MESKI EKSPOR TUMBUH, LAJU IMPOR LEBIH DERAS - BPS: NPI Masih Defisit di Agustus 2018

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan Indonesia (NPI) sepanjang Agustus 2018 mengalami defisit sebesar US$1,02 miliar, menurun sedikit dibandingkan defisit Juli 2018 US$ 2,03 miliar. Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan potensi pendapatan negara dari sektor migas dan minerba hingga akhir tahun ini mencapai Rp 240,3 triliun, lebih tinggi dari yang ditetapkan APBN 2018 Rp 156,7 triliun.

NERACA

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menuturkan, ekspor sebetulnya mengalami pertumbuhan, namun laju impor masih lebih deras dari ekspor. Untuk itu, dia berharap neraca perdagangan RI bisa kembali surplus. "Jauh lebih kecil dibanding bulan lalu US$2 miliar, sekarang hanya US$1 miliar separuhnya. Tentunya kita berharap gak mengalami defisit tetapi kembali mengalami surplus," ujarnya di Jakarta, Senin (17/9).

Selain itu, defisit juga diakibatkan oleh membengkaknya impor sektor migas. Padahal, sektor non migas sudah mengalami surplus. "Penyebab defisit itu terjadi karena adanya defisit di migas sebesar US$1,6 juta tetapi di non migas sebetulnya surplus,” ujarnya.

Sementara non migas surplus US$639 juta, namun angka tersebut tidak dapat menambal defisit yang terjadi di migas. "Surplus non migas US$ 639 juta tetapi karena ada defisit di migas US$1,6 juta sehingga kita mengalami defisit US$1,02 miliar," tutur dia. Angka tersebut dipicu oleh defisit sektor migas US$1,66 miliar walaupun sektor nonmigas surplus US$0,64 miliar.

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai US$ 15,82 miliar atau menurun 2,90% dibanding ekspor Juli 2018. Sementara, secara year on year (yoy) dibanding Agustus 2017, meningkat 4,15%.

Menurut Suhariyanto, ekspor nonmigas Agustus 2018 mencapai US$14,43 miliar atau turun 2,86% dibanding Juli 2018. Sementara, dibanding ekspor nonmigas Agustus 2017 naik 3,43%. "Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Agustus 2018 mencapai US$ 120,10 miliar atau meningkat 10,39% dibanding periode yang sama 2017," ujarnya.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, untuk mengatasi masalah defisist neraca perdagangan pemerintah perlu meningkatkan nilai ekspor. Apalagi dengan terdepresiasinya rupiah saat ini menjadi kesempatan baik untuk mendorong ekspor.

"Memang kita masih punya upaya agar ekspor lebih tumbuh, khususnya ekspor manufaktur. Harusnya degan dorongan rupiah yang sudah terdepresiasi bisa jadi faktor untuk kompetitif kita sisi ekspor," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com, kemarin.

Kebijakan pemerintah dalam menekan lanju impor pun sebetulnya sudah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari adanya penurunan defisit yang hampir setengahnya dibandingkan pada Juli 2018 lalu. "Ya gini aja artinya kan tetap melihat kebijakan kemarin ke impor sudah mulai terlihat dampaknya tentunya masih akan bertahap karena kita melihat kebijakan seperti itu punya periode menengah panjang," ujar Dody.

Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai US$ 108,69 miliar atau meningkat 10,02%. Dia mengungkapkan penurunan terbesar ekspor nonmigas Agustus 2018 terhadap Juli 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$ 380,7 juta (16,25%). "Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 61,3 juta (3,47%),” ujarnya.

Jika dilihat menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari-Agustus 2018 naik 6,13% dibanding periode yang sama 2017. Demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 34,79%, sementara ekspor hasil pertanian turun 9,60%.

