Sidang Lanjutan SKL BLBI - Kesaksian Glenn Yusuf Membuktikan Tidak Ada Misrepresentasi

Sidang Lanjutan SKL BLBI 

Kesaksian Glenn Yusuf Membuktikan Tidak Ada Misrepresentasi

NERACA

Jakarta - Pengacara senior Yusril Ihza Mahendra mengemukakan bahwa inti dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Sjafruddin Arsyad Temenggung (SAT) sebagai melakukan perbuatan melawan hukum dengan dalih adanya misrepresentasi oleh Sjamsul Nursalim (SN) tidak terbukti karena peristiwa itu sendiri tidak pernah terjadi. 

Jaksa Penuntut Umum pada pada sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Senin lalu (3/9) telah menuntut SAT 15 tahun penjara dan denda Rp 1 milyar. Kamis pagi (13/9), SAT akan menyampaikan pledoinya atas tuntutan tersebut.

Yusril Ihza Mahendra menilai, karena peristiwa atau perbuatan/kejadian misrep itu tidak ada atau tidak pernah terjadi, maka unsur melawan hukum dari SAT tidak terbukti. Ia menampik dakwaan jaksa tentang SN yang menyatakan hutang petambak adalah lancar padahal macet.

“Peristiwa atau kejadian dimana SN menyatakan hutang tersebut lancar adalah tidak pernah ada. Karena tiada seorang pun saksi maupun bukti lain termasuk surat dan pengakuan SN yang membuktikan adanya peristiwa misrepresentasi itu.

Hutang Petambak adalah hutang para petambak kepada BDNI, dan merupakan salah satu Asset BDNI. Sedangkan BDNI telah di ambil alih oleh BPPN sejak 3 April 1998, lebih dari 1 tahun sebelum MSAA di Closing pada 25 Mei 1999. Pada saat pembuatan MSAA seluruh data Neraca dan perhitungan berasal dari BPPN sendiri.“Bagaimana sekarang setelah 20 tahun baru dinyatakan ada misrepresentansi?“ kata Yusril. 

Apalagi MSAA adalah suatu perjanjian Perdata, dimana didalamnya jelas tertera, jikalau ada perselisihan atau argumentasi misrepresentansi harus diselesaikan melalui Hukum Perdata. Sebelum ada keputusan Pengadilan Perdata yang berkuatan hukum tetap, berarti tidak ada misrepresentansi.

Dalam argumentasinya, Yusril juga menunjuk pada dua saksi atas sangkaan tersebut yang diajukan JPU, yaitu Glenn M Yusuf dan Rudy Suparman. Glenn Yusuf, mantan Ketua BPPN mengakui di muka sidang, pada mulanya ia dalam suratnya menyatakan bahwa SN telah menyatakan bahwa hutang petambak adalah lancar.

Namun kemudian, setelah mendengarkan keterangan kesaksian Farid Harianto mantan Wakil Ketua BPPN bahwa SN tidak pernah hadir dalam rapat, Glenn Yusuf meralat keterangannya sendiri. Glenn menyatakan, dia baru sekarang mengetahui bahwa SN tidak pernah hadir dalam negosiasi. Seketika itu ia merubah pernyataannya dan  menyatakan bahwa pernyataan hutang itu lancar berasal dari advisor. 

Dalam sidang, Glenn juga mengakui bahwa dia sendiri tidak pernah hadir dalam rapat tersebut dan informasi tersebut hanya dia peroleh dari staffnya.

Saksi Rudy Suparman, mantan Direktur Utama Danareksa dalam persidangan menyatakan, SN selaku pemegang saham pengendali BDNI mempresentasikan pinjaman kepada petani tambak sebesar Rp 4,8 triliun sebagai pinjaman lancar melalui advisornya.

Yusril menyimpulkan, keterangan dua orang saksi tersebut justru membuktikan bahwa tidak ada kata-kata atau keterangan dari SN sendiri yang menyatakan “hutang petambak adalah lancar”. Fakta ini didukung oleh pernyataan Glenn Yusuf bahwa SN tidak hadir dalam negosiasi, dengan demikian SN tidak mungkin menyatakan bahwa hutang petambak adalah lancar. Fakta lainnya, Glenn dan Rudy Suparman menyatakan bahwa kata-kata hutang lancar tersebut disampaikan oleh advisornya.

“Ini justru membuktikan bahwa SN tidak pernah menyatakan sendiri. Apakah betul advisor pernah menyatakan hal tersebut, siapa nama advisornya, kapan, dimana, dan terhadap siapa disampaikan? Semua hal itu tidak pernah dibuktikan di pengadilan karena advisor tersebut tidak pernah diperiksa dan tidak pernah memberikan keterangan di persidangan,” ujarnya.

Dan lagipula, tambah Yusril, advisor bukanlah kuasa dari SN, sehingga apabila pun benar (quad non) advisor menyatakan hal itu, tentu SN tidak bisa dimintai pertanggungjawaban karena advisor bukan kuasa dari SN. Advisor tentu hanya dapat menyatakan pendapatnya sendiri, tidak mewakili orang lain. Ini sesuai dengan bantahan SN dalam suratnya tertanggal 12 November 1999, surat mana yang diungkapkan di persidangan.

Yusril juga menyanggah pendapat hukum (legal opinion) LGS bahwa SN telah melakukan misrepresentasi dalam pelaksanaan MSAA.“Apa yang disampaikan oleh LGS hanyalah pendapat atau opini dan bukan fakta hokum. Sedangkan LGS, dalam hal ini Timbul Lubis, memberikan kesaksian sebagai saksi fakta. Pendapat hukum atau opini belaka bukanlah merupakan keterangan saksi yang sah dan yang dapat diterima berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Sehingga keterangannya tidak bernilai secara hukum dan harus dikesampingkan,” tutur Yusril.

Ditambah lagi dalam persidangan Timbul Lubis menyatakan, seluruh data berasal dari BPPN, dan ada sejumlah data yang tidak diberikan karenanya kesimpulannya menjadi tidak lengkap. Mohar

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…