KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR 900 KOMODITAS - Pemerintah Bersikap Hati-hati Hadapi Mitra Dagang

Jakarta-Pemerintah akan bersikap hati-hati menjalankan kebijakan pembatasan impor, dan tidak akan menghambat atau mengganggu iklim investasi di Indonesia. Sikap kehati-hatian pemerintah sebagai upaya preventif agar tidak dipermasalahkan oleh negara  mitra dagang.

NERACA

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah akan berhati-hati dalam menjalankan kebijakan pembatasan impor. Kehati-hatian ini dilakukan agar nantinya kebijakan yang diambil pemerintah tersebut tak dibalas dan dipermasalahkan oleh mitra dagang. "Untuk menghindari itu, sedang dirumuskan caranya, kalau pembatasan membuat orang membalas ya, nanti akan repot," ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Pengalaman Indonesia di masa lalu ketika mengendalikan produk impor sempat dipermasalahkan oleh negara mitra dagang, Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru. Mereka permasalahkan persetujuan impor produk hortikultura dan larangan impor hortikultura di musim panen.

Saat ini, pemerintah kembali berencana mengendalikan impor barang konsumsi dengan mengevaluasi tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas impor 900 komoditas. Ini sebagai upaya mengendalikan defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 yang sudah mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, ke-900 komoditas tersebut merupakan barang konsumsi. Namun dipastikan jika aturan tersebut tidak akan menghambat atau mengganggu iklim investasi di Indonesia. "Prinisp yang paling utama, mereka tidak mempengaruhi investasi, maupun ekspor, dan juga yang sudah diproduksi di dalam negeri, sehingga pengaruhnya terhadap masyarakat kecil atau bahkan positif," ujarnya di kantornya, Senin (27/8).

Selain itu, dia berharap kebijakan tersebut dapat mendongkrak pertumbuhan industri dalam negeri. "Kita berharap industri-industri dalam negeri dapat menggunakan kesempatan ini secara sebaik-baiknya," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.

Sri Mulyani mengaku pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memetakan industri yang bisa berkembang dan yang menjadi kebutuhan. "Kita melihat industri-industri ini handycap-nya apa sih? Bisa memproduksi kalau dari sisi akses permodalan dan berbagai hal yang mereka perlu untuk didorong sehingga mereka bisa produksi di dalam negeri," tutur dia.

Dunia Usaha Lesu

Secara terpisah, Asosiasi Elektronik Indonesia (AEI) menilai kenaikan PPh Pasal 22 berkisar 7,5% hingga 10% akan berdampak pada lesunya bisnis jual-beli produk impor. "Kalau PPh 22 sudah dilevel 7,5% hingga 10% sudah dianggap kurang layak untuk dikerjakan bisnisnya," ujar Ketua AEI Ali Soebroto di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, PPh Pasal 22 sebetulnya bukan pajak yang secara langsung meningkatkan biaya pengadaan barang atau membuat harga jual tinggi, tapi berfungsi sebagai pajak yang bisa direstitusi setelah perusahaan tutup buku dan diaudit oleh Ditjen Pajak. Namun, menurut Ali, PPh itu akan membebani cashflow atau arus kas perusahaan. "Kalau cashflow-nya kuat ya bisa bertahan,"ujarnya.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi 900 barang konsumsi impor  yang PPh-nya akan dinaikkan sekitar 2,5% hingga 7,5%. Besaran Kenaikan PPh itu akan ditetapkan berdasarkan ketersediaan barang substitusi di dalam negeri.

Sebelumnya AS mempermasalahkan pengaturan tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Upaya tersebut membuahkan hasil. WTO menyatakan bahwa kebijakan pembatasan tersebut bertentangan dengan Artikel XI:1 GATT 1994.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa walau risiko kecil, pemerintah harus tetap waspada.

Apalagi, saat ini pemerintah tengah giat membuka pasar ekspor baru melalui kerja sama perdagangan internasional, baik bilateral maupun multilateral. "Takutnya bila kebijakan tak dilakukan secara hati-hati nantinya itu memberikan sinyal kepada investor maupun mitra perundingan," ujarnya.

Pemerintah memang berencana akan membatasi komoditas impot seperti beras, gula, garam, produk hortikultura, hewan dan produk hewan, hingga produk kemasan kedap udara. Selain itu, pemerintah juga akan membatasi impor besi dan baja, hingga telpon seluler.

