Dilema Harga BBM

Ketika Menkeu Sri Mulyani Indrawati membuka opsi menaikkan harga BBM bersubsidi, serta merta Menteri ESDM Ignasius Jonan menolak. Bahkan Menko Polhukam Wiranto menyindir, Pertamina mengumumkan tidak ada rencana kenaikan harga BBM. Silang pendapat para menteri ini menunjukkan sikap nasionalisme mereka di tengah kemerosotan nilai  rupiah belakangan ini.

Awal  polemik kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bermula ketika Menkeu Sri Mulyani melakukan rapat dengan DPR. Saat itu disampaikan tekanan terhadap nilai tukar sudah sedemikian berat sehingga mendekati level Rp15.000 per US$.

Tidak hanya tekanan rupiah, tekanan harga minyak dunia yang terus membubung juga turut memberi bobot masalah. Harga minyak dunia pada APBN 2018 ditetapkan sebesar US$48 per barel, sementara harga minyak dunia sempat menyentuh level tertinggi di US$79 per barel. Terakhir harga minyak dunia di level US$69, diperkirakan masih akan naik hingga level US$90 per barel.

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka beban impor minyak mentah dunia semakin berat dan itu harus ditanggung oleh PT Pertamina (Persero). Bahkan kabarnya direksi Pertamina juga sudah siap mengumumkan total kerugian akinat menanggung beban penugasan pemerintah ini dalam satu dua hari ke depan. Konon kerugian itu telah mendekati angka Rp40 triliun. Lantas, apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar dan kenaikan harga minyak dunia?

“Antara lain penyesuaian harga BBM bersubsidi,  pemberian potongan pajak kepada industri padat karya berorientasi ekspor,” ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam ‘Laporan Jawaban Pemerintah atas Tanggapan Fraksi  DPR Tentang RAPBN 2019 beserta Nota Keuangan’

Usulan untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi seperti premium dan solar memang dikemukakan oleh mantan Menteri Keuangan Chatib Basri yang menekankan, kekhawatiran ekonomi saat ini memang ada pada defisit transaksi berjalan (current account deficit–CAD). Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan. Nah, muncul usulan sebaiknya harga BBM dinaikkan.

Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. Para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil

Selain menyesuaikan harga bensin bersubsidi, Sri Mulyani juga bakal mengenakan pajak tambahan untuk produk mewah, dan menurunkan tarif impor untuk barang yang digunakan untuk kegiatan ekspor. Jadi, dalam kondisi seperti sekarang ini solusi yang paling masuk akal untuk mengurangi tekanan fiskal adalah menaikkan harga premium dan solar.

Tentu saja renana kebijakan Sri Mulyani tersebut bertentangan dengan kehendak Presiden Jokowi. Sebelumnya Jokowi  bersikukuh,  silakan ambil kebijakan apapun untuk mempertahankan nilai tukar, asal jangan menaikkan BBM bersubsidi.

Bahkan lewat Peraturan Presiden No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, Presiden juga telah menetapkan harga BBM. Termasuk harga premium ditetapkan Rp6.550 dan solar Rp5.150 per liter hingga 2019.

Namun apa daya, tekanan terhadap rupiah yang terus menerus dan tiada henti hingga rupiah di pasar spot sudah bertengger di level Rp14.910 per US$ saat kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi itu diambil. Kalau solusi kenaikan BBM bersubsidi tidak dijalankan,maka  Pertamina terancam rugi antara Rp30 triliun hingga Rp40 triliun hingga akhir tahun.

Pertamina sendiri, pengakuannya, inginnya mengikuti harga minyak dunia. Tapi apa daya daya masyarakat tidak sekuat yang diharapkan. Karena itu dengan meniadakan kenaikan harga BBM bersubsidi, maka Pertamina membantu mempertahankan daya beli masyarakat. Situasi dilematis ini bak buah simalakama yang sangat sulit untuk diputuskan.

 

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…