DEFLASI BERTURUT-TURUT AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2018 - BPS Bantah Terjadi Penurunan Daya Beli

Jakarta-Pimpinan Badan Pusat Statistik membantah terjadinya deflasi dalam dua bulan berturut-turut bukan indikasi menurunnya daya beli masyarakat, tapi lebih disebabkan oleh terkendalinya harga pangan di kota dan desa.  BPS mencatat terjadi deflasi September sebesar 0,18%, dan Agustus 2018 sebesar 0,05%. Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-September) baru mencapai 1,94%.

NERACA

"Saya lihat enggak ya (penurunan daya beli). Bulan lalu pun saya lebih melihat karena pemerintah jauh lebih siap untuk mengendalikan harga harga," kata Kepala BPS Kecuk Suharyanto di Jakarta, Senin (1/10).

Menurut Kecuk, Indonesia belajar mengendalikan harga melalui pengalaman sebelumnya. Salah satunya, saat Ramadhan 2018 harga barang cukup terkendali karena stok yang dimiliki oleh negara terjaga. "Selalu belajar dari sejarah ya. Bahwa pada bulan-bulan tertetu itu mengalami kenaikan. Coba perhatikan keadaan Ramadan dan Idul Fitri. Tahun ini sangat terkendali, karena dari awal kita sudah mengantisipasi akan ada lonjakan permintaan," ujarnya.

Dia mengatakan, inisiatif Bank Indonesia mengajak pemerintah daerah dalam menjaga inflasi juga ampuh menjaga inflasi. Ke depan, dia berharap koordinasi yang sama terus berjalan. "Itu stok segala apapun upayanya, itu dilakukan berbagai pihak. Baik BI, pemerintah daerah sering melakukan pertemuan rutin membahas pergerakan harga. Saya lebih melihat harga stabil dan bisa dikendalikan," ujar Kecuk.

Menurut Kecuk, deflasi terutama didorong oleh turunnya sejumlah harga pangan, seperti daging ayam, bawang merah, dan cabai rawit. Penurunan harga barang-barang kebutuhan kebutuhan masyarakat ini lebih tinggi dibandingkan Agustus 2018 sebesar 0,05% dan dibandingkan September 2017 yang mengalami inflasi 0,13%.  Sementara secara tahun berjalan (year-to-date) dari Januari-September 2018, IHK mengalami inflasi sebesar 1,94%dan secara tahunan (yoy) sebesar 2,88% dibandingkan September 2017. 

Kecuk mengakui, kelompok bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi dengan andil sebesar minus 0,35% dan mengalami deflasi hingga minus 1,62%. Hal ini karena terjadi penurunan di berbagai aneka bahan makanan. "Harga daging ayam turun 0,13%, bawang merah minus 0,05%, ikan segar minus 0,04%, sayuran dan telur ayam masing-masing 0,03%, cabai rawit minus 0,02%,” ujar Kecuk. .

Kemudian, andil deflasi juga disumbang oleh kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar minus 0,01% dengan deflasi sebesar minus 0,05%. Hal ini karena tarif angkutan udara masih terus menunjukkan penurunan.

Sementara kelompok-kelompok pengeluarannya justru mengalami kenaikan harga atau inflasi. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami inflasi tertinggi mencapai 0,54% dengan andil 0,04%. "Hal ini karena ada peningkatan uang kuliah untuk akademi dan perguruan tinggi," tutur dia.  

Lalu, kelompok kesehatan inflasi 0,41%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,29%, kelompok sandang 0,27%, dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar inflasi 0,21%. "Ada peningkatan harga dari mie, rokok kretek, dan rokok filter sebesar 0,01%. Lalu, harga emas juga menyumbang inflasi sebesar 0,02%," ujarnya.  

Berdasarkan komponen penyumbang, tercatat komponen tingkat harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami deflasi 1,83%, komponen inflasi inti (core inflation) masih mengalami inflasi 0,28%, dan komponen gejolak harga pangan (volatile foods) stagnan.

Berdasarkan wilayah, dari 82 kota IHK, inflasi terjadi 16 kota dengan inflasi tertinggi di Bengkulu sebesar 0,59% dan inflasi terendah di Bungo sebesar 0,01%. Sedangkan 66 kota lainnya mengalami deflasi. Tercatat, deflasi tertinggi di Parepare minus 1,59%, dan deflasi terrendah di Tegal, Singkawang, Samarinda, dan Ternate sebesar minus 0,01%.

