasil di atas 14,6 % per tahun. Ezubao pun berhasil mengumpulkan US$ 7,6 miliar dari hampir satu juta pengguna dalam kurun 1,5 tahun. Setelah dilakukan penelusuran, Ezubao teridentifikasi melakukan skema ponzi dengan lebih dari 95 % peminjamnya fiktif.

Setelah kejatuhan Ezubao, pemerintah Tiongkok menggencarkan penyelidikan. Hasilnya, lebih dari 900 fintech lending ditutup karena menerapkan skema ponzi pada 2016. Tak hanya itu, Bloomberg melaporkan, fintech P2P lending di Tiongkok juga melakukan shadow banking. Fintech meminjam uang dari perbankan lalu menyalurkannya ke individu atau UMKM dengan bunga jauh lebih tinggi. Kontribusi industri ini pun melambung hingga 14 % dari total US$ 10 triliun yang ditransaksikan dengan skema shadow banking di Tiongkok pada 2017.

 

BERITA TERKAIT

Pengamat: Aksi Merger-Akuisisi Berpotensi Dorong Industri Asuransi dan Skala Ekonomi Besar

  NERACA Jakarta-Aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi dinilai akan menciptakan industri dengan permodalan yang kuat, sehingga turut menopang perekonomian Tanah Air.…

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Pengamat: Aksi Merger-Akuisisi Berpotensi Dorong Industri Asuransi dan Skala Ekonomi Besar

  NERACA Jakarta-Aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi dinilai akan menciptakan industri dengan permodalan yang kuat, sehingga turut menopang perekonomian Tanah Air.…

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…