LSI: Relasi Korupsi dan Demokrasi Tidak Signifikan

LSI: Relasi Korupsi dan Demokrasi Tidak Signifikan  

NERACA

Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan bahwa relasi antara korupsi dengan demokrasi tidak berjalan secara signifikan di Indonesia."Secara normatif dan teoritis, korupsi merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang menghendaki partisipasi, akuntabilitas dan transparansi. Akan tetapi, di Indonesia relasi antara korupsi dengan demokrasi tidak signifikan," kata peneliti LSI Ahmad Khoirul Umam di Jakarta, Rabu (3/10).

Khoirul mengatakan di satu sisi, warga secara kuat mendukung demokrasi, di sisi yang lain, mereka yang mendukung demokrasi tidak serta merta bersikap anti-korupsi."Dengan kata lain, mereka yang mendukung nilai-nilai demokrasi, juga terbuka untuk bersikap permisif terhadap praktik korupsi," jelas dia.

Berdasarkan survei LSI 1-7 Agustus 2018, yang melibatkan 1.520 responden dengan kesalahan sampel (sampling of error) sekitar 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen diketahui bahwa meskipun secara general sikap anti-korupsi masyarakat lebih tinggi (52 persen) tetapi sikap permisif masyarakat terhadap praktik korupsi (27 persen) masih termasuk kategori yang cukup tinggi.

Menurut dia, banyak yang berpandangan bahwa korupsi merupakan hal yang wajar. Warga juga masih cukup banyak yang menilai kolusi dan nepotisme sebagai sesuatu yang normal atau perlu dilakukan untuk memperlancar proses (37 persen)."Hal inilah yang menjadi sebab mengapa korupsi tidak signikan berhubungan secara negatif dengan dukungan masyarakat terhadap demokrasi," jelas dia.

Lebih jauh dia mengatakan dalam diskursus anti-korupsi, seringkali agama dinilai sebagai salah satu instrumen penting dan efektif untuk menekan tingkat korupsi di masyarakat. Untuk itu, kata dia, perlu dipahami bagaimana sikap para stakeholders termasuk organisasi-organisasi kemasyarakatan, khususnya organisasi keagamaan dalam mendukung kerja-kerja anti-korupsi.

Di Indonesia, sendiri, lanjut dia, warga banyak tergabung sebagai anggota dalam berbagai perkumpulan. Dia mencontohkan warga muslim banyak yang merasa sebagai bagian dari organisasi Islam (27,4 persen). Hal ini merupakan sebuah realitas menggembirakan dalam ruang demokrasi. Akan tetapi, jika keanggotaan dan afiliasi organisasi ini dihubungkan dengan sikap terhadap korupsi, maka gambarannya menurutnya cukup memprihatinkan.

"Warga yang tergabung sebagai anggota organisasi, baik organisasi keagamaan maupun sekuler masih banyak yang tidak punya sikap atau bahkan pro-korupsi. Jika dibandingkan antarorganisasi, maka sikap anti korupsi yang lebih rendah justru dipegang oleh warga yang menjadi anggota organisasi keagamaan sebanyak 46 persen. Sementara sikap anti korupsi lebih banyak dipegang oleh anggota organisasi sekuler sebanyak 56 persen," jelas dia. 

Lebih lanjut, di antara warga muslim, ujar Umam, mereka yang merasa sebagai bagian (berafiliasi) dengan ormas Islam cenderung bersikap pro-korupsi, meskipun mereka secara signifikan juga cenderung mendukung demokrasi. Hal ini semakin menunjukkan bahwa antara sikap terhadap korupsi dan demokrasi tidak selaras, terutama jika ditelusuri dari keanggotaan dan afiliasi organisasi warga muslim.

Adapun temuan lain yang penting dalam survei ini adalah mengenai sikap pemuda terhadap korupsi. Secara umum, warga yang lebih muda dianggap lebih idealis, lantaran mereka cenderung anti-korupsi. Akan tetapi, kenyataannya data survei menunjukkan bahwa mereka yang lebih muda (17-40 tahun), dibandingkan yang lebih tua (40 tahun ke atas), justru lebih banyak yang bersikap pro korupsi dan sebaliknya, lebih sedikit yang bersikap anti-korupsi.

"Ini menjadi tantangan bersama untuk menggalakkan pendidikan anti-korupsi, sebab para pemuda, utamanya generasi milenial, cenderung menyukai kecepatan, informalitas dan prosedur instan. Kondisi itu cenderung membuka ruang negosiasi dengan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk 'mempermudah dan memperlancar urusan'," jelas dia. Ant

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…