MENKEU USULKAN "POOLING FUND" - Bencana Alam Berpotensi Gerus PDB

Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan, bencana alam yang melanda Indonesia berpotensi dapat menghilangkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 3%. Menkeu mencontohkan kerugian ekonomi yang perlu ditanggung ketika gempa dan tsunami Aceh yang berlangsung pada 2004 dan Yogyakarta pada 2006 lalu. "Kalau kita ingat Aceh waktu tsunami itu bencana cost-nya adalah US$4,5 miliar. Yogyakarta waktu itu mengalami kehilangan 30% dari PDB daerahnya," ujarnya.

NERACA

Selain itu, lembaga keuangan internasional IMF juga pernah mengkaji dampak bencana alam terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Pasifik. Menurut penelitian tersebut, bencana alam bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang negatif dan bahkan memperparah neraca perdagangan dan kebijakan fiskal.

Begitu pula Komisi Amerika Latin dan Karibia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah melakukan penelitian mengenai dampak bencana alam terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Amerika Latin yang notabene juga rawan bencana, terutama badai.

Penelitian mereka menyebutkan, pertumbuhan ekonomi yang melambat akan terjadi di tahun pertama setelah bencana. Namun, pertumbuhan ekonomi akan kembali normal setidaknya dalam tiga tahun sesudah bencana.

Dari berbagai kajian tersebut, gempa Lombok dan Palu kemungkinan akan menggerus pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,2%. Meski demikian, bencana di kedua tempat itu tidak akan membuat ekonomi secara nasional stagnan.  

Menurut perhitungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total kerugian akibat bencana Lombok mencapai Rp12 triliun. Sedangkan untuk bencana Palu dan Donggala, total kerugiannya masih dihitung. Namun, pelaku usaha ritel saja mengaku mengalami kerugian Rp450 miliar akibat gempa di Palu dan Donggala.

Artinya, pertumbuhan ekonomi secara nasional boleh jadi tidak terpengaruh. Namun, itu bukan berarti pemerintah boleh meremehkan percepatan pemulihan ekonomi di dua lokasi tersebut. Sebab, begitu bencana alam terjadi, empat komponen pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, belanja pemerintah, investasi, hingga ekspor terhambat.

Menurut Direktur Riset Center of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal, dampak dari dua bencana itu sangat kecil pengaruhnya ke pertumbuhan ekonomi nasional karena skala ekonomi kedua wilayah yang kecil.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal II lalu, kawasan Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi secara keseluruhan hanya menyumbang 9,26% terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27%. Adapun dilihat secara lebih detail, NTB dan Sulawesi Tengah hanya menyumbang 1,22% dan 1% terhadap PDB Indonesia.

Faisal mengatakan dampak dari bencana akan berbeda jika terjadi di daerah yang punya pengaruh cukup besar terhadap PDB nasional. Misalnya, Pulau Jawa yang berkontribusi 58,61% dari seluruh PDB. "PDB di Palu dan Lombok ini sangat kecil kontribusinya ke angka nasional, jadi kalau dampak bencana di dua lokasi itu saya rasa tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Beda kasus kalau bencana alam terjadi di Jakarta yang memegang 16% dari PDB," ujarnya.

Seperti diketahui selama ini posisi Indonesia yang berada di atas rangkaian titik api (ring of fire) membuat gempa bumi rawan terjadi di Bumi Pertiwi. Belum selesai penanganan gempa di Lombok, gempa disusul tsunami mengguncang wilayah Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9).

Bukan hanya menelan korban jiwa hingga menyentuh ribuan, ekonomi daerah yang diguncang bencana sudah pasti lumpuh. Di Palu, jaringan listrik dan komunikasi sempat terhenti. Tak hanya itu, banyak bangunan dan jaringan konektivitas yang rusak yang tentu mempersulit kegiatan ekonomi di sana.

Faisal mencontohkan, bencana yang terjadi di Palu membuat masyarakat tak punya akses untuk memenuhi konsumsi. Infrastruktur yang rusak juga membuat Palu tak bisa melakukan perdagangan antardaerah. Sedangkan bencana di Lombok, menurut dia, membuat investasi bisa terpengaruh, khususnya yang berkaitan dengan pariwisata.

