Batubara Milik Siapa?

Oleh : Munib Ansori

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Kita patut geram dengan kebijakan pemerintah mendorong ekspor batubara secara membabi-buta. Geram, karena sesungguhnya cadangan batubara kita tak seberapa. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, stok batubara di perut bumi Indonesia hanya sebesar 21,1 miliar ton, jauh di bawah kepunyaan China yang mencapai 115 miliar ton atau ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Utara dan Rusia.

Dengan cadangan 21,1 miliar ton, batubara Indonesia akan segera ludes dalam waktu paling lama 60 tahun ke depan. Itu pun dengan catatan jika ekspor tidak dilakukan secara jor-joran. Sebab, pengusaha kini tengah “berbulan madu” mendulang keuntungan dari hasil ekspor tak terkendali produk tambang yang satu ini.

Setali tiga uang, pemerintah juga basah kuyup diguyur duit Rp108 triliun dari mineral dan batubara pada 2012, di mana 80% di antaranya disumbang oleh sektor batubara. Maka tidak heran jika Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) bakal menggenjot produksi batubara sebesar 380 juta ton di 2012, naik 10% dibanding produksi tahun lalu.

Nah, dari sekitar 370 juta ton produksi batubara nasional sepanjang 2011, 80% penjualannya didominasi pasar ekspor, sedangkan penyerapan pasar domestik masih sangat rendah yakni sekitar 20%. Dari total produksi nasional itu, lebih dari 50% dari ekspor batubara kita berkalori rendah di bawah 5.500 kcal/kg. Kendati pemerintah telah menetapkan target domestic market obligation (DMO) batubara sebesar 82,07 juta ton atau 24,72% dari produksi nasional tahun ini, perusahaan lokal belum mampu penuhi kualitas batubara sesuai kebutuhan pasar dalam negeri. Jadi, sebenarnya batubara ini milik siapa?

Yang jelas, buruknya pengelolaan batubara, khususnya kebijakan pemerintah aji mumpung membuka lebar keran ekspor, menjadi biang keladi suramnya masa depan energi nasional. Kelak Indonesia akan muncul sebagai negara net importir batubara. Padahal, ke depan, harga batubara bakal terus membubung tinggi seiring menguatnya harga minyak bumi. Saat ini, harga batubara telah mencapai US$110 per ton, naik lebih dari 55% dibanding awal 2011.

Coba bayangkan, jika dalam setahun harga batubara naik 55%, berapa besar kenaikan harga produk tambang ini yang akan ditanggung anak cucu kita 60 tahun mendatang. Karena itu, membanjirnya investor asing yang menanam duit di pertambangan batubara patut dicemaskan lantaran bisa mengakselerasi penggerogotan cadangan batubara di negeri ini.

Kita tak perlu malu menjiplak apa yang dilakukan pemerintah China. Meski punya cadangan hingga 115 miliar ton, negeri Tirai Bambu itu kini agresif mencari tambang di manca negara, sementara dalam waktu bersamaan menutup rapat-rapat keran ekspor batubaranya.

Padahal, selama dua dasawarsa, raksasa ekonomi dunia itu tampil sebagai eksportir terbesar di dunia. Barangkali, karena sayang anak cucunya, China akhirnya sadar untuk menghemat cadangan batubara yang niscaya akan habis. Kalau demikian, kapan pemerintah kita mau sadar?

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…