DIANTARANYA PRODUK BAHAN PANGAN, ELEKTRONIK DAN TABUNG GAS - Pemerintah Kaji Batasi Impor 900 Komoditas

Jakarta-Pemerintah disebut-sebut sedang mengkaji 900 komoditas yang akan dibatasi jumlah impornya pada tahun ini. Diantaranya produk impor yang bakal kena aturan pembatasan adalah bahan pangan (gula, beras, garam, produk hewan), produk elektronik, sebagai upaya menurunkan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit-CAD).  

NERACA

Rencana pembatasan impor produk tersebut akan tertuang dalam SK Menteri Keuangan tentang kebijakan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) impor dalam waktu dekat ini. Selain itu, pemerintah juga berencana membatasi impor minyak dan gas (migas), tabung gas tiga kilogram, kaca lembaran, besi dan baja, semen, bahan baku plastik, minuman beralkohol, hingga telepon seluler (HP) hingga produk kemasan kedap udara.

Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno, komoditas yang nantinya akan dibatasi jumlah impornya oleh pemerintah merupakan komoditas yang sejatinya bisa dihasilkan di dalam negeri. "Misalnya garam, gula, dan beras itu memang masih kurang jumlah produksinya, tapi bisa dipacu jumlahnya dengan menaikan produksi di dalam negeri," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.  

Meski demikian, Benny mengatakan memang pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan pembatasan impor komoditas. Pembatasan impor, menurut dia, dapat menimbulkan kenaikan harga atau inflasi tinggi jika ternyata produksi di dalam negeri tak bisa memenuhi kebutuhan permintaan. “Tapi kalau bisa ditutup, itu tidak akan inflasi, kecuali inflasi disebabkan oleh kurs rupiah terhadap dolar AS (yang sedang tinggi)," ujarnya.  

Di sisi lain, pemerintah juga harus matang meninjau dampak dari pembatasan impor tersebut terhadap pertumbuhan industri di dalam negeri. Maklum, beberapa barang yang sedang ditinjau untuk dibatasi impornya merupakan bahan yang dibutuhkan industri lokal. "Tapi sebenarnya dampaknya bagi pengusaha dalam negeri ini bisa mendapatkan pasar yang lebih pasti. Meski, importir tentu berkurang volume impornya," ujarnya.  

Pendapat senada juga dilontarkan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani. Dia meminta pemerintah mempertimbangkan dengan mata rencana pembatasan impor itu, karena khwatir pembatasan impor dapat berdampak pada industri manufaktur yang sedang bertumbuh.

Pertimbangan yang matang ini, menurut Shinta, juga berlaku pada jenis komoditas yang nantinya akan dikenakan kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) impor. "Jangan sampai ini menjadi kontraproduktif terhadap keinginan untuk mendorong ekspor bernilai tambah tinggi," ujarnya.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan jenis komoditas yang akan dibatasi impornya masih terus dikaji oleh kementeriannya. Dari hasil kajian itu, pemerintah akan menerbitkan daftar komoditas yang mengalami kenaikan PPh impor pada September mendatang. "Ada 900 komoditas impor yang sedang dirumuskan oleh kami, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Nanti kami akan lihat kapasitas dalam negeri," ujarnya.  

Saat ini, sebenarnya pemerintah telah mengenakan PPh impor dengan tarif sekitar 2,5-10% pada beberapa komoditas impor. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan denga Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

Pemerintah akan mengkaji 900 komoditas impor untuk menjadi barang konsumsi yang dibatasi melalui kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh), sebagai upaya pengendalian neraca perdagangan Indonesia. Jumlah produk impor yang dibatasi ini sebelumnya tercatat 500 komoditas.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menerbitkan daftar komoditas yang mengalami kenaikan PPh impor paling lambat September 2018. Berdasarkan aturan, tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor sebenarnya sudah ditetapkan bagi 900 komoditas. Daftar barang konsumsi ini tercantum di dalam Peraturan Menkeu No 34 Tahun 2017.

Di dalam aturan tersebut, tarif PPh impor dikenakan dengan level berbeda-beda untuk setiap komoditas, dari rentang 2,5% hingga 10% berdasarkan harga jualnya. Namun, tidak semua barang terkena kenaikan PPh impor.

