PERTAMA KALI TAHUN INI, AGUSTUS DEFLASI 0,05% - Menkeu: Deflasi Kondusif Jaga Stabilitas Ekonomi

Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, angka deflasi Agustus 2018 masih cukup kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global. "Kami melihat angka deflasi yang muncul atau angka inflasi sampai Agustus ini masih cukup kondusif bagi kita untuk terus menjaga stabilitas. Saya rasa hasil ini stabilitas dari harga harga ini menjadi salah satu komponen yang penting," ujarnya di Jakarta, Senin (3/9).

NERACA

Menghadapi kondisi deflasi untuk pertama kalinya dalam tahun ini, pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga agar seluruh komponen ekonomi dalam negeri terjaga. Pemerintah juga akan menjaga agar pengaruh fluktuasi nilai tukar rupiah tidak terlalu memicu inflasi impor atau imported inflation Indonesia.

"Untuk itu kita akan terus menjaga seperti yang selama ini udah dikomunikasikan sumber inflasi, potensi, pada bulan-bulan ke depan. Seperti harga pangan, kemudian kalau sampai terjadi imported inflation," ujar Sri Mulyani.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Agustus 2018 mengalami deflasi sebesar 0,05%. Angka ini berbanding terbalik dibandingkan Juli 2018 yang mengalami inflasi sebesar 0,28%. Deflasi Agustus 2018 tersebut lebih rendah dibandingkan Agustus 2017 yang mengalami deflasi 0,22 persen.

Menurut Kepala BPS Kecuk Suhariyanto,  dengan deflasi ini berarti tingkat inflasi tahun kalender Januari-Agustus sebesar 2,13%. Sedangkan inflasi tahun ke tahun Agustus 2018 ke Agustus 2018 tercatat 3,20%.  ‎"Inflasi pada Agustus 2018, berdasarkan perkembangan harga berbagai komoditas pada Agustus secara umum mengalami penurunan. Ini menggembirakan karena di bawah target, diharapkan inflasi tetap terkendali," ujarnya.  

Dia mengatakan, pada 2017, deflasi terjadi sebanyak dua kali yaitu Maret dan Agustus, sedangkan pada 2016 terjadi sebanyak tiga kali yaitu pada Februari, April dan Agustus. Namun pada tahun ini, deflasi baru terjadi pada Agustus. "Pada Agustus, terjadi deflasi sebesar 0,05%. Ini merupakan deflasi pertama pada 2018," ujarnya.

Suhariyanto mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir, pada Agustus memang selalu mencatatkan tren deflasi. Namun tidak menutup kemungkinan di bulan-bulan selanjutnya akan kembali terjadi deflasi. "Mungkin tidak pada bulan berikutnya terjadi deflasi? Ya bisa saja," kata dia.

Namun syaratnya, menurut dia, pemerintah harus bisa menjaga harga pangan terus turun dan tidak kembali bergejolak. "Jadi bisa saja kalau kita bisa betul-betul mengendalikan harga pangan tidak bergejolak dan menurun dari waktu ke waktu. Kalau ternyata harga-harga bahan makanan tidak bisa dikendalikan ya bisa inflasi. Di sini pengaruh besar pada bahan makanan," ujarnya.

BPS juga mencatat harga beras eceran Agustus 2018 menurun tipis 0,01% secara bulanan, mengikuti penurunan harga beras di tingkat grosir yang menurun 0,31%.

Menurut Suhariyanto, penurunan harga beras sudah terjadi dari tingkat penggilingan.       
Menurut data BPS, harga beras kualitas premium turun 0,65% dari Rp9,520 menjadi Rp9.458 per kg. Harga beras kualitas medium pada Agustus kemarin berada di angka Rp9.172 per kg, atau turun 0,28% dari posisi Juli Rp9.198 per kg.

Terakhir, harga beras kualitas rendah turun 0,42 persen dari Rp9.015 per kg menjadi Rp8.977 per kg. "Jadi memang harga beras di penggilingan ini tercatat turun dibanding bulan kemarin untuk semua jenis kualitas beras," ujarnya.

Menariknya, harga yang menurun tipis ini justru tak berdampak banyak pada deflasi bulan Agustus. Komponen bahan makanan memang mengalami deflasi 1,1%, namun itu justru didorong oleh penurunan harga telur ayam ras dan bawang merah dengan andil deflasi masing-masing 0,24% dan 0,06%. "Harga beras tidak berkontribusi apapun pada deflasi. Apalagi inflasi," papar dia.

