Rupiah Melemah, Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Hasil evaluasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap penerimaan negara di sub sektor minyak dan gas bumi (migas) yang menunjukkan torehan angka positif pada semester pertama 2018, menjadi salah satu dasar bagi Pemerintah untuk tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Hal ini juga ditegaskan Menteri ESDM, Ignasius Jonan seperti dikutip Antara, kemarin. "Pemerintah tidak merencanakan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat," ujarnya. Sementara itu, informasi yang dihimpun, melalui Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi lebih lanjut menguraikan, "Untuk semester pertama 2018 angka penerimaan negara dari migas ini mencapai 6,57 miliar dolar AS, tahun lalu pada periode yang sama angkanya 4,68 miliar dolar AS. Nilainya naik 1,89 miliar dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun," tutur Agung di Jakarta.

Di sisi lain, lanjut dia, subsidi BBM jenis solar yang digelontorkan Pemerintah tahun ini ditambah Rp 1.500 per liter, dari sebelumnya Rp 500 di 2017 menjadi Rp 2.000 per liter di 2018. "Realisasi penyaluran solar pada semester 1 tahun 2018 ini sebesar 7,2 juta KL (Kilo Liter), dikalikan tambahan subsidi Rp 1.500 menjadi sekitar Rp 10,8 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan penerimaan negara yang kita punya di semester 1 ini (Rp 28 triliun). Bahkan Rp 28 triliun tersebut sudah bisa menutup beban tambahan subsidi sampai akhir tahun 2018, dimana kuota solar total mencapai 14,5 KL," jelasnya.

Agung optimis, tren neraca migas yang menunjukkan sinyal positif di semester pertama 2018 ini juga masih akan berlanjut di semester kedua 2018. "Melihat ini semua apakah perlu BBM naik? Saya pikir tidak," katanya. Selain itu, dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan impor dan memperkuat devisa, Kementerian ESDM juga telah menetapkan kebijakan strategis mulai dari penataan ulang proyek ketenagalistrikan, penerapan perluasan mandatori B20, meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), hingga kebijakan hasil ekspor sumber daya alam untuk penguatan devisa nasional. "Kami harap semua pihak dapat mendukung kebijakan Pemerintah demi melindungi bangsa dan rakyat Indonesia," ujar Agung.

Sementara itu, Pengamat energi Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, menilai memang sudah saatnya penyesuaian harga BBM subsidi tersebut dilakukan. Pasalnya, secara keekonomian, dengan menaikkan harga BBM, itu berarti dilakukan upaya untuk mengendalikan konsumsi (demand) secara tidak langsung. “Karena, dengan harga BBM yang lebih tinggi orang akan terdorong untuk mengonsumsi BBM secara lebih rasional,” ujar Pri Agung.

Lebih lanjut, ia mengakui memang nantinya akan ada inflasi. Kendati demikian, pada dasarnya harga BBM memang sudah perlu dilakukan penyesuaian sejak 2016 lalu. Usulan untuk menyesuaikan harga bensin, memang dikemukakan oleh mantan Menteri Keuangan Chatib Basri yang menekankan, kekhawatiran ekonomi saat ini memang ada di Current Account Deficit (CAD).

"Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan sebaiknya harga BBM dinaikkan," kata Chatib. Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. "Tetapi para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil," tegas Chatib.

 

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…