Keterbatasan Dana APBN

Di tengah kondisi keuangan negara memprihatinkan saat ini, pemberian tunjangan hari raya (THR) pegawai negeri sipil (PNS), TNI, dan Polri menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi ruang fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sangat terbatas, di sisi lain Presiden Jokowi terkesan melakukan pemborosan anggaran.

Tidak bisa dibantah bahwa sempitnya ruang fiskal APBN 2019 begitu ketat. Penerimaan pajak selalu di bawah target (shorfall), defisit fiskal dan utang terus membengkak, bahkan sudah masuk pada defisit keseimbangan primer (utang baru untuk melunasi bunga utang lama). Artinya ruang gerak fiskal memang benar-benar terbatas. Apalagi setelah kejadian bencana alam gempa di Lombok dan Sulawesi Tengah, pemerintah setidaknya menyediakan dana strategis dari APBN untuk pembiayaan pasca bencana alam tersebut.

Di tengah keterbatasan ruang gerak fiskal tersebut, Presiden sebaiknya lebih mawas diri dan gencar melakukan efisiensi. Contoh apa yang dilakukan PM Malaysia Mahathir Mohamad memangkas gaji pokok 10% pegawai negara dan para menteri, ini pertanda pemimpin yang memiliki sense of crisis.

Tidak hanya itu. Mahathir juga menghapus semacam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar industri di negara jiran itu lebih efisien sehingga rakyat bisa membeli barang lebih murah. Nah, sebaliknya pemerintah Indonesia cq Kemenkeu malah mengejar pajak rakyat dari berbagai sudut, sampai-sampai Rizal Ramli mengritik pemerintah dinilai “memeras” rakyat melalui kebijakan pajaknya.

Nah, di tengah keterbatasan anggaran negara itu, Presiden malah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas Kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Prajurit TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun Atau Tunjangan.

Jokowi juga telah menandatangani PP yang menetapkan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) untuk para pensiunan, penerima tunjangan, seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS), prajurit TNI, dan anggota Polri. PP dimaksud adalah PP Nomor 19 Tahun 2018 tentang Pemberian THR Dalam Tahun Anggaran 2018 Kepada PNS, Prajurit TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan.

Total kenaikan tunjangan tersebut mencapai 68,9% dibandingkan tahun lalu, sehingga menjadi Rp35,75 triliun. Sebuah angka cukup besar harus disediakan oleh negara, lantas dari mana dananya?

Menurut Menkeu Sri Mulyani, kenaikan ini karena pemerintah berupaya meningkatkan THR dan gaji ke-13 bagi penerima tunjangan dari PNS, TNI, dan Polri, serta pensiunan. THR penerima tunjangan, misalnya, akan dibayarkan berdasarkan gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan tambahan, dan tunjangan kinerja.

Untuk rinciannya, THR yang dipersiapan untuk gaji mencapai Rp5,24 triliun, THR tunjangan kinerja Rp5,79 triliun, THR untuk pensiunan Rp6,85 triliun, dan THR gaji ke-13 sebesar Rp5,24 triliun. Sementara itu, tunjangan kinerja ke-13 mencapai Rp5,79 triliun dan tunjangan pensiunan untuk gaji ke-13 sebesar Rp6,85 triliun.

Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah pusat sudah mengatur anggaran agar pemerintah daerah (Pemda) bisa memberikan THR dan gaji ke-13 kepada seluruh ASN dan pensiunan ASN. Anggaran pemberian tunjangan ini bahkan sudah disiapkan sejak tahun lalu melalui APBN yang dibahas bersama parlemen.

Meski pemerintah sudah menyiapkan pemberian tunjangan dengan formula terbaru dari tahun lalu, tapi pemerintah pusat tidak langsung mengumumkannya jauh-jauh hari, hal ini untuk menghindari inflasi jika diberitahukan lebih awal. Walau demikian, Menkeu memastikan bahwa anggaran tunjangan ini sudah masuk dalam nota keuangan yang disampaikan pemerintah tahun 2017.

Sri Mulyani menjelaskan, THR dan gaji ke-13 untuk ASN daerah sudah diberikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah melalui dana alokasi umum (DAU). Formulasi yang diberikan dalam DAU tersebut sudah termasuk anggaran yang bisa digunakan untuk THR dan gaji ke-13 tahun ini.

DAU ini merupakan dana yang dijadikan sumber gaji, meskipun daerah bisa menggunakan anggaran tersebut untuk tujuan lain. Oleh karena itu keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam memberikan Juklak dan Juknis sudah sangat tepat.

Kebijakan Presiden ini tentu mengundang banyak masalah dan spekulasi, selain persoalan ruang fiskal yang sempit tapi dipaksakan melakukan pemborosan anggaran. Karena hal ini khawatir dikaitkan dengan pencitraan di tahun politik. Kepala Negara lebih bijak menyerukan gerakan efisiensi nasional di saat ruang fiskal sempit pada saat ini.

BERITA TERKAIT

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

Kedewasaan Berdemokrasi

Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

Kedewasaan Berdemokrasi

Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…