Dilihat dari negara tujuan, ekspor nonmigas Agustus 2018 terbesar adalah ke China yaitu US$2,11 miliar, disusul Amerika Serikat US$ 1,60 miliar dan Jepang US$ 1,48 miliar. "Dengan kontribusi ketiganya mencapai 35,95%. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,52 miliar," ujarnya.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-Agustus 2018 masih berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$ 20,22 miliar (16,83%), diikuti Jawa Timur US$12,74 miliar (10,61%) dan Kalimantan Timur US$12,18 miliar (10,14%). "Kita masih punya PR bagaimana kita memacu ekspor dari provinsi-provinsi lain selain 3 provinsi tersebut," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah Jokowi-JK terus mewaspadai pergerakan neraca perdagangan Indonesia. Penyebabnya, kinerja ekspor terus mengalami penurunan sebagai dampak dari kondisi ekonomi global.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, salah satu komoditas yang tengah menurun ekspornya yaitu minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

"Yang perlu diwaspadai neraca perdagangan, kalau defisit transaksi berjalan sudah biasa. Akibat volume perdagangan menurun, ekspor kita menurun meski. Contohnya ekspor CPO, sampai Juli mengalami penurunan, padahal itu sumber (ekspor) utama kita," ujarnya di Jakarta, Senin (10/9).

Harga BBM Subsidi   

Secara terpsah, Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan berdasarkan perkiraan Kementerian ESDM potensi pendapatan negara dari sektor migas dan minerba sampai akhir tahun ini mencapai Rp 240,3 triliun, lebih tinggi dari yang ditetapkan APBN 2018 Rp 156,7 triliun. "Outlooknya itu 2018 sampai akhir tahun Rp 240 triliun, dari dua sektor tersebut," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (17/9).

Sementara itu, subsidi energi diperkirakan mengalami kenaikan pada tahun ini, dari yang ditetapkan APBN Rp 94,6 triliun ada potensi naik menjadi Rp 148,9 triliun. Akibat kenaikan konsumsi dan harga minyak dunia. "Subsisi energi estimasi kami Rp 149 sampai 150 triliun," ujarnya.

Namun, meski subsidi energi naik tetapi pendapatan negara dari sektor migas dan minerba juga mengimbanginya, sehingga jika pendapatan negara dikurangi subsidi energi, maka pendapatan negara masih mengalami kelebihan sekitar Rp 90 triliun.  "Kelebihan Rp 90 triliun. Memang dari sektor ini saja kelebihan Rp 90 triliun. Rp 240 triliun itu dari Migas Rp 200 triliun dan Rp 40 triliun dari minerba," tutur dia.

Penegasan Jonan tersebut sekaligus mementahkan pendapat mantan Mendag Mari Elka Pangestu yang meminta Presiden Jokowi untuk mengubah kebijakan subsidi BBM. Hal ini itu disampaikan melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dengan dalih untuk memulihkan defisit transaksi berjalan (current account deficit-CAD) yang sampai semester I-2018 telah mencapai 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Mari mengatakan penyesuaian subsidi BBM cukup ampuh menurunkan defisit transaksi berjalan. Penyesuaian subsidi akan berdampak signifikan dalam mengurangi impor minyak mentah yang memberi kontribusi besar pada total impor Indonesia.

Bahkan, menurut klaimnya, kebijakan penyesuaian subsidi BBM jauh lebih ampuh ketimbang kebijakan perluasan mandatori penggunaan bahan bakar biodiesel 20 persen (B20) yang tengah dijalankan pemerintah saat ini.

Keampuhan tercermin pada kebijakan penyesuaian subsidi BBM yang dilakukan Pemerintahan SBY saat ekonomi dalam negeri mengalami guncangan pada 2008 dan 2013 lalu. "Kebijakan yang sudah disampaikan (pemerintah) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah yang kami lakukan di 2008 dan 2013 saat Temper Tantrum. Formulanya mirip-mirip juga," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com  di Jakarta, belum lama ini.

Sebagai informasi Pemerintahan SBY pada 2008 dan 2013 lalu melakukan penyesuaian subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Saat 2008, harga BBM dinaikkan dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter untuk premium dan Rp4.300 menjadi Rp5.500 untuk solar.

Pada 2013, harga premium naik menjadi Rp6.500 per liter.  Mari mengatakan kebijakan penyesuaian subsidi BBM tersebut membuat Indonesia terhindar dari guncangan krisis. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…