Duh, Mahalnya Ongkos Pileg 2019

Biaya untuk branding politik memang tidak sedikit. Semakin rendah popularitas seseorang, biaya akan semakin mahal. Hal lain yang juga menentukan murah-mahalnya modal maju sebagai caleg adalah tingkat literasi media.

 

NERACA

 

Sudah menjadi rahasia umum, peserta pemilu harus menyiapkan dana tak sedikit untuk maju menjadi kepala daerah, anggota legislatif, ataupun presiden. Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, calon bupati atau wali kota butuh dana Rp 20 hingga Rp 100 miliar untuk memenangi Pilkada dan begitu juga halnya dengan pemilihan legislatif baik di tingkat daerah kabupaten/kota ataupun di pusat. Tentunya, ongkos politik bagi calon legislatif sangat berbeda-beda di tiap daerah sesuai dengan konstituen pemilihnya.

Di mata Direktur Prajna Research Indonesia Sofyan Herbowo, biaya untuk branding politik memang tidak sedikit. Semakin rendah popularitas seseorang, biaya akan semakin mahal. Hal lain yang juga menentukan murah-mahalnya modal maju sebagai caleg adalah tingkat literasi media.

Semakin tinggi tingkat konsumsi media di suatu daerah, semakin murah biaya untuk pencalegan. Dari riset yang selama ini telah dilakukan, Sofyan menyebutkan ada biaya minimal yang harus disiapkan oleh seorang caleg saat akan menghadapi Pileg. Diantaranya, calon anggota DPR RI sebesar Rp 1miliar-Rp2 miliar, calon anggota DPRD Provinsi Rp500 juta-Rp1 miliar, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota Rp250 juta-Rp300 juta

“Biaya tersebut minimal sekali, dan bahkan kebutuhannya bisa lebih besar dari itu,” kata dia. Sofyan menyebut, seorang public figure papan atas saat maju menjadi calon anggota DPR RI dari Dapil Jakarta, masih harus merogoh kantong sebesar Rp2 miliar.

Padahal dengan popularitasnya itu, secara teori orang tersebut bisa menekan biaya kampanye. “Tapi nyatanya masih tetap harus mengeluarkan uang. Padahal Jakarta adalah salah satu wilayah yang political cost-nya rendah karena masyarakatnya sudah melek media,” jelas Sofyan.

Sementara itu Wawan mengungkapkan, rekannya yang sama-sama maju dalam Pileg 2014 di salah satu Dapil Jawa Tengah bahkan sampai mengeluarkan dana sekitar Rp5 miliar. Dana itu sebagian besar digunakan untuk memasang baliho-baliho berukuran besar. “Tapi dengan biaya sebesar itu, dia tetap kalah,” jelas Wawan.

Untuk tahun 2019, Wawan menyebut, biaya untuk maju sebagai caleg bisa lebih besar lagi dari 2014. Laju inflasi pastinya turut mempengaruhi cost yang harus dikeluarkan. Bagaimanapun, maju sebagai caleg memang membutuhkan dana besar. Jika biaya itu dianggap sebagai investasi, maka itu masuk dalam kategori high risk.

Sedangkan untuk return-nya agak sedikit sulit “didefinisikan”. High risk karena besar kemungkinan biaya yang telah dikeluarkan akan menguap begitu saja saat perolehan suara minim. Sementara itu untuk return, dalam politik memang susah diukur. Terlepas dari return yang diperoleh seorang caleg, Sofyan berpendapat strategi kampanye dan positioning seorang caleg menjadi kunci bagi sebuah kemenangan.  Dengan demikian, biaya investasi yang dikeluarkan selama kampanye benar-benar bisa membawa "kebahagiaan" dan "kegembiraan" bagi seorang caleg.

Hal ini pula yang terbayang Muhammad Andi Fahri (33), calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah Kota Lampung dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dirinya sempat minder dengan dana yang harus dikeluarkan untuk mendaftarkan calon anggota legislatif (caleg). Apalagi dirinya bukan kader PKS.

”Saya sempat ragu untuk mendaftarkan diri jadi DPRD dari PKS, karena budget yang saya miliki tidak besar. Apalagi, keinginan menjadi caleg bukan ambisinya tetapi dorongan dari warga sekitar yang mewakili dari anak muda. Tapi untung saja, dengan niat yang baik dan alhamdulilah tidak diminta uang sepeserpun dari PKS,” ungkapnya.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengakui, ongkos politik di Indonesia sangat besar. Tengok saja mulai mendaftarkan diri di partai hingga pemilu nanti. Kendatipun demikian, dirinya menegaskan, pendaftaran caleg di daerahnya tidak ada uang mahar sebagaimana yang disyaratkan.

