73 Tahun Merdeka : Ekonomi Kerakyatan, Riwayatmu Kini

Oleh: Pril Huseno

Mata mbok Iyem nanar memandang stasiun kereta api di depannya di satu kota kecil Jawa Tengah. Dulu, dia bisa berdagang sampai ke pinggir peron stasiun menjajakan nasi rames kepada para penumpang yang membutuhkan. Tapi kini, mbok Iyem hanya bisa berjualan di luar areal stasiun, dan suntuk menunggu siang menjajakan dagangan yang tak lagi laku sebanyak dulu.

Pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) kini tak lagi mengizinkan para pedagang kecil berjualan di dalam areal stasiun. Alasannya konon, ingin menciptakan keteraturan, kebersihan dan kedisplinan. Para pedagang kecil yang notabene adalah penduduk sekitar hanya diizinkan berjualan di luar stasiun. Ke dalam pagar stasiun saja tak diizinkan. Tapi kemudian, mbok Iyem dan pedagang kecil lainnya kecewa ketika mengetahui dan melihat bahwa yang dibolehkan berdagang di dalam stasiun adalah para pedagang “bermerek”, dengan casing café atau toko modern, minimarket yang wangi dan tertata rapi lagi gemerlap, dilayani oleh waitress ayu. Para penumpang pun betah menyerbu ke ritel dan toko yang baru walau harga produknya tak bisa dibilang murah. Mbok Iyem dan para pedagang kecil lain di luar stasiun, hanya bisa mengelus dada bermohon kepada Sang Pemurah agar memperlancar rezeki.

Kisah di atas, adalah bagian kecil dari kisah terpinggirkannya pedagang kecil oleh mekanisme ekonomi pasar modern yang lebih menguntungkan buat pemilik modal besar. Menyiapkan setting toko modern dan minimarket pastilah butuh modal yang tidak bisa disediakan oleh para bakul nasi rawon dan pecel. Tentu saja, kisah mbok Iyem bukanlah satu-satunya kisah “nelangsa” para pedagang kecil di era liberal kapitalistik seperti sekarang.

Kini setelah 73 tahun Indonesia merdeka, patut dipertanyakan sudahkah struktur ekonomi nasional mencerminkan perekonomian yang ditandai oleh meningkatnya peran serta rakyat Indonesia dalam penguasaan modal dan faktor-faktor produksi di tanah air? Apakah kemakmuran masyarakat sudah menjadi hal yang diutamakan ketimbang kemakmuran orang per orang?

Tesis peran serta rakyat dalam penguasaan modal dan faktor-faktor produksi disebutkan telah direpresentasikan oleh pasal 33 UUD 1945 yang mengisyaratkan adanya peran negara dalam penguasaan cabang-cabang produksi penting terkait hajat hidup orang banyak, memberikan ruang bagi usaha bersama berdasar azas kekeluargaan, penguasaan atas bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Ruh” yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945 dengan demikian terletak pada peran negara dan demokrasi ekonomi, yang dapat diterjemahkan sebagai memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat dalam berusaha dan tumbuh berkembang untuk meningkatkan martabat dan harkat ekonominya. Pemberian ruang seluasnya bagi rakyat untuk berusaha itulah yang kemudian disebut sebagai ide ekonomi kerakyatan.

Pertanyaan yang kemudian dapat diajukan, sejauh mana demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan telah menjadi “mercu suar” bagi kebijakan perekonomian nasional? Apakah ide dasar pembentukan usaha bersama bersama dengan azas kekeluargaan telah secara efektif terlembaga dalam “Koperasi” sebagaimana amanat Hatta? Sudahkah cabang-cabang penting perekonomian nasional yang dikuasai negara dan kemudian terlembaga dalam BUMN telah mencerminkan pemihakan kepada ekonomi kerakyatan dan bukan memakmurkan orang per orang? (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…