Perlu kebijakan Stabilkan Harga Telur dan Daging Ayam

NERACA

Jakarta – Pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan dalam rangka menstabilkan harga telur dan daging ayam, tidak hanya di tingkat konsumen ketika harga tinggi, tetapi juga di tingkat produsen ketika harga jatuh.

"Pemerintah perlu punya wibawa untuk melakukan intervensi pasar terhadap pangan strategis termasuk seperti telur dan daging ayam," kata peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori sebagaimana disalin dari Antara.

Untuk itu, Khudori mengingatkan bahwa yang perlu diperhatikan antara lain adalah kecukupan stok terkait serta memadainya anggaran untuk melakukan hal tersebut. Menurut dia, kenaikan harga telur dan daging ayam setelah Lebaran adalah sebuah anomali, karena biasanya pasca-Lebaran harganya cenderung turun. Namun, ia mengingatkan bahwa harga-harga komoditas tersebut saat ini telah menurun meski belum sampai ke titik terendahnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan telur ayam ras menjadi komoditas penyumbang terbesar inflasi Juli 2018, disusul oleh daging ayam ras dan bensin. "Inflasi Juli paling besar disumbang oleh telur ayam ras. Kenaikan selama sebulan terakhir memberikan andil terhadap inflasi 0,08 persen. Di Banjarmasin kenaikannya bahkan sampai 21 persen," ujar Suhariyanto saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (1/8).

Sementara itu, untuk bahan makanan sendiri, daging ayam ras memberikan andil terhadap inflasi Juli 2018 sebesar 0,07 persen diikuti cabai rawit 0,03 persen, kacang panjang 0,02 persen, dan bayam, jengkol, kangkung, tomat sayur, jeruk, dan tomat buah masing-masing sebesar 0,01 persen.

"Itu komoditas yang mendorong inflasi dari bahan makanan. Namun bahan makanan juga ada yang mengalami deflasi seperti bawang merah 0,05 persen, cabai merah 0,02 persen, daging sapi dan ikan segar juga menahan inflasi dan menyumbang deflasi masing-masing 0,01 persen," kata Suhariyanto.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita mengimbau peternak tidak perlu khawatir terkait revisi Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri.

"Kalau ada yang belum sinergi kita sinergikan, sekarang permasalahannya petani (peternak) kita jangan sampai galau atau resah akibat adanya perubahan (revisi) Permentan ini," kata I Ketut Diarmita, usai menjadi pembicara pada sosialiasi Revisi Permentan Nomor 26 Tahun 2017 di Lantai 4 Gedung Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, disalin dari Antara.

Kementerian Pertanian, kata Ketut, juga meminta pelaku usaha menggandeng peternak sapi perah untuk membangun persusuan nasional. "Saya meminta kepada dan IPS dan importir untuk bermitra dengan peternak sapi perah agar hasil susunya berkualitas," kata dia.

Dia mengatakan selama satu minggu ini akan berkeliling dari Jawa Timur ke Jawa Tengah dan selanjutnya ke Jawa Barat untuk membahas nasib persusuan nasional, terutama keberlangsungan usaha peternak sapi perah ke depan. "Di sini saya ingin mengkomunikasikan dengan IPS atau industri pengolahan susu, importir, koperasi dan peternak bahwa meskipun keberadaan Permentan 26 direvisi, namun bukan berarti kita harus larut di dalamnya," katanya.

Pihaknya menegaskan bahwa perubahan peraturan tersebut karena adanya kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. "Perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, sehingga kita harus mensinergikan semua peraturan dengan aturan di WTO, terutama terkait dengan ekspor-impor," kata dia.

Menurut dia, adanya Permentan Nomor 33 Tahun 2018 bukan berarti kemitraan hilang, karena dalam peraturan di dunia ini tidak ada yang melarang pelaku usaha dan peternak untuk melakukan kemitraan (partnership).

Ia mengatakan dalam menghadapi era perdagangan bebas saat ini harus dengan cara bijak, terutama dalam upaya meningkatkan produksi susu di dalam negeri yang berkualitas dan berdaya saing. Dia menuturkan bahwa Pulau Jawa merupakan sentra persusuan nasional, namun setelah berkeliling di beberapa wilayah ternyata permasalahan di peternak sapi perah saat ini adalah kualitas susu, handling ternak, perkandangan, jumlah bakteri yang ada dan kualitas pakan yang masih kurang.

Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada IPS dan importir agar tergugah hatinya untuk bermitra dengan peternak yang merupakan bentuk dari komitmen dan integritas terhadap bangsa.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…