Saksi: Penyetoran Modal PLTU Tidak Sesuai Aturan

Saksi: Penyetoran Modal PLTU Tidak Sesuai Aturan

NERACA

Jakarta - Direktur Utama PT Samantaka Batubara A.M. Rudy Herlambang selaku saksi menilai penyetoran modal konsorsium untuk pembangunan Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1 tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016.

"Saya nyesek kalau bicara itu, saya setelah negosiasi dari awal Januari, terakhir yang disepakti mau tidak mau sepakat dari seharusnya PJBI (Pembangkit Jawa Bali Investasi) menguasai 51 persen," kata Rudy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (18/10).

Akan tetapi, kata Rudy, dia hanya mampu setor modal 10 persen dari 51 persen, sisanya yang 41 persen itu (disetor) oleh CHEC (Cina Huadian Engineering Company) dan BNR (Blackgold Natural Resources) itu yang dinamakan junior loan.

Rudy menjadi saksi untuk pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd. Johanes Budisutrisno Kotjo yang didakwa memberikan hadiah atau janji kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum Partai Golkar (saat itu) Idrus Marham senilai Rp4,75 miliar terkait dengan pengurusan proyek IPP Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Ria-1).

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan menyebutkan bahwa pembangunan infrakstruktur ketenagalistrikan dilaksanakan PLN melalui anak perusahaan PLN sebagai bentuk kerja sama PT PLN dengan badan usaha milik asing dengan syarat anak perusahan PLN memiliki saham 51 persen, baik secara langsung maupun melalui anak perusahaan PT PLN lainnya.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa pada tanggal 25 September 2017, bertempat di kantor perwakilan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dilaksanakan pertemuan antara Yusri Febianto Manajer Senior PT PJB, Dwi Hartono selaku Direktur Operasi PT PJBI, Rudi Herlambang, dan Wangkun dari CHEC.

Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa kepemilikan saham perusahaan konsorsium yang nantinya akan mengerjakan proyek PLTU MT Riau-1 yaitu saham mayoritas dimiliki oleh PT PJBI dengan komposisi saham 51 persen dengan setoran tunai modal hanya sebesar 10 persen sedangkan CHEC, yang awalnya hanya punya saham 37 persen dengan setoran tunai modal sebesar 37 persen malah ditambah 41 persen dari kewajiban PT PJBI sehingga seluruhnya berjumlah 78 persen.

BNR yang wajib menyetorkan saham 12 persen tetap menyetorkan modal tunai sebesar 12 persen."Dari 41 persen sisa milik PJBI itu sekitar 97 persen itu ditanggung CHEC, sisanya 3 persen ditanggung BNR, jadi kalau gak salah 'equity' yang harus disetor totalnya 200 juta dolar AS," tambah Rudy. 

Namun meski memiliki saham lebih besar dibanding PJBI kedua investor yaitu CHEC dan BNR tidak menjadi pengendali."Kami investor tetapi tidak jadi pengendali, jadi harus selalu ngalah karena meski 'majority'-nya di Perpres dijelaskan 51 persen harus dikuasai negara lewat anak perusahaan PLN, kemudian saham kami 49 persen harus dibagi dengan 'partner', partner kebagian 37 persen, anak perusaah PLN 51 persen, tetapi okelah karena untuk negara," ungkap Rudy.

Rudy pun melaporkan hal tersebut kepada Kotjo."Saya konsultasi dengan terdakwa, lalu terdakwa mengatakan mau bagaimana lagi," ungkap Rudy.

PT Samataka sendiri adalah anak perusahaan BNR. BNR memiliki 99 persen saham PT Samantaka, sedangkan Kotjo adalah pemilik dari PT BNR.

Atas perbuatannya, Kotjo disangkakan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ant

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…