Menanti Kebangkitan Properti Generasi Millennial

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Satu sisi kesadaran masyarakat terutama kelompok usia 21-29 tahun atau yang dikenal dengan Generasi Millennial untuk memiliki rumah layak huni terus meningkat. Namun di sisi lain, mereka masih terkendala dalam melakukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) lantaran tingginya down payment (DP) yang diberlakukan perbankan.

Tidak heran, demi mewujudkan impiannya tersebut hampir setengah dari Generasi Millennial harus bersabar menunggu waktu 3 – 5 tahun sekedar untuk melunasi DP KPR. Bahkan, banyak di antara mereka yang putus asa lantaran tidak sanggup menyediakan dana besar di awal bagi pembelian rumah. Ditambah, ribetnya proses pengajuan kredit serta kenaikan harga rumah yang lebih cepat ketimbang peningkatan penghasilan mereka.

Melihat kesulitan tersebut, pada Agustus silam, Bank Indonesia mengambil langkah strategis, kembali melakukan relaksasi ketentuan Loan to Value (LTV) KPR perbankan. Salah satunya, memberikan kebebasan bagi bank-bank berkinerja baik untuk menentukan besaran DP KPR-nya hingga 0 persen. “Melalui kebijakan ini, diharapkan aktivitas bisnis sektor properti semakin menggeliat sehingga secara konsisten masih bisa menjadi mesin penggerak perekonomian nasional yang hingga kini masih cenderung melandai,” ungkap Linda Maulidina, Direktur Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, pada diskusi Indonesia Housing & Creative Forum, bertajuk: DP KPR 0 Rupiah Dongkrak Kebangkitan Properti Generasi Millennial, di Jakarta, Selasa (4/9).

Executive Vice President Non Subsidized Mortgage and Consumer Lending Division PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Suryanti Agustinar mengatakan, pihaknya sebagai market leader di pembiayaan properti sudah sejak lama menawarkan DP KPR rendah. Untuk itu, kami menyambut baik relaksasi LTV KPR oleh BI. Ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kami untuk menggenjot penyaluran pembiayaan properti, katanya.

Diakui Ketua Dewan Kehormatan Real Estate Indonesia (REI) Lukman Purnomosidi, relaksasi LTV yang dilakukan BI mulai menunjukkan hasil. Kendati masih belum menyeluruh, tapi saat ini mulai banyak pengembang bekerjasama dengan perbankan melakukan promo menarik guna menggairahkan pasar. Ke depan, saya berharap semakin banyak developer yang menawarkan berbagai kemudahan transaksi kepemilikan rumah bagi masyarakat khususnya kalangan berpenghasilan rendah, sehingga pasar properti semakin bergairah, ujar Lukman.

Sementara itu, Managing Director SPS Group Asmat Amin mengaku tetap konsisten membangun hunian terjangkau bagi masyarakat termasuk Generasi Millennial. Konsistensi itu ditunjukkan dengan pembangunan rumah terbanyak secara nasional selama tiga tahun berturut-turut, sejak 2015-2017. “Sedikitnya, kami selalu berhasil membangun hunian lebih dari 15 ribu unit per tahun dengan harga terjangkau,” ungkapnya.

Menurut Asmat Amin, hal itu dilakukan sebagai upaya membantu Pemerintah menyelesaikan persoalan backlog kesenjangan antara jumlah pasokan dengan permintaan hunian yang hingga sekarang masih tergolong tinggi. Dimana, backlog rumah tahun ini masih menganga di angka 11 juta unit. Di sisi lain, kebutuhan hunian terus meningkat sekitar 800 ribu unit per tahun.

Bagi Pemerintah, memperkecil angka backlog rumah bukanlah perkara mudah. Karenanya, seluruh elemen bangsa harus bahu-membahu membantu merealisasikan pembangunan Sejuta Rumah. Untuk itu, SPS Group hingga kini masih tetap komit membangun hunian terjangkau bagi MBR, ucapnya.

Dia menyarankan agar dalam lima tahun ke depan Pemerintah membuat program pembangunan rumah bagi MBR tersendiri yang lebih massif, terstruktur, dan terencana guna mengatasi persoalan tersebut. Selain itu, Pemerintah juga harus berani menawarkan insetif yang menarik bagi dunia usaha sehingga developer baik BUMN maupun swasta dengan sendirinya berbondong-bondong membangun hunian terjangkau bagi MBR.

Saat ini, kan hampir semua developer enggan membangun hunian murah lantaran belakangan ketersediaan tanah untuk pengembangan hunian MBR di sejumlah wilayah strategis sudah semakin langka. Kalaupun ada, pasti harganya sudah selangit yang sulit dijangkau oleh pengembang. Apalagi bila skala bisnis mereka kecil dengan kemampuan finansial yang minim, ucapnya.

 

BERITA TERKAIT

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…