BI Guyur Rp11,9 Triliun Di Pasar Sekunder - Kurangi Tekanan ke Rupiah

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia sudah mengucurkan Rp11,9 triliun untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, dengan masuk ke pasar sekunder dan membeli Surat Berhargan Negara (SBN) yang dilepas investor asing. Operasi membeli kembali (buyback) SBN sebesar itu terhitung sejak Kamis (30/8) yang sebesar Rp3 Triliun, Jumat (31/8) Rp4,1 Triliun, Senin (3/8) Rp3 Triliun dan Selasa (4/8) Rp1,8 Triliun. "Kamis dan Jumat pekan lalu maupun Senin dan Selasa kemarin, kami beli SBN," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, seperti dikutip Antara, kemarin.

Operasi di pasar SBN merupakan bagian dari intervensi BI ketika nilai tukar rupiah sudah jauh dari level fundamentalnya. Bank Sentral juga melakukan intervensi di pasar valas dengan memastikan pasokan valas tersedia. "Kami fokus saat ini untuk stabilisasi," ujar Perry menegaskan. Selain operasi pasar, Bank Sentral mengaku sudah berkomunikasi dengan dunia usaha untuk lebih banyak menaruh dana hasil ekspornya di dalam negeri dan juga tidak memborong dolar AS berdasarkan spekulasi.

Pembelian valas, ujar Perry, diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, BI juga mengupayakan penurunan biaya untuk barter valas dan juga barter untuk keperluan lindung nilai agar korporasi tidak melakukan pembelian valas dalam jumlah besar di sekali waktu. Pergerakan nilai tukar rupiah masih dibayangi tekanan dengan bergerak ke posisi Rp14.922 per dolar AS. Secara tahun berjalan, sejak awal Januari 2018 hingga saat ini, rupiah sudah melemah 8,2 persen.

Dalam kesempatan sebelumnya, Direktur Strategi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini didorong karena masalah sentimen. Hal ini didorong dari krisis keuangan yang terjadi di Turki, Argentina dan Brazil. Budi menilai, krisis keuangan yang terjadi di negara tersebut diduga mirip dengan Indonesia pada 1998.

Budi menuturkan, efek krisis keuangan yang terjadi di Turki dan Argentina itu berdampak terhadap negara berkembang termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia juga mencatatkan defisit perdagangan dan transaksi berjalan. Tercatat defisit transaksi berjalan sudah mencapai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat sebesar USD 8 miliar.

Angka itu meningkat dibandingkan periode sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dari kuartal I 2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar. Budi mengatakan, pemerintah perkuat ekonomi dengan infrastruktur sehingga butuh barang impor dan pembangunan infrastruktur dilakukan di tengah Amerika Serikat (AS) memperketat kebijakan moneternya. Hal tersebut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Budi menambahkan, kondisi nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS pada 2018 berbeda dari situasi 1998. "Sekarang tidak seperti 1998. Indonesia sudah bertobat. Ada hal yang buat kondisinya berbeda. Pertama, sekarang flexible rate, dulu fixed rate ketika rupiah melemah utang perusahaan jadi lebih besar dari aset. Kemudian sekarang bank sudah ada yang mengawasi," ujar Budi. Ia menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ini jadi momen pemerintah untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dan meningkatkan ekspor.

"Pelemahan rupiah obat tata diri kurangi impor, bisa genjot ekspor dan manfaatkan tourism sehingga jaring dolar AS," ujar Budi. Dalam laporan menyikapi gejolak rupiah, Budi menyebutkan, faktor kenaikan suku bunga, penguatan dolar Amerika Serikat (AS), dan kenaikan harga minyak ini memukul negara berkembang yang banyak berutang valas dan impor bahan bakar minyak. "Sentimen terhadap negara berkembang saat ini cenderung memburuk seperti ditunjukkan oleh pelebaran angka credit default swap dan JP Morgan emerging market spread. Fenomena yang kemudian terjadi adalah rotasi investasi antar aset dan antar regional menuju negara maju,” tutur dia.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…