Namun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa kebijakan impor beras yang masih dilaksanakan hingga saat ini diambil karena harga kebutuhan pokok tersebut masih tinggi. Sejak awal tahun pemerintah masih kesulitan mengendalikan harga beras.

Oleh karena itu, pihaknya mengeluarkan izin impor beras sebanyak 2 juta ton. "Itu kami tegaskan telah diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas. Kami melihat kebijakan itu sebagai cerminan atas kenaikan harga dan persediaan yang kurang," ujarnya di Kantor Menko Perekonomian, Senin (27/8).

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) harga beras jenis medium sejak awal tahun bertengger di atas Rp11 ribu per kilogram (kg). Rata-rata harga beras medium nasional harian mencapai Rp11.500 per kg.

Harga tersebut jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Pasalnya, dalam peraturan tersebut harga beras medium dipatok mulai Rp9.450-Rp10.250 per kg.

Enggar mengatakan bahwa izin impor beras yang dikeluarkan pemerintah tahun ini masih lebih kecil jika dibandingkan 2014. Saat itu, pemerintah mengeluarkan izin impor beras sebanyak 2,5 juta ton. Kebijakan impor beras yang masih dilakukan oleh pemerintah hingga 2018 ini akan dipertanyakan DPR.

Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo dalam pernyataannya pekan lalu mengatakan bahwa lembaganya melalui Komisi IV akan memanggil Enggar untuk dimintai penjelasan soal kebijakan impor tersebut.

Sanksi Pengusaha

Kementerian Keuangan mengancam memberi sanksi pada pengusaha pabrik skala kecil dan pengecer minuman beralkohol yang tidak tertib mencatat data pemasukan, produksi, pengeluaran barang kena cukai, penerimaan, pemakaian dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.

Ancaman sanksi tersebut tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 94 Tahun 2018 tentang Kewajiban Melakukan Pencatatan bagi Pengusaha Pabrik Skala Kecil, Penyalur Skala Kecil yang Wajib Memiliki Izin, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran yang Wajib Memiliki Izin.

Dalam peraturan tersebut, bentuk sanksi disesuaikan dengan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Dalam Pasal 16 ayat (5) uu tersebut, pabrik kecil, penyalur dan penjual eceran yang memiliki izin tapi tak melakukan pencatatan diancam sanksi administrasi berupa denda Rp10 juta.

Beleid tersebut merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2008 tentang Kewajiban Pencatatan bagi Pengusaha Pabrik Skala Kecil, Penyalur Skala Kecil yang Wajib Memiliki Izin, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran yang Wajib memiliki Izin.

Dalam peraturan yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 13 Agustus 2018 tersebut, pengetatan pengawasan diberlakukan dengan beberapa cara. Untuk pengecer, pengetatan pengawasan dilakukan dengan menerapkan kewajiban pencatatan data pemasukan, produksi, pengeluaran barang kena cukai, penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.

Kewajiban pencatatan itu disamping izin berbentuk Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang harus dikantungi pengecer. Sementara, untuk pengusaha tempat penjualan eceran minuman beralkohol dan penyalur minuman beralkohol yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai juga diharuskan mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran minuman mereka pada catatan persediaan (stok) minuman.

Mereka juga wajib mencatat minuman beralkohol yang dikembalikan dari peredaran pada catatan sediaan minuman yang dikembalikan dari peredaran. Catatan tersebut harus pula mencantumkan nama pemasok. Catatan itu harus dilaporkan setiap tiga bulan kepada kantor pengawas pemerintah sebagai bahan untuk melakukan profiling atau analisis.

Sementara itu, untuk pengusaha minuman beralkhol skala kecil dan penyalur minuman beralkohol, pencatatan harus dilakukan dengan melampirkan pemasukan, produksi, dan pengeluaran barang kena cukai dan barang kena cukai yang musnah atau rusak.

Menkeu dalam pertimbangan peraturan tersebut mengatakan bahwa pengetatan aturan tersebut diberikan untuk memberikan kepastian pada proses pencatatan bagi pengusaha pabrik minuman beralkohol skala kecil, penyalur, dan penjual eceran. "Serta menyesuaikan proses pencatatan dengan perkembangan teknologi dan proses bisnis," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, peraturan tersebut dibuat untuk perbaikan administrasi. "Ini biar lengkap saja," katanya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…