Kementan : Harga Jagung Tinggi Karena Aksesibilitas

 

NERACA

 

Jakarta – Kalangan pengusaha dan peternak ayam menjerit lantaran ketersediaan pakan di pasar sangat minim. Hal itu diduga karena kurangnya pasokan jagung pakan dan harganya yang naik. Padahal, beberapa waktu lalu Kemeterian Pertanian mengklaim surplus jagung pakan. Anggota DPR Komisi IV Zainut Tauhid ikut meragukan klaim surplus oleh Kementan tersebut.

Zainut bahkan akan melakukan pengecekan di lapangan untuk memastikan mana yang benar. “Pengecekan langsung dipandangnya perlu dilakukan, mengingat produksi jagung ini karena berhubungan dengan pakan untuk ternak. Dengan harga pakan yang meningkat, efeknya bakal merembet ke harga telur dan daging ayam,” ujar Zainut.

Menjawab keraguan, Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementan Sumardjo Gatot Irianto menjelaskan, bahwa produksi jagung tidak terkumpul di Pulau Jawa. Sementara konsumen jagung terbesar (peternakan ayam) ada di Jawa. Di Pulau Jawa, sambung Gatot, karena akses jalannya bagus penjualannya menjadi baik. Saat permintaan naik, harga jadi naik. “Sementara ada juga jagung di Tojo Una-una Sulawesi Tengah, menghampar luas tapi infrastruktur jalannya belum baik. Maka harganya tidak sebagus di Jawa. Juga ada di Sulawesi Tenggara”, pungkas Gatot pada wartawan di Kantor Ditjen TP Kementan Senin (1/10).

Maka ia menegaskan harga jagung naik sekarang bukan karena ketersediaannya, tetapi karena aksesibilitasnya. “Harga naik sekarang semata karena permintaannya yang tinggi. (Jagung) tersedia tapi tidak terjangkau karena lokasinya. (Dan) ini bukan wilayahnya Dirjen Tanaman Pangan”, jelasnya.

Sebelumnya Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bambang Sugiharto menyampaikan hasil pemantauannya di lapangan, bahwa posisi panen besar sudah mulai terjadi di berbagai daerah antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Bahkan, survei bersama tim satgas pangan dengan tim Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan pada awal September menunjukkan panen sudah mulai terjadi besar-besaran di Kabupaten Bantaeng dan Jeneponto.

Bambang menambahkan, sebenarnya panen dan produksi jagung berlangsung sepanjang tahun. Siklus tahunan produksi jagung menunjukkan bahwa puncak panen utama terjadi pada bulan Februari-April, puncak panen ke dua pada Juli-Agustus dan puncak panen ke tiga pada Oktober-Desember awal. “Periode ini (Oktober - Desember) merupakan puncak panen ke 3 dalam tahun ini. Pengamatan kita selama ini juga menggunakan drone sehingga benar-benar dapat terpetakan secara utuh sebaran luas pertanaman jagung," katanya dalam keterangan tertulis.

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…