Kenaikan PPh impor akan mempertimbangkan tiga hal, yakni kemampuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) produksi barang tersebut, penciptaan efek penggandanya (multiplier effect), dan kemampuan produksi dalam negeri.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menyebutkan dari jumlah 900 komoditas tersebut, sekitar 500 komoditas berpotensi mengalami kenaikan tarif PPh impor, bergantung kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah. "Waktu itu kan ada angka 500 komoditas, tapi jangan terpaku sama angka 500. Ini diharapkan bisa efektif dalam mengendalikan impor dalam jangka pendek," ujarnya.

Impor Bahan Baku

Secara terpisah, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersikukuh agar kebijakan pemerintah yang akan melakukan substitusi impor terhadap 500 komoditas tidak boleh mengikutsertakan impor bahan baku. Sebab, masih banyak industri yang menggantungkan produksinya dari bahan baku impor.

Menurut dia, instansinya menghendaki agar pemerintah fokus menyetop barang modal dan barang konsumsi semata. Saat ini, pihaknya tengah melakukan negosiasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan terkait hal tersebut. "Pembatasan impor tentu harus barang konsumsi. Kalau bahan baku seharusnya tidak dipersulit (untuk impor)," ujar Airlangga di Kompleks DPR, pekan lalu.

Untuk mendukung substitusi impor barang konsumsi, Kemenperin tentu tak berpangku tangan. Menurutnya, Kemenperin akan mempercepat proyek investasi yang bisa mengurangi impor konsumsi secara signifikan. Contohnya, pemerintah akan mendorong industri bahan baku plastik untuk mengurangi ketergantungan akan impor plastik jadi.

Menurut statistik impor Badan Pusat Statistik (BPS), impor plastik dan turunannya mencapai US$3,75 miliar antara Januari hingga Mei kemarin. Makanya, semakin cepat Indonesia melakukan substitusi impor plastik, semakin berkurang juga beban impor plastik ke neraca perdagangan. "Untuk kebijakan ke depan, yang paling penting, kami akan mengambil kebijakan untuk tidak menurunkan daya saing dan produktivitas," ujarnya.

Sebelumnya, neraca perdagangan yang terus tertekan membuat pemerintah bergerak. Adapun sepanjang Januari hingga Juli kemarin, neraca perdagangan tercatat defisit US$3,08 miliar. Ini pun tentu akan menekan defisit transaksi berjalan, yang mana pada kuartal II sudah mencapai 3% dari Produk Domestik bruto (PDB).

Sesuai hasil rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan pekan ini, pemerintah akan melakukan tiga kebijakan utama demi mengurangi impor yakni mempercepat pencampuran biodesel sebesar 20% di Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar (B-20), melakukan substitusi atas 500 komoditas impor, serta meminta PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) untuk menyetop impor barang modal selama enam bulan ke depan

Sebelumnya data Bank Indonesia mencatat neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II-2018 mengalami defisit sebesar US$4,3 miliar, naik dibanding kuartal I-2018 US$3,8 miliar.

Kenaikan defisit NPI terjadi seiring defisit transaksi berjalan (CAD) yang mencapai US$8 miliar atau 3% dari PDB, melesat dibanding kuartal I-2018 US$5,7 miliar atau 2,2% dari PDB. Sementara itu, transaksi modal dan finansial justru surplus US$4 miliar pada kuartal II 2018 dari sebelumnya US$2,4 miliar pada kuartal I-2018.

Menurut Direktur Eksekutif yang juga Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati, CAD meningkat karena faktor musiman, di mana ekonomi domestik memang biasanya meningkat pada kuartal II-2018 akibat konsumsi masyarakat yang lebih besar saat Ramadhan dan Lebaran.

Konsumsi masyarakat itu, menurut dia, membuat impor nonminyak dan gas (migas) meningkat, khususnya pada bahan baku dan barang modal. Tercatat, impor bahan modal tumbuh 38,5%, bahan baku 17,3%, dan bahan konsumsi 22,1%. "Struktur industri domestik memang banyak yang bergantung pada impor, sehingga ada peningkatan pada CAD. Tapi ini tidak semata untuk konsumsi, namun juga untuk ynag produktif," ujar Yati di Jakarta, belum lama ini.  

Namun, meningkatnya konsumsi masyarakat pada kuartal II 2018 turut membuat impor migas mekar, baik dari sisi volume dan nilai. Sebab, di saat yang bersamaan, harga minyak mentah di pasar dunia tengah membengkak. "Terjadi penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah kenaikan defisit neraca perdagangan migas," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…