Ketika Potensi Wisata Mampu Berdayakan Ekonomi Desa

Berbicara Gunung Kidul yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mungkin yang ada adalah gambaran sebagian orang panasnya, keringnya udara, kalau musim kemarau panjang dan saking panasnya kadang-kadang tanah pun menjadi tampak kemerah-merahan, dari jauh tampak redcenter. Ya, itu dulu. Kini Gunung Kidul telah berubah dan menjadi salah satu objek wisata unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Potensi alamnya yang bergunung-gunung, ada juga bukit hijaunya, hutan jati, hutan Wanagama dan pantainya menjadi daya tarik para wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Yogyakarta. Kemudian yang tidak kalah dengan objek wisata lainnya dan tengah hits adalah wisata Gua Pindul. Gua Pindul merupakan gua berair yang cukup unik. Memiliki panjang sekitar 350 meter dan lebar 5 meter, goa ini memanjakan mata pengunjung dengan berbagai ornamen yang terbentuk sendiri oleh alam, serta terdapat aliran air jernih yang tenang. 

Menggunakan cave tubing alias menyusuri dengan menggunakan ban sebagai pelampung, pengunjung akan diajak merasakan sentuhan dan gemericik air. Sementara pemandu menceritakan tentang Gua Pindul sambil memperlihatkan stalagmit dan stalaktit yang usianya sudah ribuan tahun. Konon ada stalagtit yang dapat membuat cantik dan awet muda. Stalagtit itu bernama Stalaktit Putting. Ada juga Stalagmit jantan yang katanya dapat menambah keperkasaan. Selain terdapat stalaktit dan stalgmit, di sana juga terdapat kristal-kristal yang menempel di atap goa.

Setidaknya ada tiga ruangan saat menyusuri gua ini. Ruangan pertama, ruangan remang-remang dengan cahaya matahari sedikit dan kedalaman air sekitar 4 meter. Selanjutnya, ruangan gelap tanpa cahaya dengan kedalaman air sekitar 7 meter. Pada ruangan ketiga, cahaya kembali menerangi area dengan kedalaman air sekitar 2 meter. Saat pertama kali memasuki gua, pengunjung langsung disapa aroma khas air campur uap bebatuan. Tidak perlu takut menyusuri gua karena pemandu yang sudah terlatih akan menemani sepanjang perjalanan. Pengunjung cukup duduk manis sambil menikmati suguhan alam yang indah.

Kesuksesan pengembangan wisata Gua Pindul tidak lepas dari kreatifitas anak-anak muda desa Bejiharjo. Ketua Karang Tarunabakti Desa Bejiharjo, Yudan Hermawan menuturkan, sebelum ramainya wisata Gua Pindul, kebanyakan para pemudanya merantau kerja ke luar kota karena desa Bejiharjo dulunya salah satu desa tertinggal, miskin dengan tingkat penggangguran yang cukup tinggi.”Tanah yang cukup luas tak mampu memberikan jaminan pada masyarakat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,”ujarnya.

Melihat keprihatinan kondisi tersebut, bersama pemuda karang taruna di desanya, dia kemudian menggagas Wirawisata. Aksinya dimulai pada Mei 2010 dengan mengajak para pemuda desa bergabung di karang taruna untuk merencanakan pemanfaatan Gua Pindul sebagai objek wisata. Berbekal alat-alat sederhana yang dipinjam dari para tetangga yang bekerja sebagai pemecah batu, Yudan dan kelompok pemuda merintis rute susur gua caving di Gua Pindul. Peralatan yang lebih lengkap, seperti pelampung, helm dan sepatu mereka peroleh dari hasil meminjam di dinas sosial Kabupaten Gunung Kidul.”Saat merintis usaha, modal kami hanya nekat karena kami tak punya banyak uang dan semua peralatan didapat dari meminjam,"kata Yudan.

Tekad untuk membangun desa kelahirannya dengan memanfaatkan potensi alam berupa Gua Pindul, makin berkembang setelah Bank BCA menjadikan desa Bejiharjo sebagai desa binaan dengan memberikan pendampingan dan pelatihan untuk menjadikan desa wisata yang unggul.”Berkat pendampingan dari BCA, pengeloaan Wirawisata semakin tertata. Kita dilatih bagaimana memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada pengunjung,”ceritanya.

