UPAYA KENDALIKAN DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN - Presiden Minta Menteri Selesaikan Setahun

Jakarta-Presiden Jokowi perintahkan para menterinya untuk segera bergerak dalam menyelesaikan permasalahan defisit transaksi berjalan (current account deficit-CAD) dalam jangka waktu satu tahun. Pasalnya, Jokowi yakin bahwa persoalan CAD merupakan salah satu biang 'keladi' pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini yang mendekati Rp 15.000 per US$.

NERACA

"Sudah saya perintahkan supaya masalah bisa selesai dalam waktu tidak lama, satu tahun harus selesai, agar setiap hari, setiap jam pikiran tidak hanya memperhatikan pergerakan kurs yang naik turun," ujar Kepala Negara di Jakarta, Rabu (5/9).

Menurut Presiden, para menterinya sudah merumuskan beberapa langkah agar defisit transaksi berjalan bisa segera dibenahi. Pertama, melaksanakan program pencampuran 20% biodiesel (B20) dalam BBM jenis solar dan memantau terus pelaksanaan program tersebut. Dengan melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah menargetkan bisa menghemat devisa untuk impor minyak sebesar US$5 miliar hingga US$6 miliar per tahun.

Kedua, mempertegas pemanfaatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam kegiatan perekonomian di dalam negeri agar impor bisa ditekan. "Kalau semua bisa pakai komponen dalam negeri, nanti ada penghematan US$2 miliar sampai US$3 miliar," ujarnya.  Ketiga, menggenjot kinerja ekspor dan investasi. Saat ini, pemerintah tengah mencari dan merumuskan kebijakan, insentif agar investasi dan ekspor bisa digenjot.

Jokowi juga mengakui, pelemahan nilai tukar rupiah belakangan banyak disebabkan oleh faktor global. Faktor utama yang ia sebut menjadi biang kerok pelemahan rupiah adalah perang dagang yang digaungkan AS dan juga krisis ekonomi di sejumlah negara berkembang, seperti Turki dan Argentina.

Sudah pasti rupiah terkena imbas dari permasalahan ekonomi tersebut. Sebab, memang tidak banyak faktor internal yang membuat nilai tukar rupiah melemah dalam. Meski demikian, Jokowi tidak mau jajarannya tinggal diam. Dia tidak ingin masalah tersebut ikut menekan kondisi ekonomi dalam negeri.

Oleh karena itu, Jokowi meminta semua menterinya untuk mencari cara agar imbas negatif dari masalah ekonomi global tersebut tidak semakin memukul ekonomi dalam negeri, dengan menggenjot ekspor dan investasi.

Seperti diketahui pada kuartal II-2018, CAD  sudah mencapai 3% dari PDB, untuk itu Jokowi memberikan waktu setahun pada para menterinya untuk mengatasi masalah tersebut. "Kuncinya untuk mengatasi itu, ya investasi dan ekspor yang harus meningkat. Kalau ini bisa diselesaikan, masalah selesai," ujarnya.

Sementara itu, nilai tukar rupiah merosot dalam pada perdagangan pekan ini yang mencapai di atas Rp14.900 per US$. Dengan pelemahan kemarin, sejak awal tahun rupiah sudah anjlok lebih dari 10 persen. Agar masalah tersebut tidak berlarut-larut, ia juga meningkatkan koordinasi dengan tim ekonominya.  "Saya terus melakukan koordinasi fiskal, moneter, dengan industri, pelaku usaha dan saya kira semua sudah segaris," katanya.

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa CAD pada kuartal II-2018 tercatat US$ 8 miliar, atau 3% dari PDB. Angka itu meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang hanya 1,96%, dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang tercatat 2,2% dari PDB atau US$ 5,5 miliar.  "Perlu juga saya ingatkan kepada kita semua, dua hal penting yakni ekspor dan investasi ini akan menguatkan ekonomi kita," tegas Jokowi.

Jokowi mengingatkan, jangan harap dapat menyelesaikan masalah fundamental ekonomi yang kuat seperti yang diharapkan. "Kalau itu bisa kita lakukan, dengan ekspor devisa meningkat dan neraca perdagangan akan semakin stabil dan membaik," ujarnya.

Presiden juga berharap, agar CAD ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat. Oleh karenanya, sejumlah langkah yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk menutupi defisit transaksi berjalan seperti halnya penerapan B20. "Pertama telah kita proses dan ini sudah berjalan mengenai B20 ini akan mengurangi impor minyak. Kemudian kalau CPO kita pakai sendiri atau B20 artinya suplai ke pasar akan menjadi turun sehingga kita harapkan harga CPO kita naik," ujarnya.

