Impor Beras

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Kontroversi impor beras memicu sentimen terhadap daya serap gabah oleh Bulog dan juga kesejahteraan petani. Betapa tidak ketika panen raya tiba ternyata tidak semua beras petani mampu diserap oleh Bulog, sementara harga menjadi rendah karena pasokannya melimpah. Ironisnya, di sisi lain ketika terjadi paceklik akibat faktor kemarau panjang maka jumlah produksi berkurang sehingga tidak terjadi keseimbangan yang kemudian ini berpengaruh terhadap minimnya pasokan yang harus ditutup dengan impor beras. Imbasnya harga menjadi naik dan tentu daya beli petani tidak sepadan dengan harga ini sehingga petani kembali dirugikan.

Persoalan tentang perberasan sejatinya tidak hanya terkait dengan kebijakan impor tapi juga bagaimana fluktuasi harga dan yang lebih utama adalah bagaimana kesejahteraan bagi petani. Betapa tidak, kebijakan impor beras cenderung diterapkan sebagai model kebijakan sesaat demi meredam gejolak harga akibat minimnya pasokan dari hasil panen secara nasional. Mengacu teoritis maka ketika pasokan berkurang maka harus ditutup dengan impor agar terjadi keseimbangan demand – supply. Sayangnya, kebijakan yang diterapkan ini terus berulang sehingga niatan impor beras tidak selaras dengan upaya memacu peningkatan produksi beras nasional.

Ketergantungan terhadap impor beras bisa menjadi fatal jika keanekaragaman bahan pangan di dalam negeri tidak mendukung. Artinya, ketika konsumsi beras terus naik dan tidak dibarengi dengan perluasan areal lahan pertanian maka ancaman terhadap daya serap perberasan juga terganggu. Fakta lain yang juga perlu dicermati adalah kondisi riil semakin berkurannya luas areal pertanian, tidak hanya di Jawa tapi juga di luar Jawa dan tentu hal ini berdampak sistemik terhadap pasokan bahan pangan terutama beras secara nasional. Padahal, seperti diketahui mayoritas penduduk di Indonesia mengandalkan pangan beras dibanding kebutuhan konsumsi pangan lainnya, misal umbi-umbian.

Fakta impor beras sejatinya juga terkait dengan data perberasan nasional yang sampai saat ini tidak pernah sinkron dan valid. Di satu sisi, data menunjukan kepastian aman untuk pasokan kebutuhan, sementara di sisi lain trend impor beras cenderung semakin meningkat setiap tahun. Artinya, akumulasi pangan beras semakin besar dan tidak bisa ditutup oleh kapasitas produksi dalam negeri. Kerancuan ini tentu akan menjadi sangat fatal jika terjadi paceklik akibat kemarau panjang, sementara di sisi lain ketika musim hujan juga rentan terhadap ancaman banjir yang berakibat gagal panen.

Faktor dilema inilah yang seringkali menjadikan petani seperti dikebiri oleh kemampuan produksinya sendiri, yaitu ketika panen raya tidak mendapatkan imbal hasil maksimal, sementara jika paceklik harus membeli beras dalam harga diluar jangkauan daya belinya sehingga nilai tukar pertanian cenderung terus merosot.

Padahal, ancaman dari impor pangan bukan hanya mereduksi kesejahteraan petani tapi juga memicu ancaman ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu tahun politik menjadi penting jika dikaitkan dengan komitmen kedua capres untuk menghitung ulang realitas produksi perberasan nasional agar ke depan tidak terjebak rutinitas impor beras yang sejatinya merugikan petani dan juga konsumen. Jangan sampai problem perberasan ini justru dipolitisasi demi kepentingan sesaat untuk meraih kursi kekuasaan.

BERITA TERKAIT

Hipmi & Daya Saing

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Pelaku wirausaha menjadi subjek penting dalam pembangunan. Oleh…

Kandidat Hakim ITLOS

   Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Indonesia tahun ini kembali mencalonkan salah satu putranya untuk…

Perang Iran"Israel dan Ekonomi Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Sudah hampir dua  pekan perang Timur Tengah antara Iran–Israel menjadikan sorotan dunia dan keperhatinan…

BERITA LAINNYA DI

Hipmi & Daya Saing

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Pelaku wirausaha menjadi subjek penting dalam pembangunan. Oleh…

Kandidat Hakim ITLOS

   Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Indonesia tahun ini kembali mencalonkan salah satu putranya untuk…

Perang Iran"Israel dan Ekonomi Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Sudah hampir dua  pekan perang Timur Tengah antara Iran–Israel menjadikan sorotan dunia dan keperhatinan…