Disampaikannya, pelatihan pelayanan pertama yang diberikan BCA adalah sentuhan pelayanan prima dengan sikap murah senyum dan sapa sehingga pengunjung akan lebih betah berlama-lama berwisata di Gua Pindul. Selain itu, BCA juga memperkenalkan pelayanan pembayaran dengan kartu debit.”Dulu kita belum tau cara pembayaran dengan debit, maklum orang deso dan tahunya duit cash,”tuturnya.

Namun setelah mendapatkan pendampingan, mereka para pemuda pengelola Wirawisata sudah mengerti dan bisa mengunakanya. Alhasil, para pengunjung orang-orang kota sudah tidak perlu lagi khawatir menggunakan kartu debit ataupun kartu kredit bila duit cash tidak mencukupi. Pasalnya, BCA telah memasang Electronic Data Capture (EDC) sebagai alternatif sarana pembayaran pengunjung Gua Pindul dengan menggunakan sarana pembayaran elektronik seperti kartu debet, kartu kredit dan Flazz.

Kata Yudan, kemitraan Wirawisata dengan BCA berawal di tahun 2012. Dimana BCA aktif mendukung upaya yang dilakukan karang taruna gelaran II desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul. Untuk mewujudkan kesinambungan dukungan, BCA mengembangkan soft skill dan bantuan dana untuk pembangunan sarana dan prasarana pengembangan desa wisata Wirawisata Gua Pindul berupa Joglo untuk pengunjung, sekolah PAUD beserta perlengkapan seperti seragam dan buku pelajaran, serta beberapa pelatihan terkait pelatihan brand dan pemasaran online serta pelatihan kepemimpinan bagi segenap pengurus.

 

Membuka Lapangan Kerja

 

Ya, tekad Yudan mengubah citra Gunung Kidul dari wilayah yang kekeringan menjadi magnet penarik wisatawan menuai hasil. Kini, objek wisata Gua Pindul mulai kesohor, apalagi beberapa perusahaan travel sudah menjalin kerjasama dan ditambah pengelola Wirawisata juga menawarkan beberapa promo paket wisata, seperti paket peduli jomblo dengan diskon hingga 50% sebagai strategi marketing untuk menggaet wisatawan. Berkat ide kreatif dan strategi pemasaran yang inovatif, wisata Gua Pindul selalu ramai pengunjung. Tengok saja, dalam sebulan rata-rata pengunjung mencapai sekitar 15 ribu dan jika sedang memasuki musim liburan, dalam sebulan jumlah pengunjung bisa mencapai 50 ribu orang. Hanya dengan membayar Rp 40 ribu per orang, pengunjung dapat menikmati asrinya suasana perdesaan dan keseruan susur gua yang eksotis.

Saat ini, pelayanan di Goa Pindul tak hanya susur sungai saja, melainkan merambah pada bisnis kuliner, homestay, hingga penyewaan jeep. Hal itu dilakukan agar wisatawan terus mau berkunjung, meski sudah pernah.“Kalau di awal 2011-2012 yang terlibat pemuda, setelahnya ibu-ibu juga kami berdayakan untuk mengurus pengembangan itu tadi. Jadi masyarakat desa bisa menikmati,”kata Yudan.

Diakuinya, usaha ini berdampak langsung dalam penyerapan tenaga kerja di masyarakat. Selain membuka kesempatan kerja sebagai karyawan, wisata ini juga membuka kesempatan bagi warga untuk mendirikan lapak penjualan makanan, pemberdayaan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai unit jasa konsumsi (katering), pemberdayaan kendaraan warga sebagai shuttle van truck pengangkut wisatawan dan pemberdayaan rumah warga sebagai homestay.

Di samping itu, terdapat pula pemberdayaan kelompok seni budaya, seperti karawitan, rebana, wayang sada, dan pentas wayang beber hingga hiburan electone. Seluruhnya menjadi bukti pemberdayaan langsung masyarakat sekitar desa tersebut. Jangkauan manfaat juga dirasakan masyarakat pada radius puluhan kilometer di mana masyarakat menjadi jasa pengantar ke lokasi wisata. Hasil pendapatan wirawisata juga dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas umum, seperti perbaikan dan pengaspalan jalan, pemberian bantuan tunai Rp 50 ribu tiap bulan untuk 50 kepala keluarga yang kurang mampu, serta pembangunan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini gratis.

