10 Juta PKH untuk Mengurangi Angka Kemiskinan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Guna mengejar target penurunan angka kemiskinan menjadi 7-8 persen sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah akan menyalurkan Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada 2019 mendatang.

“Untuk mencapai target penurunan tingkat kemiskinan pada RPJMN 2015-2019 sebesar 7-8% bukanlah hal yang mudah, namun data BPS (Badan Pusat Statistik) per September 2017 tingkat kemiskinan sudah turun menjadi 10,12%,” kata Kepala Biro Humas Kementerian Sosial (Kemensos) Hafifah Insari dalam forum tematik Bakohumas, di Mezzanine Ballroom Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (12/9).

Hafifah menjelaskan, faktor yang mendorong terjadinya penurunan angka tingkat kemiskinan pada September 2017 di antaranya tidak hanya karena tingkat inflasi yang tetap terjaga, penaikan upah buruh namun juga integrasi program-program penanganan kemiskinan. “Sekali lagi capaian ini perlu komitmen bersama, penanganan kemiskinan merupakan tugas bersama, saling energi, mengefektifkan potensi yang ada di masing-masing lembaga dan mewujudkan kesejahteraan bersama,” tukas Hafifah.

Mengenai PKH sendiri, menurut Kepala Biro Humas Kemensos itu, adalah bentuk bantuan sosial bersyarat dari pemerintah yang disalurkan kepada masyarakat miskin baik dari aspek kesehatan dan pendidikan. Penerima manfaat dari PKH, lanjut Hafifah, mulai dari ibu hamil, keluarga yang membutuhkan bantuan untuk biaya sekolah anak, sampai lansia.

Sedangkan untuk program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), menurut Kepala Biro Humas Kemensos Hafifah Insari, bertujuan untuk peningkatan nutrisi masyarakat yang hidup di garis kemiskinan. “Penerima manfaatnya adalah mereka yang hidup dengan kondisi ekonomi 25% terendah di daerahnya,” ujarnya.

Hafifah berharap keluarga penerima manfaat bantuan sosial (KIP, KIS, PKH, & BPNT) agar benar-benar memanfaatkan dukungan pemerintah ini benar-benar digunakan, sehingga bisa berdampak pada peningkatan hidup mereka, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga 2018 ini, daya beli petani secara nasional menunjukkan tren positif dibanding bulan sebelumnya. Dengan begitu, secara tidak langsung berdampak positif terhadap tingkat kesejahteraan petani.

Data BPS menyebutkan pada Maret 2015, penduduk miskin di Indonesia masih sebesar 11,22%. Akan tetapi pada Maret 2016 turun menjadi 10,86%, dan pada Maret 2017 turun lagi menjadi 10,64%. Sampai September 2017, penduduk miskin di Indonesia masih di angka 2 digit, yaitu 10,12% (26,58 juta jiwa). Penurunan penduduk miskin kembali berlanjut pada Maret tahun ini (2018) hingga telah menembus angka di bawah satu digit, yaitu 9,82% (25,96 juta jiwa).

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri menyebutkan mengingat sebagian besar petani tinggal di perdesaan, sehingga indikator kesejahteraan petani juga dapat dilihat dari tingkat kemiskinan maupun gini rasio di perdesaan. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin saat ini di perdesaan semakin berkurang. Pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 14,21%, Maret 2016 dan Maret 2017 berturut-turut turun menjadi 14,11% dan 13,93%, dan pada Maret 2018 ini juga turun dan menjadi 13,20%.

Kuntoro Boga pun menjelaskan peningkatan kesejahteraan di pedesaan pun dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian. Di bulan Agustus 2018 ini, NTP kembali naik, yakni sebesar 102,56 atau naik 0,89 persen. Harga Gabah Kering Panen di Tingkat Petani naik 3,05 persen dan Harga Beras Medium di Penggilingan turun 0,28 persen. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,75 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) turun sebesar 0,14 persen.

Begitu pun Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian nasional Agustus 2018 sebesar 112,08 atau naik 0,48% dibanding NTUP bulan sebelumnya. Data BPS pun mencatat, pada periode Agustus 2018 terjadi deflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,32%, disebabkan oleh penurunan indeks kelompok Bahan Makanan yang cukup besar, sementara indeks kelompok penyusun Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) lainnya naik.

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…