Marak Fintech Ilegal, OJK Diminta Bertindak

 

 

NERACA

 

Jakarta – Semakin menjamurnya perusahaan fintek (finansial teknologi) ilegal saat ini dinilai cukup merugikan berbagai pihak. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut, konsumen banyak terjebak menjadi korban perusahaan fintek berupa utang/kredit online. Tulus bahkan menyebut, hingga saat ini sudah lebih dari 100-an pengaduan konsumen korban fintek diterima YLKI, baik berupa teror, denda harian dan atau bunga/komisi yang setinggi langit. 

“Kita mendesak OJK untuk segera menutup atau memblokir perusahaan fintech yang terbukti melakukan pelanggaran hak-hak konsumen, baik secara perdata dan atau pidana,” kata Tulus melalui keterangan resminya di Jakarta, Rabu (12/9). YLKI juga mendesak OJK untuk segera memblokir perusahaan fintek yang tidak mempunyai izin (ilegal), tetapi sudah melakukan operasi di Indonesia.

Tak hanya itu, YLKI juga meminta konsumen untuk tidak melakukan utang piutang dengan perusahaan fintek atau kredit online yang tidak terdaftar atau berizin dari OJK. “Dari lebih 300 perusahaan fintek, yang mengantongi izin dari OJK hanya 64 perusahaan saja. Ini menunjukkan OJK masih sangat lemah dan atau tidak serius dalam pengawasannya,” kata Tulus.

Oleh karena itu, YLKI juga menghimbau dengan sangat pada konsumen untuk membaca dengan cermat/teliti persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan fintek/kredit online tersebut. Sebab teror yang dialami konsumen bisa jadi bermula dari ketidaktahuan konsumen membaca aturan/persyaratan teknis yang ditentukan oleh perusahaan fintek tersebut.

Dalam kesempatan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan informatika (Kominfo) siap memblokir 182 situs dan aplikasi perusahaan layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech yang beroperasi secara ilegal di Indonesia. Menteri Kominfo Rudiantara mengaku siap memblokir situs tersebut, dan saat ini tengah menunggu permintaan dari Otoritas Jasa Keuangan ( OJK). 

“Apabila ada permintaan dari OJK, bisa disampaikan secara online kepada kami, nanti akan ditangani lebih cepat. Secara prinsip, petugas kami siap beroperasi 24 setiap hari dan secara teknis, pemblokiran situs bisa dilakukan dalam hitungan jam,” jelas Rudiantara, seperti dikutip Kontan. Kominfo akan bekerjasama dengan pihak Google untuk memblokir dan menghapus aplikasi fintech ilegal. Akhir Juli lalu, Kominfo telah memblokir sebanyak 227 situs dan aplikasi fintech ilegal.

Menurutnya, dengan pemblokiran ini sebagai cara mendorong dan memperkenalkan bisnis fintech aman dan sejalan dalam peningkatan inklusi keuangan di Indonesia. Di waktu bersamaan, semua pihak harus meningkatkan literasi sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat terkait perkembangan fintech. Awal September 2018, Satgas Waspada Investasi OJK menemukan 182 penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi atau fintech peer to peer (P2P) lending yang beroperasi tanpa izin OJK.

Untuk mengantisipasi keresahan di masyarakat, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing memerintahkan fintech yang tidak berizin mesti menghentikan kegiatan usaha, menghapus aplikasi, serta menyelesaikan segala kewajibannya kepada pengguna. Entitas itu juga diminta mendaftarkan diri ke OJK, apabila ingin beroperasi di Indonesia. Merujuk data OJK, hingga awal September, sudah ada 67 platform P2P lending yang terdaftar dan mengantongi izin dari OJK. Sampai dengan Juli 2018, perusahaan fintech telah menyalurkan kredit sebesar Rp 9,7 triliun kepada peminjam.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyebutkan ciri-ciri perusahaan teknologi finansial (fintech) yang melayani pinjam meminjam atau peer to peer lending ilegal. “Ciri khas fintech ilegal, ia selalu menjanjikan kemudahan dalam memberikan pinjaman. Misalnya 15 menit pinjaman cair,” ujar Hendrikus.

Menurut Hendrikus, dibalik kemudahan layanan yang ditawarkan fintech tersebut, biasanya terdapat jebakan yaitu nomor kontak nasabah selaku pengguna aplikasi akan disalin oleh fintech tersebut setelah pengguna mengunduh aplikasi di ponsel pintar. “Dipastikan mereka akan salin semua nomor HP yang ada di smartphone. Kalau fintech yang legal sudah kami larang dan bisa kami cabut status izinnya,” kata Hendrikus. 

Dengan disalinnya nomor kontak nasabah, lanjut Hendrikus, fintech tersebut dapat melakukan praktik-praktik yang tidak berkenan seperti mempermalukan nasabah dengan menyebar informasi kepada kontak-kontak yang telah disalin oleh fintech melalui aplikasi tersebut. Selain itu, fintech ilegal alias tak berizin, biasanya menerapkan bunga yang sangat tinggi per harinya tanpa ada penjelasan detil mengenai struktur pinjaman itu sendiri.

BERITA TERKAIT

Bulan Literasi Kripto (BLK) Dijadikan Ajang untuk Meningkatkan Literasi dan Inklusi Kripto

  NERACA Jakarta – Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo – ABI) menggelar Bulan Literasi Kripto (BLK) 2024…

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah NERACA Jakarta – PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk…

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini NERACA Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bulan Literasi Kripto (BLK) Dijadikan Ajang untuk Meningkatkan Literasi dan Inklusi Kripto

  NERACA Jakarta – Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo – ABI) menggelar Bulan Literasi Kripto (BLK) 2024…

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah NERACA Jakarta – PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk…

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini NERACA Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz…