Polri: Gunawan Jusuf Terlapor Dugaan Penipuan dan TPPU

Polri: Gunawan Jusuf Terlapor Dugaan Penipuan dan TPPU

NERACA

Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan bahwa pemilik Sugar Group Company atau Gulaku, Gunawan Jusuf menjadi terlapor dalam kasus dugaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan laporan bekas rekan bisnisnya, Toh Keng Siong.

"Kronologi perkara adalah sejak tahun 1999 sampai 2004, pelapor atas nama Toh Keng Siong alias TKS melakukan penempatan dana ke PT Makindo milik GJ dengan total sekitar 126 juta dolar AS. Ada sekitar 25 juta dolar AS yang dikirim kembali ke pelapor," kata Karopenmas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (19/9).

Dalam masa investasi itu, pelapor hendak menarik kembali dana yang telah ditanam di PT Makindo. Namun, Gunawan melalui mantan istrinya, Claudine Jusuf menyatakan bahwa pelapor tidak pernah menempatkan uang di PT Makindo.

Dedi melanjutkan, Toh Keng Siong lalu melaporkan kasus ini ke polisi pada 20 April 2004 dengan sangkaan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Namun pada 20 Juli 2004, penyelidikan atas laporannya dihentikan penyidik dengan alasan bukan tindak pidana."Pada 2008, TKS mengajukan praperadilan dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan pemohon," ungkap Dedi.

Pada 2013, kata Dedi, Divisi Hukum Polri mengajukan Peninjauan Kembali (PK) putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan pemohon."Divkum Polri mengajukan PK dan putusan MA di 2013 menyatakan bahwa putusan praperadilan PN Jakarta Selatan dibatalkan dan menguatkan SP3 penyidik," ucap dia.

Kemudian Claudine Jusuf memberikan keterangan ke penyidik bahwa perusahaan yang dikelola mantan suaminya pernah menerima uang yang sifatnya diinvestasikan oleh Toh Keng Siong selama periode 1999 sampai 2004."Pada tahun 2015, penyidik mendapatkan keterangan dari Claudine Jusuf bahwa benar PT Makindo menerima penempatan uang dari pelapor di periode 1999 sampai 2004," tutur Dedi.

Dedi mengatakan penyidik kemudian meminta keterangan tiga ahli pidana untuk menelisik kondisi kasus yang telah berlarut ini. Ketiga ahli menyatakan pelapor dapat membuat laporan baru dan kasus bersifat tidak kadaluwarsa."Lalu ada tiga keterangan ahli pidana yang menyatakan apabila pelapor membuat laporan baru, maka hal tersebut tidak kadaluwarsa dan tidak 'nebis in idem', serta 'locus' kejahatan berada di dalam wilayah yurisdiksi Indonesia," tambah Dedi.

Ia menjelaskan bahwa Toh Keng Siong sempat dua kali mensomasi PT Makindo, Gunawan dan Claudine pada Mei 2016. Somasi pertama tak dijawab dan somasi kedua dijawab Gunawan sesuai keterangannya dalam BAP polisi dalam proses hukum sebelumnya."Lalu pada 22 agustus 2016, pelapor membuat laporan baru dengan sangkaan penggelapan dan TPPU. Selama penyelidikan, penyidik mendapatkan fakta-fakta dokumen PT Makindo yang diterbitkan oleh Makindo dengan tanda tangan Claudine identik, serta dokumen transfer bank dari pelapor," ujar Dedi.

"Ada juga data yang menyatakan benar ada transaksi uang dari pelapor ke PT Makindo," tambah dia.

Gunawan Jusuf mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terkait statusnya sebagai saksi terlapor dalam perkara dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Praperadilan diajukan dengan tergugat Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Gugatan praperadilan didaftarkan nomor 102/Pid.pra/2018/PNJktSel pada 30 Agustus 2018.

Menanggapi pengajuan praperadilan ini, pakar hukum pidana UII Yogyakarta, Mudzakir menilai seorang terlapor yang masih berstatus saksi tidak punya "legal standing" untuk mengajukan praperadilan karena menurutnya belum ada kerugian yang ditimbulkan dari penyelidikan polisi."Penyelidikan tidak boleh dihalangi oleh apapun karena belum ada pihak yang dirugikan," kata Mudzakir.

Dia pun mempertanyakan sikap hakim yang menerima praperadilan tersebut."Enggak boleh ada praperadilan kalau masih penyelidikan," kata dia.

Namun, dia mengatakan polisi tidak bisa memproses penyelidikan kalau praperadilan sedang berjalan."Ya harus ditunda dulu sampai ada keputusan hakim," ujar dia.

Muzakir pun berharap pengadilan menolak praperadilan Gunawan Yusuf."Harus ditolak karena bisa mengacaukan tatanan hukum. Kalau sudah penyidikan dan ada tersangka baru bisa praperadilan," ujar dia.

Sementara kuasa hukum Gunawan Jusuf yang hadir pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan enggan mengomentari kasus yang menimpa kliennya maupun permohonan praperadilan yang diajukan pihaknya."Tidak ada komentar dulu karena belum ada sidang," ujar kuasa hukum Gunawan Jusuf.

Pada Senin (17/9), majelis hakim PN Jaksel Kartim Haerudin menunda sidang perdana praperadilan Gunawan Jusuf lantaran pihak termohon Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri berhalangan hadir. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…