Kata Yudan menambahkan, omzet yang diperoleh Wirawisata pada 2012-2013 mencapai Rp 350 juta. Pun kemudian mulai 2013-2015, omzet yang didapatkan pengelola mencapai Rp 1,5 miliar. 2016-2017, omzet dari Gua Pindul capai di atas Rp 2 miliar.“Sekarang itu ada 200 pemuda yang terlibat, dan 40 ibu-ibu PKK. Mereka dapat penghasilan di atas UMR. Karena itu, sekarang banyak pemuda asli sini yang dulu merantau, sekarang mau pulang ke Gunung Kidul,”kata Yudan.

Desa wisata lainnya yang juga mendapatkan binaan dari BCA adalah Desa Wisata Pentingsari atau sering disebut dengan Dewi Peri di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta. Ketua Desa Wisata Pentingsari, Doto Yogantara mengatakan, promo wisata desa wisata Pentingsari adalah menjual program desa yang identik dengan petani dan budayanya.”Keunikan kami karena tidak punya apa-apa. Kami menjual program desanya, di mana identik dengan petani dan budayanya," ujarnya.

Dia menceritakan, sebelum dibina BCA, warga desa Pentingsari sudah lebih dulu merintis bisnis home stay atau mengusung pariwisata dengan konsep live in atau tinggal bersama. Wisatawan yang ke sana didesain merasakan pengalaman bukan sebagai tamu, melainkan anggota keluarga yang bisa merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat desa yang sebenarnya. "Tamu kami betah karena pelayanan. Jadi, kami tidak promosi secara online, tapi dipromosikan dari tamunya sendiri. Bahkan, kami ada tim yang khusus dadah-dadah pas tamunya pulang, itu buat mereka senang," kata Doto.

Namun dari pelatihan yang diberikan BCA, warga desa Pentingsari bisa meningkatkan layanan bagi para wisatawan yang datang ke sana. Bahkan, omzet mereka pun disebut naik beberapa kali lipat setelah menerapkan pelatihan yang fokus pada perbaikan layanan dan manajemen. "Dulu omzet kami Rp 30 juta per tahun dari tahun 2008. Setelah kenal BCA, dapat pelatihan tahun 2015 lalu reorganisasi dan sampai 2017 omzet kami hampir Rp 2,2 miliar dalam setahun yang 90% uang berputar di masyarakat, keuntungan hanya kami ambil 10% untuk operasional," tutur Doto.

Kini desa wisata Pentingsari dari yang bukan apa-apa memiliki apa-apa yang bisa ditawarkan ke pengunjung. Alhasil, berkat pengembangan desa wisata ini membantu dan memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar, selain membuka lapangan kerja baru dan usaha baru. Misalnya saja dari sewa homestay, warga bisa mendapatkan uang dari pekerjaan sehari-hari yakni dari atraksi wisata."Misalnya dia petani kopi. Lalu saat bekerja menyangrai atau menumbuk kopi ada wisatawan yang melihat atau ikut aktivitasnya, maka petani itu akan mendapat bayaran dari setiap tamu yang bersama dia," kata Doto.

Begitu pula dengan keterlibatan masyarakat dalam penyediaan makan untuk para tamu hingga menjadi pemandu, pendamping outbond, pengajar kerajinan janur, dan pelatih gamelan. Semuanya mendapatkan bagian Kelompok Sadar Wisata (Pokwardis). Hingga 2016, 80% masyarakat sudah menikmati multiplying effect dari pariwisata. Omset per tahun juga terus meningkat. Saat merintis awal pada 2008 hanya Rp 80 juta/tahun, pada 2009 melonjak menjadi Rp 250 juta. Kemudian menjadi Rp 500 juta pada 2010 dan Rp 600 juta pada 2014 dan sekitar Rp 2 miliar pada 2016.

Disampaikannya, desa wisata Pentingsari memberikan fasilitas yang menarik. Ada tanah lapang untuk kemah, outbond, empat rumah joglo, dan 7 pendopo untuk workshop atau kuliah lapangan. Selain itu, ada lahan sawah untuk belajar bertani. Desa wisata ini juga memberikan atraksi wisata yang menarik. Wisatawan bisa bermain dan belajar gamelan Jawa atau karawitan. Ada juga pelatihan membuat selongsong ketupat dengan janur. Bahkan wisatawan bisa menanam padi dan membajak sawah. Bagi yang suka kopi, ada juga wisata membuat kopi.