Harga Beras

Khusus harga beras, BPS mencatat harga beras eceran secara rata-rata nasional naik pada September 2018 sekitar 0,29% dibanding Agustus 2018. Adapun rinciannya, beras eceran berkualitas medium naik 1,5% menjadi Rp9.310 per kg pada September 2018. Harga beras berkualitas rendah meningkat melonjak 1,65% menjadi Rp9.125 per kg, sedangkan harga beras premium meningkat 1,2% menjadi Rp9.572 per kg.

Menurut Kecuk, kenaikan harga beras eceran terjadi karena harga beras di tingkat grosir dan gabah petani juga meningkat. "Kenaikannya dari gabah sampai eceran," ujarnya. Di tingkat grosir, rata-rata harga beras meningkat 0,01% dibandingkan bulan sebelumnya, sementara rata-rata harga gabah petani naik hingga 2,4% secara bulanan.

Harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.889 per kg dan di tingkat penggilingan Rp4.990 per kg. Sedangkan harga rata-rata gabah kering giling (GKG) di tingkat petani senilai Rp5.399 per kg dan di tingkat penggilingan Rp5.501 per kg.

"Harga tertinggi di tingkat petani dan penggilingan GKG terjadi di Kecamatan Tatah Makmur, Kabupaten Banjar, Kalimantan Tengah. Sedangkan harga terendah terjadi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat," ujarnya.  

Meski harga beras meningkat, Kecuk melihat hal ini belum menimbulkan kekhawatiran. Sebab, pada bulan yang sama, Indeks Harga Konsumen (IHK) masih mengalami penurunan harga atau deflasi sebesar 0,18%. Hal ini karena sumbangan beras terhadap posisi IHK hanya sekitar 0,01%. "Memang ada dua komoditas yang harganya naik tipis, yaitu beras dan kentang, masing-masing naik 0,09% dan menyumbang 0,01%. Tapi ini biasa saja, masih kecil," ujarnya.  

Lebih lanjut, BPS menilai kenaikan harga beras pada bulan ini tidak serta merta berlanjut pada bulan-bulan selanjutnya karena jumlah pasokan beras di Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) masih mencukupi.

"Tapi ketersediaan pasokan relatif aman. Kemarin disampaikan Dirut Bulog, jumlah beras ada 1,4 juta ton dari impor dan serapan lokal sekitar 800 ribu ton. Dengan begitu, cadangan beras Bulog ini cukup dan saya yakin harga beras tetap bisa stabil kembali," tutur dia.

Khusus untuk harga grosir, BPS mencatat indeks harga perdagangan besar (IHPB) umum nonmigas atau harga barang grosir meningkat atau inflasi sebesar 0,08% secara bulanan pada September 2018. Secara tahun berjalan atau Januari-September 2018, kenaikan harga barang grosir mencapai 2,27%. Sedangkan secara tahunan atau dibanding periode yang sama tahun lalu kenaikannya mencapai 4,12%.

Menurut Kecuk, inflasi harga barang grosir terutama disumbang oleh kenaikan harga barang ekspor mencapai 0,64% dengan andil sebesar 0,1%. Sedangkan kenaikan harga barang impor tercatat sebesar 0,45% dengan andil 0,09%. "Inflasi barang grosir disumbang oleh beberapa komoditas, seperti batu bara, rokok kretek, barang dari plastik impor, dan kertas/karton ekspor," ujarnya.

Berdasarkan kelompok barang domestik, kenaikan harga grosir tertinggi terjadi pada sektor industri petambangan dan penggalian sebesar 0,96%. Kemudian, harga barang grosir sektor industri meningkat 0,24%. Sedangkan harga barang grosir sektor pertanian justru deflasi 1,34%.  

Di sisi lain, harga grosir barang bangunan dan konstruksi juga meningkat sebesar 0,57% secara bulanan. Lalu, inflasi sebesar 3,47% secara tahun berjalan dan inflasi 4,67% secara tahunan.
"Inflasi terjadi karena ada kenaikan harga beberapa bahan bangunan, seperti besi beton naik 2,58%, aspal 2,54%, tanah uruk 1,32%, besi lainnya 1,26% dan perlengkapan listrik 0,85%,” ujarnya.  bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…