Kabupaten Sukabumi - Aneh, Ada 39 Ijin Tambang Belum Beroperasi

Sukabumi - Sebanyak 39 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di 23 perusahan telah dikeluarkan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sukabumi. Namun hingga sekarang, para pemegang IUP itu belum beroperasi. Tak jelas penyebabnya. Yang jelas, hingga kini perusahaan pemegang IUP itu belum memberikan masukan retribusi kepada Pemkab Sukabumi.

Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Sukabumi sebagai pengawas pertambangan pun dinilai masih lemah melakukan pengawasan. Padahal, institusi itu merupakan pintu awal keluarnya IUP dengan merekomendasikan rencana teknis (Rettek) .

Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan Drs Andi Kusnadi Mpd menyebutkan, persoalan itu akibat kurangnya tenaga teknis, permodalan, dan pasar yang dituju  perusahaan tambang pemegang IUP.

Bahkan dia berpendapat, lambannya operasional pemegang IUP karena lahan tambang banyak dikuasai broker maupun calo. “Sehingga Ijin Usaha pertambangan (IUP) dibalik menjadi Usaha Ijin Pertambangan. Artinya, banyak pengaju IUP itu belum tentu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan”, ungkap Andi Kusnadi, saat dihubungi NERACA melalui pesawat selulernya, Minggu. (4/3).

Di sisi lain Andi berpendapat, proses mendapatkan ijin pertambangan masih mudah  khususnya di Kabupaten Sukabumi. Secara teknis, Distamben yang dituntut mengelola sektor tambang harus bisa meyakinkan calon investor bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki volume tambang dengan berbagai jenis bahan tambang mineral dan non mineral. “Saya pandang, Distamben tidak diberi kekuasaan untuk mengkaji perusahaan tambang yang mengajukan ijin memiliki kompentensi atau tidak. Ini yang menjadi persoalan. Mereka hanya mengkaji rekomendasi tekniknya saja. BPPT yang memiliki peranan”, tandas mantan Kabag Humas Seta Kabupaten Sukabumi ini.

Senada dengan Andi, aktifis LSM Hermansyah Ar menilai, terjadinya pengeluaran IUP yang banyak di Kabupaten Sukabumi tidak pernah dianalisis Instansi yang berwenang. Kebanyakan adanya pemohon IUP dijadikan ladang mencari sampingan bagi oknum tertentu. “Kalau birokrasinya masih mengharapkan adanya dana lebih dari pemohon ijin tambang, maka akan banyak investor yang akan mengurus IUP di Kabupaten Sukabumi.  Namun mengkaji apakah layak perusahaan itu melakukan aktifitas pertambangan, hingga kini masih di atas kertas tersembunyi”, papar Hermansyah.

Hermansyah memprediksi, hingga 10 tahun ke depan, pemilik IUP belum mampu melakukan aktifitas pertambangan. Selain persoalan sarana dan prasarana, kendala yang mulai terlihat kebanyakan pemohon ijin itu investor yang tak jelas. “Artinya, berapa jaminan penyertaan modal mereka, tidak ada yang tahu. Di samping itu, peralatannya pun belum lengkap. Khawatir, bahan tambang yang sudah dikuasai para pengembang itu hilang akibat tidak dilaporkan telah dieksploitasi. Bahkan saya curiga, penguasaan IUP itu hanya untuk penguasaan lahan saja”, ungkap dia.

 

Kesejahteraan Rakyat

 

Dengan penguasaan lahan ini, maka  masyarakat penggarap yang tadinya menggantungkan hidupnya di lahan tersebut, secara tidak langsung terusir. “Pemerintah seharusnya memikirkan kesejahteraan rakyatnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Boleh memberikan ijin di area yang telah ditentukan. Namun, harus memberikan dampak positif bagi warga sekitar lokasi tambang. Jangan hanya memberi kontribusi dengan memberikan ganti rugi. Namun, harus memikirkan warga ke depan dengan cara memberi kesempatan sebagai tenaga kerja”, tukas Hermansyah

Pada kesempatan yang sama, Kepala Distamben Kabupaten Sukabumi Ir Adi Purnomo, ketika dihubungi NERACA melalui pesawat selulernya, belum bersedia berkomentar. Ia mengatakan melalui pesan singkat, agar informasi ini diagendakan untuk dibahas. “Ada 39 IUP yang tersebar di 23 perusahaan. Silakan diagendakan agar informasinya lebih jelas”, kata Adi Purnomo menjawab pesan singkat NERACA.

Sementara itu, Kepala BPPT Harry Mukharam Hasan, ketika ditanya siapa yang berhak melakukan pengawasan perijinan pertambangan, hingga berita ini diturunkan belum menjawab pertanyaan NERACA.

Namun, Kepala Bidang Pelayanan Perijinan Ekonomi (PPE), Asep Saepul Ramdan mengatakan, pengawasan dan pembinaan merupakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis, yakni Distamben. (rony)

BERITA TERKAIT

Kolaborasi FiberStar-BDDC Optimalisasi Sektor Keuangan di Era Digital

NERACA Jakarta - Perkembangan dan pemanfaatan teknologi menjadi sebuah keniscayaan. Melihat peluang dan tantangan yang ada perusahaan layanan telekomunikasi berbasis…

Pertegas Ekspansi, DAIKIN Proshop Showroom Terbaru Hadir di Bali

NERACA Jakarta - PT Daikin Airconditioning Indonesia (DAIKIN) bermitra dengan CV Dian Mandiri meresmikan pembukaan DAIKIN Proshop Showroom terbarunya di…

Hari Kartini, Pegiat Lingkungan Lakukan Aksi Bersih Sungai

NERACA Kuningan - Salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Sejumlah relawan pegiat lingkungan melakukan aksi bersih-bersih aliran sungai di Jalan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

Kolaborasi FiberStar-BDDC Optimalisasi Sektor Keuangan di Era Digital

NERACA Jakarta - Perkembangan dan pemanfaatan teknologi menjadi sebuah keniscayaan. Melihat peluang dan tantangan yang ada perusahaan layanan telekomunikasi berbasis…

Pertegas Ekspansi, DAIKIN Proshop Showroom Terbaru Hadir di Bali

NERACA Jakarta - PT Daikin Airconditioning Indonesia (DAIKIN) bermitra dengan CV Dian Mandiri meresmikan pembukaan DAIKIN Proshop Showroom terbarunya di…

Hari Kartini, Pegiat Lingkungan Lakukan Aksi Bersih Sungai

NERACA Kuningan - Salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Sejumlah relawan pegiat lingkungan melakukan aksi bersih-bersih aliran sungai di Jalan…