SAT: Kerugian Negara Akibat Penjualan Aset pada 2007

SAT: Kerugian Negara Akibat Penjualan Aset pada 2007

NERACA

Jakarta - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) mengungkapkan terjadinya kerugian negara atas menyusutnya aset kredit petani tambak. Menurut dia, itu terjadi bukan saat dia menduduki kursi orang nomor satu di BPPN pada periode 2002-2004, melainkan terjadi pada 2007.

Demikian dikemukakan Syafruddin saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (24/8).

Syafruddin mengatakan, aset kredit petambak adalah aset yang dimiliki oleh Bank BDNI yang diambil alih oleh BPPN berdasarkan penyerahan dari Bank Indonesia kepada BPPN sebagai Bank Dalam Penyehatan.

"Pada saat BPPN bubar 27 Februari 2004, BPPN menyerahkan kepada Menteri Keuangan berupa utang petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Di mana pada 21 Mei 2007, Menteri Keuangan telah menetapkan harga dasar utang petambak sebesar Rp 220 miliar, yang kemudian aset utang petambak dijual oleh PT PPA pada 23 Mei 2007 dengan nilai yang sama dengan harga dasar, yaitu Rp 220 miliar," ujarnya.

Menurut dia, proses hapus buku  dan hapus tagih pada BPPN didasarkan pada ketentuan Pasal 3, Pasal 26 dan Pasal 53 PP 17, yang merupakan peraturan pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Perbankan.

Dalam persidangan, Syafruddin pun menegaskan tak pernah mengusulkan dan menyetujui restrukturisasi utang petambak PT DCD. Sebab saat itu dia hanya menjabat sebagai sekretaris di Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK)."Sekretaris KKSK bertugas menyiapkan bahan-bahan yang berasal dari BPPN atau lain-lain, mengenai masalah-masalah perbankan. Kita siapkan materi untuk pengambilan keputusan KKSK," ujarnya.

Oleh karena itu, Syafruddin menganggap utang petambak bukan kewajiban Sjamsul Nursalim dalam MSAA BDNI. Utang petambak tidak pernah dinyatakan lancar dan dijamin oleh Sjamsul Nursalim dalam MSAA-BDNI.

Selain itu, pemberian SKL telah melalui rangkaian pembahasan dalam KKSK dan didasarkan pada KKSK pada 17 Maret 2004 dan Inpres Nomor 8 Tahun 2002."Berdasarkan Keputusan KKSK pada 13 Februari 2004, KKSK telah menyetujui nilai hutang 11 ribu petambak plasma ditetapkan setinggi-tingginya Rp 1,1 triliun, sedangkan nilai aset jaminan tetap," tuturnya.

Utang petambak kepada BDNI tersebut dijamin oleh lahan 0,6 hektare per petambak. Kisaran harga lahan di lokasi Dipasena petambak berdasarkan akta jual beli notaris Juli 2018 antara Rp 120 ribu meter persegi sampai Rp 180 ribu meter persegi.

"Jika lahan tambak yang merupakan jaminan hutang petambak kepada BDNI masih dikuasai oleh pemerintah dan dijual pada tahun 2018, maka nilai aset jaminan atas utang petambak sebesar Rp 3,1 triliun sampai dengan Rp 7,3 triliun. Dengan demikian, jelas kerugian negara atas utang petambak terjadi karena penjualan di tahun 2007," ujarnya.

Sebelumnya, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) di bawah kepemimpinan Syafruddin Arsyad Temenggung mengambil pendekatan menyehatkan ekonomi dan dunia usaha berkaitan dengan persoalan petani tambak Dipasena. Salah satu tindakan yang diambil adalah dengan melakukan revitalisasi aset.

“Yang paling penting itu adalah bahwa message yang dimintakan kepada kami dari pimpinan KKSK dan Ibu Presiden (Megawati Soekarnoputri), ini sudah menimbulkan kerusuhan sosial, jadi petani plasma ini harus segera dibenahi, dan salah satu cara kami membenahi petani petambak itu adalah dengan kami melakukan tindakan revitalisasi, mencarikan modal kerja, dan seterusnya,” kata Syafruddin ketika memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam persidangan perkara dugaan korupsi yang berkaitan dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi obligor Sjamsul Nursalim, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (23/8).

Syafruddin menjelaskan kerusuhan sosial berlangsung sejak tahun 1999-2001. Pokok masalahnya adalah mengenai utang petambak. