Terkait Kemajuan Digital - RI Dapat Topang Asia Jadi Garda Depan Transformasi Industri 4.0

NERACA

Jakarta – Implementasi industri 4.0 di kawasan Asia dinilai dapat membangkitkan kontribusi sektor manufaktur dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara Benua Kuning tersebut. Asia tidak lagi sebagai pusat produksi berbiaya rendah, tetapi akan menjadi garda depan baru untuk transformasi era digital di kancah global.

“Revolusi industri 4.0 akan memberikan arah baru dalam bisnis di sektor manufaktur, terutama dalam peningkatan kegiatan produksi serta penelitian dan pengembangan (R&D). Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara pengambil kebijakan dan pelaku industri untuk memaksimalkan potensi industri 4.0,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika menjadi pembicara pada diskusi panel Industrial Transformation Asia-Pacific (ITAP) 2018 di Singapura, disalin dari siaran resmi.

Riset terbaru yang dirilis oleh Microsoft dan IDC Asia/Pacific mengungkapkan, transformasi digital dapat melipatgandakan pendapatan di sektor manufaktur. Ada tambahan sebesar USD387 miliar dalam kurun waktu lima tahun (2016-2021) pada produk domestik bruto (PDB) di kawasan Asia Pasifik, sehingga akan menjadi USD8.399 triliun pada 2021.

Sementara itu, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Indonesia pada 2017 tercatat mencapai Rp13.588,8 triliun. Perolehan itu di atas Belanda, Turki, dan Swiss, sehingga mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan Asia Tenggara.

“Jadi, sekarang Indonesia sudah masuk one trillion dollar club dan berada dalam jajaran 20 negara dengan PDB terbesar di dunia,” ungkap Airlangga. Bahkan, McKinsey selaku perusahaan konsultan manajemen multinasional, memproyeksi Indonesia dapat membuka peluang bisnis dan meningkatkan PDB hingga USD3,7 triliun pada tahun 2030.

“Guna mencapai target tersebut, Indonesia telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai strategi menerapkan revolusi industri generasi keempat dan memberikan arah jelas bagi pengembangan industri nasional yang berdaya saing global di masa depan,” paparnya.

Dengan industri 4.0, Indonesia ditargetkan menjadi bagian dari 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030. Hal ini ditopang melalui peningkatan kembali nett ekspor 10 persen kepada PDB, peningkatan output sekaligus mengatur pengeluaran biaya hingga dua kali dari rasio produktivitas biaya saat ini, dan pengembangkan kapabilitas inovasi industri melalui alokasi anggaran 2 persen untuk kegiatan R&D.

Menurut Menperin, selama ini industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi signifikan bagi PDB Indonesia. “Industri manufaktur berperan penting menjadi tulang punggung perekonomian nasional, karena memberi efek yang luas bagi peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, penambahan pajak dan cukai, serta penerimaan devisa dari ekspor,” sebutnya.

Pada triwulan II tahun 2018, industri pengolahan nonmigas masih menunjukkan kinerja yang positif, dengan tumbuh hingga 4,41 persen atau lebih tinggi dibandingkan capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar 3,93 persen. Bahkan, sektor manufaktur menjadi kontributor terbesar bagi PDB nasional yang tercatat di angka 19,83 persen.

Airlangga optimistis, pelaksanaan Making Indonesia 4.0 mampu mendorong perbaikan dan revitalisasi sektor manufaktur nasional. “Industri 4.0 membuka kesempatan untuk merevitalisasi sektor manufaktur lewat percepatan inovasi, penciptaan nilai tambah, serta peningkatan produksi, kualitas dan efisiensi,” ujarnya.

Untuk penerapan awalnya, peta jalan tersebut berfokus pada lima sektor manufaktur, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. “Kelima sektor industri itu telah berkontribusi sebesar 60 persen untuk PDB, kemudian menyumbang 65 persen terhadap total ekspor, dan 60 persen tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut,” imbuhnya.

Menurut Menperin, efisiensi operasional di sektor industri akan membuka potensi pada pertumbuhan produktivitas. “Untuk memanfaatkan peluang ini, perlu didukung dengan penggunaan teknologi terkini dalam proses produksi,” tuturnya.

Adapun lima teknologi utama yang menopang implementasi industri 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing. Penguasaan teknologi tersebut menjadi penentu daya saing industri.

Di era digital, aktivitas sektor manufatur tidak lagi sekadar melibatkan mesin dalam proses produksinya. Saat ini, beberapa pabrikan sudah melompat lebih jauh, yakni memadukan dengan internet of things (IoT) atau kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang menjadi ciri dari industri 4.0.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…