BI Prediksi Defisit Transaksi Berjalan Masih Dibawah 3%

 

 

NERACA

 

Bali - Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia pada akhir 2018 mencapai 2,9 persen dari produk domestik bruto (PDB), namun dinilai masih dalam rentang yang sehat. Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Forum Bank Sentral dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Rabu (10/10), mengatakan untuk Indonesia, defisit transaksi berjalan di bawah tiga persen PDB masih relatif baik.

"Kami melihat defisit transaksi berjalan tahun ini 2,9 persen dari PDB. Masih di bawah tiga persen dari PDB," kata Perry Warjiyo. Tahun depan, BI memperkirakan defisit dapat dikurangi ke kisaran 2,5 persen. Upaya mengurangi defisit tersebut juga tidak mudah karena ketidakpastian ekonomi global, terutama karena eskalasi perang dagang masih membayangi negara berkembang.

Bank Sentral, kata Perry, telah meningkatkan sinergi dengan pemerintah untuk menangangi masalah defisit transaksi berjalan. Pemerintah juga berkomitmen memperbaiki defisit transaksi berjalan itu, yang telah melemahkan nilai tukar rupiah. Komitmen itu diterjemahkan dalam beberapa upaya seperti kewajiban penerapan solar dan 20 persen minyak sawit mentah (biodiesel) atau B20 untuk mengurangi impor minyak.

Kemudian pemerintah juga menaikkan bea masuk Pajak Penghasilan impor barang mewah, penerapan aturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan menggenjot devisa dari sektor industri pariwisata. Selain menjaga defisit transaksi berjalan agar tak melebar, Perry mengatakan, langkah BI dalam menghadapi ketidapastian global adalah menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate. Jika diakumulasi, BI telah menaikkan suku bunga sebanyak 150 basis poin hingga September lalu menjadi 5,75 persen.

Meski demikian, Perry mengatakan bahwa BI sebenarnya tidak perlu menaikkan suku bunga apabila tidak ada tekanan global. Sebab, inflasi di Indonesia terkendali dan prospek pertumbuhan ekonomi domestik terus membaik. "Kami lihat, kami sebenarnya tidak perlu naikkan suku bunga acuan. Tapi karena ada tekanan global. Jadi, ini bukan dari sisi inflasi kita," ujarnya. Langkah kenaikan suku bunga acuan Indonesia juga diterapkan agar aset-aset berdenominasi rupiah tetap menarik dan mampu menyerap modal asing.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…