Tekanan Rp Membuat Pelaku Industri Mamin Risau

NERACA

Jakarta – Data ekonomi positif yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dengan deflasi Agustus 2018 sebesar 0,05%. Kendati deflasi pada Agustus membuat inflasi di tahun kalender dari Januari-Agustus 2018 sebesar 2,13% dan year on year (yoy) 3,20%, rupanya tidak sejalan dengan tren nilai tukar rupiah yang justru ditutup anjlok pada perdagangan valas, Senin (3/9) awal pekan kemarin. Rupiah ditutup melemah 105 poin atau 0,71% ke level Rp14.815 per dolar AS dan merupakan level terendah dalam 20 tahun terakhir.

Merespon kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) langsung bereaksi dengan melakukan intervensi. Tidak hanya di pasar valas, BI juga melakukan buyback di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Tentunya tren pelemahan rupiah, dimanfaatkan investor saham untuk menunda melakukan aksi beli dan membawa laju indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup melemah 50,88 poin atau 0,85% menjadi 5.967,58. Sebanyak 261 saham melemah, berbanding 133 saham menguat. Sedangkan 109 saham tak bergerak. 

Tercatat sepanjang perdagangan awal pekan kemarin, ada 5,9 miliar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi Rp 4,99 triliun. Seluruh sepuluh sektor melemah. Sektor industri dasar paling melemah dengan penurunan 1,91%, diikuti aneka industri sebesar 1,79%. Dampak yang dirasakan dari pelemahan rupiah adalah pelaku industri makanan dan minuman. Pasalnya, pelaku industri ini banyak menggantungkan diri dari bahan baku impor, seperti gandum untuk bahan baku industri roti dan mie. Industri tahu dan tempe juga banyak mengandalkan impor kedelai dari Amerika Serikat (AS). Tak ayal, pengusaha makanan dan minuman khawatir efek pelemahan rupiah dibandingkan ancaman perang dagang.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman mengakui, mayoritas bahan pangan Indonesia berasal dari impor. "Gandum jelas impor, karena kita tidak bisa produksi. Produk susu 80% impor, garam 70% impor, gula 80% impor dan bahan perasa dan pewarna 60%-70% impor," kata Adhi.

Sentimen negatif nilai tukar rupiah, menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso hanya bersifat sementara. Bahkan dirinya menegaskan, saat ini kondisi perbankan nasional masih dalam kondisi aman. “Kondisi perbankan aman. Insyallah temporary, sementara. Ini karena sentimen negatif. Kita biasa volatile," kata Wimboh di Jakarta, kemarin.

Dirinya menegaskan, sejauh ini tidak ada yang cukup mengkhawatirkan. Namun demikian, lanjut Wimboh, pihaknya akan terus memperkuat koordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, untuk mengantisipasi dinamika ketidakpastian perekonomian global.”Koordinasi lebih bagus, ngomong ke publik supaya masyarakat tidak khawatir. Semua punya plan yang bagus. Komunikasi nomor satu," tandasnya.

Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah akan bertindak tegas terhadap spekulan yang mencari untung besar bahkan ikut-ikutan membuat rupiah makin melemah.”Kita bersama Komite Stabiitas Sistem Keuangan (KSSK) akan meneliti dan monitor detail tingkah laku dari pelaku pasar mana yang butuh transaksi yang legitimate atau yang sah dan mana transaksi yang tidak legitimate atau tidak sah," katanya.

Dijelaskan Sri Mulyani lebih jauh, hanya importir yang jelas bisnisnya bisa melakukan impor. Seperti importir bahan baku dan barang modal.”Legitimate itu kalau kita impor kebutuhan bahan baku, barang modal dan bisnisnya ada. Dia membutuhkan untuk membayar utang kembali. Jadi memang ada kebutuhan yang legitimate (sah). Kalo tidak, dia akan melakukan sesuatu yang spekulatif," tegas Sri Mulyani.

Lebih jauh, Sri Mulyani mengatakan saat ini situasi eksternal memang bergejolak. Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperbaiki fundamentalnya.”Kalau kita hadapi situasi eksternal, maka kita harus berasumsi perkuat fundemental. Tidak bisa katakan kita tidak kuat. Kita langsung lihat pada pondasinya mana faktor yang dianggap sumber sebagai titik yang dianggap lemah. Sekarang dianggap lemah neraca pembayaran," kata Sri Mulyani.

Asal tahu saja, dibalik penguatan dolar AS biasanya banyak dimanfaatkan pelaku pasar untuk mencari keuntungan yang justru tidak mau menukarkan dolarnya ke rupiah. Apalagi, saat ini terjadi keketatan likuiditas dolar di pasar yang mengakibatkan rupiah jatuh ke Rp 14.800/US$. Biasanya, mereka para eksportis tidak mau lepas dolarnya dan mematok di level kurs di atas lebih tinggi. Apabila sudah lebih dari yang dipatok, baru mau melepas dolarnya dan imbasnya stok dolar di pasar kurang. bani

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…