Meski harga beras terpantau turun, namun harga penjualan Gabah Kering Panen (GKP) justru meningkat. BPS mencatat GKP di tingkat petani naik 3,05% dari Rp4.633 menjadi Rp4.744 per kg. Sementara itu, GKP di tingkat penggilingan juga naik 3,27% pada periode yang sama.

Suhariyanto mengakui kenaikan harga GKP yang diikuti penurunan harga beras ini merupakan anomali. Dia menduga, anomali ini disebabkan karena gabah yang digiling merupakan stok dari panen bulan-bulan sebelumnya, sehingga kenaikan harga GKP tidak berkorelasi langsung dengan penurunan harga beras.

"Namun harga GKP tinggi ini menunjukkan bahwa panen sudah menurun. Kalau dilihat kenaikan harga gabah, catatan BPS menunjukkan di Lampung sampai 7%, Jateng 8,7%, Banten 14,09%, ini yang harus diwaspadai," ujarnya.

Kenaikan GKP ini, menurut dia,  juga berimbas pada perbaikan nilai tukar petani (NTP) untuk sektor tanaman pangan yang juga naik 1,28%. Meski demikian, pemerintah tak boleh berpangku tangan. Masa tanam padi pada Oktober mendatang disertai stok yang berkurang bisa jadi membuat harga beras melonjak lagi.

Suhariyanto mengatakan, dari 82 kota IHK, 52 kota mengalami deflasi. Sedangkan 30 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi dialami Kota Baubau sebesar 2,49% dan deflasi terendah yaitu Jember sebesar 0,01 persen. "Deflasi tertinggi di Baubau‎. Karena penurunan harga ikan segar dan transportasi udara," ujarnya.

Sedangkan kota yang mengalami inflasi tertinggi yaitu Tarakan 0,62% dan inflasi terendah yaitu Padangsidempuan dan Medas sebesar 0,01%.

Kenaikan PPh Impor

Pada bagian lain, pemerintah dalam waktu dekat berencana menaikkan tarif PPh impor tertinggi sebesar 10% untuk produk hilir, seperti barang jadi dan konsumsi. Sementara, komoditas jenis bahan baku dan penolong dikenakan tarif impor lebih rendah, yakni 2,5%. "Kami kaji beberapa kode HS. Jadi, untuk bahan baku dan penolong, kami pilih yang lebih rendah. Untuk barang antara 7,5% dan produk hilir 10%," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Kemenko Perekonomian, Senin (3/9).

Kendati begitu, kepastian tarif berdasarkan kode HS komoditas masih terus dibahas pemerintah dan akan difinalkan pada bulan ini agar kebijakan dapat segera diimplementasikan. Tujuannya, agar segera memberi dampak pada pemulihan defisit transaksi berjalan.

Sebelumnya, kebijakan pengenaan tarif PPh impor pada komoditas impor sejatinya sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017. Namun, demi memulihkan defisit transaksi berjalan, maka daftar komoditas impor itu ditinjau kembali.

Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani juga memastikan bahwa komoditas impor yang pengenaan tarif PPh impor dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek di luar jenis barang.
Pertimbangan itu, yakni kemampuan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memproduksi barang tersebut, penciptaan efek penggandanya (multiplier effect), dan kemampuan produksi dalam negeri.

Selain melalui kebijakan pembatasan impor, pemerintah juga memaksimalkan kebijakan pencampuran biodesel sebesar 20% di Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar (B-20) untuk mengurangi impor.

Kemudian, pemerintah juga melakukan substitusi atas komoditas impor hingga meminta PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) untuk menyetop impor barang modal selama enam bulan ke depan. Di sisi lain, pemerintah juga menggenjot ekspor dan industri pariwisata agar kian deras menghasilkan devisa bagi negara.

Namun Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengusulkan agar pemerintah lebih detil mengkaji pembatasan impor barang konsumsi. Pasalnya, beberapa kode HS komoditas barang konsumsi dan bahan baku untuk produsen barang konsumsi sama.

Jika pemerintah membatasi impor terhadap komoditas yang memiliki kode HS sama antara barang konsumsi dan barang jadi, maka hal itu bakal menjadi malapetaka bagi industri makanan dan minuman (mamin). Kode HS adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk mengklasifikasi produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…