Obligasi Bencana: Alternatif Keterbatasan Anggaran

 

Oleh: RM Yusuf Catradiningrat

Peneliti Intern INDEF

 

Indonesia sebagai kawasan yang rawan bencana alam bukanlah kabar baru. Letusan Gunung Krakatau dua abad yang lalu, tsunami di Banda Aceh pada tahun 2004, serta gempa bumi yang tidak lama ini melanda Lombok dan Palu secara bertubi-tubi menjadi testimoni dari bagaimana Indonesia kerap menjadi saksi dari kekuasaan Ibu Pertiwi. Lantas tidaklah mengherankan pula ketika merujuk pada Emergency Events Database, Indonesia menempati posisi keempat tertinggi di dunia dalam hal jumlah bencana alam. Bahkan, jika ditinjau dari sisi kerugian ekonomi, Indonesia menempati tempat pertama di dunia menurut United Nations International Strategy for Disasater Reduction dengan rata-rata nilai yang mencapai sekitar Rp20 triliun per tahun. Dengan lanskap yang demikian, beban pemerintah untuk meminimalkan risiko maupun kerusakan dari bencana alam tentu menjadi sungguh berat.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dibentuk oleh pemerintah sebagai badan yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Dengan Indonesia sebagai hotspot bagi malapetaka, cukup logis untuk menduga bahwa pemerintah seharusnya cukup leluasa dalam menyediakan anggaran bagi BNPB atau pun untuk dana cadangan untuk merestorasi berbagai kerusakan yang dapat timbul dari suatu bencana alam. Ternyata kenyataan berkata yang lain. Cukup mengenaskan ketika melihat bahwa anggaran yang dialokasikan untuk BNBP dalam 5 tahun ke belakang berada pada kisaran Rp1 triliun hingga Rp3 triliun. Dana cadangan penanggulangan bencana alam yang disediakan oleh Kementerian Keuangan pun hanya Rp4 triliun. Jika dibandingkan dengan rata-rata nilai kerusakan dari bencana alam di Indonesia, maka dana yang dialokasikan hanya mencakup kurang lebih seperlima saja dari kerugian yang dialami negara.

Lantas bagaimana Indonesia dapat menjadi negara yang lebih resilien dalam menghadapi bencana? Alih-alih merogoh saku fiskal yang dapat menghasilkan drama antar para anggota DPR yang memperdebatkan prioritas pengalokasian anggaran, terdapat instrumen pasar keuangan yang dapat dimanfaatkan, yakni catastrophe bonds (CAT bonds) atau obligasi bencana. CAT bonds merupakan instrumen keuangan yang mengalami pertumbuhan pesat dalam dekade ini sebagai akibat dari iklim suku bunga rendah. Berbeda dengan obligasi konvensional, ketika suatu bencana terjadi, pihak yang menerbitkan CAT bonds tidak lagi berkewajiban untuk membayar bunga kepada pemegang obligasi tersebut.

Memang sifat unik dari CAT bonds berarti return yang dijanjikan bagi investor harus relatif tinggi. Namun, jika pemerintah yang menerbitkan obligasi tersebut, maka seharusnya Indonesia lebih memiliki daya tawar untuk menekan suku bunga di tengah pasar yang didominasi oleh perusahaan swasta. Masa berlaku yang relatif singkat juga berarti tingkat suku bunga obligasi dapat senantiasa disesuaikan dengan risiko yang seharusnya akan semakin rendah ketika BNPB dapat menerima dana lebih besar untuk menjalankan fungsinya. Tidak hanya itu, CAT bonds dapat diperdagangkan di pasar keuangan internasional sehingga siapa pun dapat membelinya.  Dengan demikian, penerbitan CAT bonds berpotensi untuk mengurangi beban fiskal sekaligus mendukung ketahanan bencana nasional.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…