BI Tegaskan Lakukan Intervensi - Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp15 Ribu per dolar

 

 

NERACA

 

Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, melemah ke posisi Rp14.683 per dolar AS terimbas sentimen negatif isu perang dagang. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa komitmen BI sangat kuat untuk menjaga stabilitas ekonomi khususnya terkait dengan kondisi nilai tukar rupiah. "Kami tingkatkan intensitas untuk melakukan intervensi, khususnya kami meningkatkan volume intervensi di pasar valas," kata Perry di Jakarta, Jumat (31/8).

Di samping intervensi di pasar valas, BI juga telah melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder serta membuka lelang foreign exchange swap dengan target lebih dari 400 juta dolar AS dana masuk. "Itu yang terus kami lakukan langkah stabiliasi di BI. Kami juga lakukan koordinasi secara erat dengan Kemenkeu dan OJK untuk memastikan bahwa stabilitas sistem keuangan dan nilai tukar tetap terjaga," ujar Perry.

Selain melakukan intervensi, Perry juga berupaya meyakinkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia kuat. Ia menjelaskan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sejauh ini cukup kuat, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi Agustus yang diproyeksikan rendah di sekitar 0 persen. Gejolak perekonomian yang sedang terjadi di Turki dan Argentina juga tidak akan luput dari perhatian BI.

Perry menjelaskan bahwa yang membedakan Indonesia dan negara lain adalah kebijakan moneter dan fiskal dipastikan menjalankan prinsip kehati-hatian (prudent). "Yang membedakan lagi adalah komitmen pemerintah yang kuat di bawah Presiden Joko Widodo untuk segera menurunkan CAD (defisit neraca berjalan)," kata Perry.

Upaya penurunan CAD ditempuh melalui perluasan B20, mendorong pariwisata, dan penundaan sejumlah proyek yang belum financial closing. "Itulah sejumlah hal yang membedakan Indonesia dari negara lain, apalagi dibandingkan Turki dan Argentina. Kami terus mewaspadai dampak-dampak itu, tetapi yakinkan ketahanan ekonomi kita kuat. Sinergi antarpihak untuk memastikan kebjakan prudent dan sejumlah langkah menurunkan CAD telah dan akan diperkuat," tegas Perry.

Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang lebih dalam terjadi akibat tekanan eksternal yang berasal dari peningkatan arus modal keluar (capital outflow) Argentina. Darmin menganggap kondisi yang terjadi di Argentina tersebut mengejutkan karena sebelumnya sudah ada bantuan sebesar 50 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF).

"Dia (Argentina) sudah dapat bantuan dari IMF sebesar 50 miliar dolar AS. Orang-orang menganggap dia semestinya akan survive dengan itu, tetapi ternyata gerakan capital outflow makin besar makanya dia menaikkan suku bunga sampai 60 persen," kata Darmin. Menurut dia, peningkatkan suku bunga acuan menjadi 60 persen oleh bank sentral Argentina memungkinkan adanya kegelisahan pasar finansial dan investor (market jitters).

Darmin juga mengatakan dampak eksternal dari Argentina terhadap pelemahan nilai tukar rupiah serupa dengan dampak yang sebelumnya dihasilkan dari situasi ekonomi Turki. Namun, Darmin menilai dampak sentimen ke pasarnya akan lebih sedikit mengingat hubungan Indonesia dengan negara Amerika Latin tidak lebih besar dari hubungan Indonesia dengan Turki. "Artinya secara umum itu akan ada dampaknya sampai dia kemudian ada jalan keluar. Bisa direm di sana baru kemudian dia tenang secara global. Negara-negara paling maju pun semua kena, bukan cuma negara berkembang," kata dia.

Pengamat pasar uang dari Bank Woori Saudara Indonesia, Rully Nova di Jakarta, mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah cenderung terpengaruh sentimen yang berasal dari eksternal, terutama isu perang dagang yang kembali muncul. “Minat pelaku pasar pada aset mata uang berisiko cenderung memudar karena ancaman tarif pajak Amerika Serikat kepada Tiongkok," ujarnya.

Ia menambahkan sentimen mengenai kenaikan suku bunga the Fed juga masih menjadi perhatian investor. Pelaku pasar memproyeksikan ada kenaikan suku bunga pada September mendatang. "Naiknya suku bunga the Fed akan membuat investasi di Amerika Serikat menjadi lebih menarik sehingga memicu perpindahan dana ke negara itu," katanya. Dari dalam negeri, lanjut dia, sentimennya juga relatif negatif. Pelaku pasar uang di dalam negeri dibayangi sentimen mengenai difist neraca transaksi berjalan.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa Presiden Trump juga mengancam akan keluar dari World Trade Organization (WTO). "Ancaman-ancaman Trump ini membuat investor mulai mengambil posisi jual aset investasinya dan membuat mata uang dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang kuat dunia," katanya.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…