Saat ini, ada sekitar 80 homestay yang bisa ditempati dan 40 orang pemandu yang akan mengajak wisatawan berkeliling di Dewi Peri. Sewa homestay-nya murah karena ditetapkan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Kata Vice President Corporate Social Responsibility BCA, Inge Setiawati, pelatihan dan pendampingan kepada komunitas untuk mengembangkan potensi peluang usaha di daerah, serta menciptakan lapangan kerja bagi warga setempat adalah bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk mendukung keberlangsungan pariwisata berkualitas di Tanah Air. Saat ini, lanjutnya ada 12 desa binaan BCA. "Cara pembinaan masing-masing desa khas, seperti Pentingsari Yogyakarta itu fokus homestay,"ujarnya.

Inge mengatakan, pembinaan tersebut diharapkan dalam jangka panjang meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Selain itu dia juga berharap akan memunculkan nasabah-nasabah baru yang dapat memanfaatkan layanan finansial perbankan secara maksimal. BCA telah melakukan pembinaan sejak 2012. “Saat ini belum ada yang desa binaan memanfaatkan fasilitas kredit, tapi ke depan harapannya mereka benar-benar bisa mandiri dengan skema kredit dari bank,”jelasnya.

Pembinaan awal yang dilakukan utamanya adalah pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Pelatihan awal dilakukan melalui seminar dan selanjutnya pendampingan kegiatan dan selalu dimonitoring dan dievaluasi. Disampaikannya, dalam membina desa-desa sebagai bagian dari program CSR tidak memberi bantuan 100%. Jika dilihat dalam persentase, bantuan dari BCA hanya diberikan sekitar 50%, selebihnya dari masyarakat sendiri guna mendorong komitmen untuk sama-sama membangun kawasan mereka. "Kami ada kasih bantuan, tapi tidak 100%, supaya mereka bisa swadaya juga. Kalau dalam perkembangannya income mereka tinggi dan kebutuhannya bertambah, kami akan tambah bantuannya," ujar Inge.

Menurut Inge, bantuan yang diberikan lebih banyak dalam wujud pelatihan. Bantuan yang bersifat pembangunan fisik atau infrastruktur juga ada, namun jumlahnya tidak terlalu banyak, karena mempertimbangkan karakter desa yang berbeda satu dengan yang lain. Konsep pembinaan yang dilakukan juga dibuat berkelanjutan, sehingga tidak cukup sampai sebuah desa sudah bisa mandiri, namun tetap ada kontrol yang dilakukan secara diam-diam oleh pihak BCA. Dari pengalamannya membina berbagai desa, Inge mengungkapkan kunci yang paling penting agar desa bisa berhasil adalah dari warga, perangkat desa, hingga pemerintah daerahnya. Jika ketiga elemen itu kompak, kemungkinan besar sebuah desa akan berkembang sehingga tidak perlu pergi ke kota, masyarakat bisa meningkatkan taraf hidupnya di tempat mereka sendiri.

 

 

 

BERITA TERKAIT

Waskita Gelar Doa Bersama dan Beri Santunan Anak Yatim Piatu

  Waskita Gelar Doa Bersama dan Beri Santunan Anak Yatim Piatu NERACA Jakarta - Di bulan suci Ramadhan PT Waskita…

50 Tahun Nestle MILO - Donasikan 500 Ribu Gelas MILO Bagi Anak Indonesia

Rayakan hari jadi ke-50 dan juga juga memperingati bulan Ramadan, Nestlé MILO bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia (FOI) mengadakan…

Boikot Produk Terafiliasi Israel - Pendapatan Merek Global Makin Tergerus

Gerakan boikot konsumen muslim sebagai protes atas pembersihan etnis yang dilakukan militer Israel di Gaza, Palestina, bukannya surut malah makin…

BERITA LAINNYA DI CSR

Waskita Gelar Doa Bersama dan Beri Santunan Anak Yatim Piatu

  Waskita Gelar Doa Bersama dan Beri Santunan Anak Yatim Piatu NERACA Jakarta - Di bulan suci Ramadhan PT Waskita…

50 Tahun Nestle MILO - Donasikan 500 Ribu Gelas MILO Bagi Anak Indonesia

Rayakan hari jadi ke-50 dan juga juga memperingati bulan Ramadan, Nestlé MILO bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia (FOI) mengadakan…

Boikot Produk Terafiliasi Israel - Pendapatan Merek Global Makin Tergerus

Gerakan boikot konsumen muslim sebagai protes atas pembersihan etnis yang dilakukan militer Israel di Gaza, Palestina, bukannya surut malah makin…