Sebelumnya data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia periode Januari hingga Juli 2018 mencapai US$104,24 miliar. Sedangkan impornya secara akumulatif sebesar US$107,32 miliar di waktu yang sama, sehingga Indonesia mencatat defisit US$3,08 miliar dalam tahun ini.  

Sementara itu, Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) di kuartal II-2018 tercatat 5,87% atau melemah dari kuartal sebelumnya 7,95%. Ini merupakan pertama kalinya pertumbuhan PMTB menyetuh angka 5% sejak sebelumnya selalu menembus 7% sejak kuartal III-2017. "Tanpa itu (investasi dan ekspor) jangan harap kita bisa menyelesaikan masalah fundamental ekonomi yang kuat seperti yang kita inginkan," ujarnya.

Batasi Impor

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung langkah pemerintahan Jokowi-JK yang membatasi 500 komoditas impor guna memperbaiki defisit perdagangan dan keuangan negara, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).  "Harapan kita dari dulu memang bagaimana bisa menggunakan produk-produk dalam negeri. Tidak bergantung pada produk impor atau raw material dari impor," ujar Kepala Komite Tetap Kadin Bidang Logistik, Supply Chain dan ESDM, Nofrisel di Jakarta, kemarin.

Meski demikian, industri sebenarnya juga tidak bisa disalahkan seutuhnya atas penggunaan non-local content. "Tapi industri juga nggak bisa disalahkan, karena tidak semua produk itu tersedia di dalam negeri. Ini yang kemudian implikasinya hampir-hampir dikatakan neraca perdagangan kita negatif," ujarnya.

Sebagai upaya mengurangi tekanan CAD, Kadin menegaskan bakal mendukung kebijakan pemerintah. Namun itu diikuti dengan relaksasi kebijakan atau regulasi yang juga fleksibel terhadap industri. "Kami mendukung dengan catatan bahwa implementasinya juga harus lebih fleksibel, tidak membuat industri semakin memburuk. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap diikuti pembangunan atmosfir bagi industri untuk tumbuh secara baik di dalam negeri," ujarnya.

Secara terpisah, anggota Komisi XI DPR RI dari FPKS Ecky Awal Mucharam mengingatkan pemerintah untuk fokus membereskan persoalan fundamental untuk menyelamatkan rupiah. “Rupiah sudah menembus  Rp15.000 per US$. Pemerintah jangan hanya beralibi menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebabnya, tapi fokus bagaimana mengambil kebijakan yang dapat memperkuat fundamental ekonomi”, ujarnya di Jakarta, Rabu (5/9).

Sebagaimana diketahui, hari ini nilai tukar Rupiah terhadap US$ sudah menembus Rp15.000. Angka ini merupakan angka terendah sejak krisis 98 dan telah melampaui level nilai tukar terendah pada tahun 2015.

Ecky menjelaskan, “Di pasar yang terbuka ini, tentu saja ada sentimen dari krisis di Argentina dan Turki terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US$. Gonjang-ganjing di Emerging Market ini berawal dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat pada September dan ditambah dengan perang dagang AS. Hal itu mendorong investor menarik dananya dari emerging market untuk mencari safe heaven,” ujarnya.

Namun demikian, situasi ini semestinya sudah bisa diantisipasi mengingat kenaikan suku bunga The Fed sudah diprediksi jauh-jauh hari mengikuti siklus ekonomi di AS yang membaik. “Hal ini menjadi masalah karena Indonesia tanpa capital outflow sekarang pun, kita terus mengalami defisit ganda sejak beberapa waktu kebelakang. Yaitu defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal,” ujarnya.

Menurut dia, rupiah semakin tertekan karena defisit neraca transaksi berjalan sudah mencapai 3% dari PDB di Triwulan-II kemarin, karena tingginya kebutuhan impor minyak dan impor industry, serta diperparah dengan impor-impor produk pertanian. “Sementara secara fiskal kita terus menumpuk utang untuk menutup defisit APBN, yang pembayaran bunganya kepada investor asing terus menyedot devisa kita,” ujarnya.

 Nilai Rupiah yang terus turun sangat berpengaruh terhadap pelaku ekonomi nasional, bukan hanya bagi sektor swasta tetapi juga pemerintah. Cicilan utang akan melonjak sehingga akan membebani perusahaan. “Biasanya, biaya tersebut dialihkan ke konsumen, sehingga berpengaruh terhadap daya beli. Pemerintah pun akan membutuhkan lukuiditas lebih besar untuk cicilan bunga utang. Sementara dengan kebijakan pengetatan suku bunga dan pembatasan impor, tentu akan mengurangi output perekonomian dan konsekuensinya target pertumbuhan 5,4% di 2018 akan sulit dicapai,” ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…