Banyak Sumur Tua, Krisis Produksi Migas di Depan Mata

NERACA

Jakarta – Melesetnya target produksi minyak dan gas (migas) tiap tahunnya, sebagaimana yang ditetapkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memberikan keprihatinan sendiri seiring dengan konsumsi yang justru terus meningkat. Di 2030, bahkan produksi dan lifting diprediksi bisa di bawah 300 ribu barel sehari jika tak segera menyiasati dengan teknologi dan kebijakan yang lebih segar.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Djoko Siswanto memaparkan, setidaknya ada 3 hal yang menjadi permasalahan krusial dan membuat produksi minyak turun.”Terdapat berbagai tantangan. Lapangan produksi sudah cukup tua dan bikin turun produksi, dinamika ekonomi global yang berpengaruh pada harga minyak dan investasi migas, juga regulasi yang masih menjadi kendala," ujarnya di Jakarta, Senin (27/8).

Menurut dia, target produksi dan lifting turun merupakan sebuah keniscayaan karena umur sumur-sumur yang ada sudah tua. Dia mencontohkan Blok Rokan yang dikelola Chevron Pacific Indonesia yang dulu pernah produksi sampai 1 juta bph tapi sekarang turun hanya 220 ribu bph.  Untuk meningkatkan produksi migas, harus dilakukan banyak eksplorasi untuk menemukan cadangan baru.”Dikuras terus ya habis. Kalau mau cari alasan banyak Pak. Tapi ke depan kita cari solusinya dengan cari dana eksplorasi. Mudah-mudahan kayak di Blok Cepu nemu cadangan baru,” kata dia menjawab.

Djoko juga meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mempermudah perizinan untuk lokasi eksplorasi dan produksi migas yang terkadang masuk dalam wilayah hutan konservasi. Pemerintah, kata dia, bukannya tidak melakukan apa-apa untuk genjot produksi. Langkah seperti penyediaan data subsurface yang lebih mudah atau open data, penerapan gross split, survei umum dipermudah, percepatan POD, dan lainnya."Ada juga peningkatan penerbitan dan revisi regulasi untuk mendukung peningkatan produksi dan cadangan," katanya.

Produksi migas memang terus turun sejak 2010. Untuk minyak berdasar data ESDM turun hingga 15,2% sejak 2010 hingga 2017. Begitu juga dengan gas, yang mulai turun 14%. Hal senada juga disampaikan Wakil Kepala SKK Migas, Sukandar. Diakuinya, tak hanya lapangannya yang tua, tetapi juga fasilitas produksi yang berumur bikin kesusahan naikkan produksi. "Seperti kabel bawah laut dan pipa, terus area operasi juga berada di jalur lintas kepulauan Indonesia sama rawan juga terhadap pencurian," ungkapnya.

Dia menyakini, target produksi (lifting) minyak bumi tahun ini sulit tercapai, kemungkinan hanya 96% dari target. Adapun, target lifting minyak bumi adalah sebesar 800 ribu barel per hari (BOPD). Namun, realisasinya hanya 770 ribu BOPD."Memang betul kami tampilkan sampai 31 Juli jadi lifting 1,917 juta BOEPD atau 96%, kira-kira 1% lebih rendah (akhir tahun). Adapun, raihan tersebut terdiri dari 1,147 juta BOEPD gas (96%) dan 770 ribu BOPD (96%) minyak," kata Sukandar.

Asal tahu saja, berdasarkan data SKK Migas, produksi beberapa KKKS utama diproyeksi tidak mencapai target. PT Chevron Pasific Indonesia misalnya target lifting minyak tahun ini sebesar 213 ribu BOPD. Namun, diperkirakan hanya bisa mencapai 206 ribu BOPD atau sekitar 96,8%. Sementara, PT Pertamina EP ditargetkan sebesar 85 ribu BOPD namun diperkirakan hanya mencapai 77 ribu BOPD atau sebesar 89,9%.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi pernah bilang, Indonesia memerlukan tambahan cadangan minyak dan gas dalam jumlah yang sangat besar. Dengan cadangan minyak yang terbukti sebesar 3,3 miliar barel dan produksi minyak per tahun mencapai 300 juta barel saat ini, Indonesia harus mendapatkan cadangan baru agar impor minyak tak semakin membengkak.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, hingga awal 2018 terdapat 128 cekungan di seluruh Indonesia yang berpotensi memiliki kandungan hidrokarbon. Adapun hidrokarbon merupakan senyawa migas. Dari 128 cekungan tersebut, sebanyak 74 cekungan hingga saat ini masih belum dieksplorasi untuk kemudian dimanfaatkan hasil migasnya. Padahal jika dieksplorasi, Indonesia dapat memiliki cadangan migas baru. “Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi harus terus digalakkan. Bagian dari kegiatan eksplorasi hulu migas yang paling mahal dan berisiko tinggi adalah pemboran eksplorasi," kata Amien Sunaryadi. bani

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…