Berangkat dari situlah, dirinya masih meyakini, masih ada partai politik yang bersih dan transparan. Maka berangkat dari hal yang bersih, kata Andi sapaan akrabnya, maka hasilnya nanti juga akan bersih untuk memperjuangkan nasib rakyat digedung parlemen nanti.

Hal senada juga disampaikan Cros Zakirudin (37), kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menegaskan, terdaftarnya sebagai caleg nomor urut 4 untuk DPRD Kabupaten Lebak, Banten ini tidak dipungut biaya ataupun mahar. ”Sebagai kader, sejauh ini tidak ada urusan duit untuk mencalonkan diri sebagai caleg,”ungkapnya.

Namun demikian, disampaikannya, ongkos politik tetap dibutuhkan untuk biaya kampanye ke masyarakat dengan berbagai kegiatan masyarakat yang dikemas berbagai bentuk, mulai dari pengajian, karang taruna, remaja masjid hingga arisan.

 

Dana Pribadi

 

Sedangkan Ketua Bidang Politik Hankam Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (DPP PBB), Yurisman Star mengatakan dalam persiapan menghadapi pemilu legislatif, yang jelas PBB memperkuat infrastruktur politik, kemudian mempersiapkan program-program yang akan diusung, dan hal yang terpenting juga adalah menyosialisasikan program tersebut kepada masyarakat Indonesia. Persiapan matang dan terukur harus dilakukan oleh seorang caleg dan dibantu oleh partai politik pendukungnya.

“Saya pun mendaftar jadi caleg pada perhelatan pemilu legislatif yang akan datang. Apabila saya mendapatkan amanat untuk menjadi wakil rakyat maka bagaimana saya mengemban tugas dan bekerja secara efektif serta mengawasi kinerja dari eksekutif atau pemerintah. Apakah anggaran yang dikeluarkan pemerintah dilakukan dengan benar dan kebijakan oleh pemerintah tepat sasaran, nah hal ini menjadi tugas dari legislatif dalam fungsi pengawasan. Kemudian saling berkordinasi dengan baik dengan eksekutif dan berani mengatakan salah apabila ada kebijakan yang salah. Eksekutif tidak akan bergerak tanpa adanya legeslatif,” kata pria yang menjadi Calon Legislatif (Caleg) DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Tenggara tersebut melalui sambungan telepon kepada Neraca, Senin (9/9).

Dia pun mengakui bahwa sampai sekarang sumber dana yang diperolehnya untuk maju sebagai caleg DPR RI berasal dari dana pribadi. Mengenai besaran dana yang dikeluarkan, kata dia, hal tersebut tergantung biaya yang akan dikeluarkan di lapangan nanti.

”Saya juga mendengar bahwa satu caleg bisa mengeluarkan hingga miliaran rupiah maka hal itu bisa saja dikarenakan dana tersebut bisa digunakan untuk membuat atribut-atribut partai atau caleg yang bersangkutan, semisalkan membuat kalender saja sudah mengeluarkan dana ratusan juta. Kalau saya belum bisa memprediksi berapa rupiah yang harus dikeluarkan dikarenakan pengeluarannya variatif, bisa saja mencapai miliaran atau bisa juga dibawah segitu,” ungkap Yurisman.

Menurut Yurisman, dana yang dikeluarkan oleh para caleg biasanya bersangkutan dengan pembiayaan untuk kepentingan saksi pemilu legislatif. Oleh karenanya, biasanya para caleg DPR, DPRD, DPRD kabupaten menyediakan dana patungan dengan mekanisme yang tepat.

”Para calon DPR, DPRD, DPRD kabupaten patungan untuk menyediakan dana untuk kepentingan saksi dan besaran uang patungan masing-masing caleg berdasarkan kesepakatan yang terjadi. Kalau berbicara untuk kepentingan saksi, sepertinya sah-sah saja untuk mengeluarkan dana patungan. Bisa juga sih partai politik mengeluarkan saksi dari partainya sendiri,” ujar dia.

Terkait mahar politik, lanjut dia, dimana letak mahar politiknya dalam proses pencalegkan DPR ini dimana DPR ini kan pilihan rakyat dan berjuang berjuang untuk masyarakat dan rakyat. Isu mahar politik itu terlalu berlebihan semisalkan saja apabila ditetapkan untuk calon DPR RI dibutuhkan sekian miliar rupiah, hal itu berlebihan.

”Sangat naif sekali adanya mahar politik karena kami berjuang untuk masyarakat dan tidak ada mahar politik. Berbicara mengenai mahar politik menggunakan jabatannya dan uang negara, nah baru itu bisa dikatakan gratifikasi. Namun itu tergantung individunya masing-masing, bisa juga dipaksa oleh partai politiknya tekait mahar politik sehingga begitu besar pembiayaan operasionalnya, sehingga cost atau biaya politiknya mahal,” pungkas Yurisman. (bani, iwan, mohar, rin)

 

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…