"Untuk Palu, karena dia adalah ibukota sehingga bisa kena ke Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tengah. Tapi untuk Lombok, mungkin dampaknya ke pariwisata. Tapi pembentik PDB NTB dari pariwisata sepertinya tidak begitu besar, karena pembentuk PDB NTB paling tinggi adalah pertambangan," ujar Faisal.

Menurut dia, kemampuan suatu daerah untuk bangkit dari bencana ini tergantung dari kesigapan pemerintah dalam melakukan rehabilitasi. Sebetulnya, lanjut Faisal, tidak ada periode yang optimal bagi suatu daerah untuk kembali bangkit dari bencana. Semua tergantung dari skala bencana yang dihadapi.

"Kalau misalkan memang konstruksi semuanya hancur, mungkin bisa jadi diperlukan waktu hingga 10 tahun agar kegiatan ekonomi mereka bisa berjalan dengan normal," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Konektivitas Terganggu

Pendapat berbeda dilontarkan oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati. Meski kontribusi dua lokasi itu sangat kecil terhadap PDB nasional, namun bencana alam juga berdampak terhadap wilayah lain yang kegiatan ekonominya berkaitan langsung dengan Lombok dan Sulawesi Tengah.

Enny mencontohkan, industri tekstil dan pakaian jadi yang terkonsentrasi di pulau Jawa jadi tidak bisa mengirimkan produksinya ke Palu karena konektivitasnya rontok diterjang bencana alam. "Tetap signifkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi karena di sana ada konektivitas yang terganggu dan menghambat perdagangan antar daerah. Sementara perdagangan antar daerah juga kan berpengaruh ke daerah lain, kalau intensitasnya berkurang kan akan mengurangi produksi," ujarnya.

Kondisi ini diperparah dengan penurunan konsumsi di wilayah bencana, yang disebutnya merupakan dampak ekonomi langsung dari bencana. Selain itu, produksi industri manufaktur juga terhenti, sehingga investasi dan impor bahan baku dari wilayah lain ikut terhenti.

Senada dengan Faisal, Enny juga tidak menyebut berapa lama waktu yang seharusnya dibutuhkan pasca bencana demi mengembalikan kondisi seperti semula. Kalau memang skala bencananya besar, tidak ada salahnya bagi pemerintah untuk menggunakan bantuan internasional agar kegiatan ekonomi cepat pulih. "Kalau rehabilitasi ini yang penting ada sumber pembiayaan dan juga infrastruktur demi recovery. Semakin cepat penanganannya, pemulihan bisa semakin cepat," ujarnya.

Pooling Fund

Menkeu mengaku tengah menyiapkan skema pendanaan pooling fund untuk menghadapi kerugian akibat bencana. Melalui skema tersebut, pemerintah pusat akan membuat pos anggaran sendiri untuk penanggulangan bencana.

Dana dari pooling fund akan ditransfer ke pemerintah daerah jika terjadi bencana. Pos anggaran ini akan berada di luar pos Transfer Keuangan dan Dana Desa (TKDD). Hanya saja, Skema ini masih dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diharapkan sudah bisa berlaku di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. "Kami akan memperkenalkan skema ini pada tahun 2019 dan ini akan menjadi cikal bakal bagi dana catastrophic yang bisa diakses oleh pemda," ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (2/9).

Dia melihat model skema pendanaan serupa yang diberlakukan di Meksiko dan negara-negara Karibia. Di negara-negara tersebut, pooling fund digunakan untuk memulihkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang rontok akibat diterjang badai dan gempa bumi.

Hanya saja, Menkeu tak menyebut jumlah dana yang akan dialokasikan bagi pooling fund tersebut. Sebab, ini masih didiskusikan dengan dewan legislatif. Namun, jika sistem ini sudah berjalan dengan baik, dia berharap pemda juga bisa ikut 'menabung' di pooling fund dengan menggunakan dana APBD. "Dan nanti kami akan lihat, apakah diperlukan payung hukum baru atau tidak. Tapi fokus kami adalah memasukkan ini ke dalam Undang-Undang (UU) APBN di tahun depan. Mulainya bisa kecil dulu, tapi kami harap ini bisa bermanfaat," ujarnya.  

Setidaknya, menurut dia, ini akan mempermudah proses pendanaan penanggulangan bencana dengan cepat oleh pemerintah pusat. Selama ini, pembiayaan penanggulangan bencana harus diajukan terlebih dulu oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…