Tersandung Masalah Hukum - Operasional BFIN Tetap Berjalan Normal

NERACA

Jakarta – Tersandung masalah hukum terkait gugatan yang diajukan PT Aryaputra Teguharta (APT) kepada PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) soal ganti kerugian uang dwangsom sebesar Rp80,3, miliar, menurut manajemen BFI Finance, tidak berdampak atau mempengaruhi kegiatan operasional maupun kelangsungan usaha perseroan.

Direktur BFIN, Andrew Adiwijanto dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin menyampaikan, gugatan tersebut ditujukan kepada BFIN, Francis Lay Sioe Ho, Cornellius Henry Ko dan Yan Peter Wangkarm karena melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar uang dwangsom Rp80,3 miliar karena tidak mau melaksanakan putusan PK Nomor 240 PK/PDT/2006.”Perkara ini tidak mempengaruhi kegiatan operasional dan kelangsungan perseroan secara material,”kata Andrew.
Dirinya menambahkan, putusan PK No 240 tahun 2006 tersebut, oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat dilaksanakan dan telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, amar putusan PK 240 tidak dapat dilaksanakan termasuk uang paksa atau dwangson. Terakhir, BFIN akan melakukan upaya yang tersedia dan memungkinkan dalam rangka mempertahankan hak-haknya, terhadap tindakan APT.

Sebelumnya, PT Aryaputra Teguharta juga kembali mengajukan gugatan terkait transaksi ilegal dan pembeli beritikad buruk. Pheo Hutabarat, dari HHR Lawyers selaku kuasa hukum APT pernah bilang, gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Oktober 2018. Dalam gugatannya, APT meminta pertanggung jawaban hukum terhadap tindakan akuisisi yang menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh saham milik APT yang dilakukan oleh salah satu Indonesian tycoon, Garibaldi Thohir atau yang dikenal sebagai Boy Thohir pada tahun 2011 yang bertindak selaku pemimpin Trinugraha Capital & Co SCA (konsorsium bentukan TPG Capital dan Northstar Group Pte Ltd).

Kata Pheo Hutabarat, konsorsium Trinugraha Capital sudah seharusnya mengetahui adanya sengketa kepemilikan saham di dalam PT BFI Finance Indonesia Tbk. Padahal, saat transaksi itu terjadi sudah jelas secara hukum bahwa APT saat itu sebagai pemilik sah atas 32,32% saham BFIN. Disampaikannya, untuk memfasilitasi dilaksanakannya tindakan transaksi ilegal tersebut, Trinugraha Capital & Co SCA sengaja didirikan sebagai perusahaan cangkang (special purpose vehicle/SPV) di Luxemburg hanya kurang dari satu bulan, sebelum dilaksanakannya akuisisi saham BFIN oleh Trinugraha.

 

BERITA TERKAIT

Tumbuh by Astra Financial Raih 2,5 Juta Kunjungan

Pameran virtual pertama Astra Financial, Tumbuh by Astra Financial yang digelar dua pekan mencatatkan lebih dari 2,5 juta kunjungan konsumen.…

Berkolaborasi Wujudkan Mudik Sehat dan Aman

Budaya mudik di Indonesia jelang libur lebaran selalu menyisakan masalah, khususnya potensi lonjakan volume kendaraan dan angka kecelakaan. Maka tak…

Gandeng Kerjasama Telkom - LKPP Rilis Sistem E-Katalog Versi 6.0 Yang Lebih Responsif

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan transparansi dalam pengadaan barang, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bekerjasama dengan PT Telkom Indonesia…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Tumbuh by Astra Financial Raih 2,5 Juta Kunjungan

Pameran virtual pertama Astra Financial, Tumbuh by Astra Financial yang digelar dua pekan mencatatkan lebih dari 2,5 juta kunjungan konsumen.…

Berkolaborasi Wujudkan Mudik Sehat dan Aman

Budaya mudik di Indonesia jelang libur lebaran selalu menyisakan masalah, khususnya potensi lonjakan volume kendaraan dan angka kecelakaan. Maka tak…

Gandeng Kerjasama Telkom - LKPP Rilis Sistem E-Katalog Versi 6.0 Yang Lebih Responsif

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan transparansi dalam pengadaan barang, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bekerjasama dengan PT Telkom Indonesia…