Usaha Ritel di Tengah Era Investment Grade

Oleh Agus S. Soerono

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

Kondisi ekonomi Indonesia sekarang ini bak gula yang diserbu semut. Manisnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, ditambah dengan madu investment grade dari lembaga pemeringkat Fitch dan Moody s, membuat ekonomi  negeri ini mempunyai daya pikat yang luar biasa.

Konon investor  dari Amerika Serikat, China, Malaysia dan Eropa sudah berancang-ancang untuk masuk ke Indonesia.  Mereka terutama mengincar pasar sektor ritel dan waralaba Indonesia. Negeri ini dengan penduduk 240 juta jiwa, dengan kelas menengah ke atasnya yang berjumlah sedikitnya 90 juta jiwa. Tentu saja sebuah pasar yang menggiurkan, apalagi pertumbuhan ekonomi kita menunjukkan  tren yang terus positif.

Mengapa  para investor asing ingin masuk ke pasar ritel dan waralaba Indonesia? Karena dengan jumlah penduduk  begitu banyak dan dengan pendapatan per kapita yang menurut prediksi  kalangan perbankan bisa mencapai US$4.000 pada akhir 2012, Indonesia menjadi negeri  yang menjanjikan keuntungan bagi investasinya.

Pada 7 November Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2011 mencapai 6,5%.
Besaran PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada triwulan III 2011 mencapai Rp1.923,6 triliun sehingga secara kumulatif mencapai Rp 5.482,4 triliun.

Dengan kondisi  ekonomi yang demikian membuat  investor asing ingin berlomba-lomba masuk ke Indonesia.  Kebanyakan mereka ingin masuk ke sektor infrastruktur (jalan tol, air, listrik, pelabuhan, bandara, kereta api) dan sektor konsumerisme yaitu waralaba dan ritel.  Sampai akhir tahun 2012 saja diperkirakan ada sedikitnya 100 waralaba asing akan masuk ke Indonesia.

Apakah arti masuknya sekian banyak  investor asing di sektor ritel dan waralaba? Memang dari segi penciptaan lapangan kerja, investasi di sektor  waralaba sebesar itu bisa menciptakan sumber nafkah bagi banyak orang. Namun apabila dibandingkan dari sisi pendapatan bagi negara, dan trickle down effect-nya bagi  pewaralaba (franchisor), tentu lebih banyak rupiah  yang terbang ke luar negeri.

Tentu ada baiknya apabila pewaralaba  nasional juga melakukan “serangan balik” dengan melakukan penetrasi pasar  ke luar negeri. Dari ratusan perusahaan waralaba nasional, boleh dibilang bisa dihitung  dengan jari jumlahnya  yang sudah ekspansi ke luar negeri.

Momentum kondisi  ekonomi  yang sedang booming dengan investment grade yang kita peroleh dari Fitch dan Moody s, hendaknya dijadikan saat memperkuat basis  retail dan waralaba di dalam negeri,  namun juga menjadi pijakan untuk melanglang ke negeri orang. Untuk mengubah dollar menjadi rupiah untuk dibawa kembali pulang kandang.

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…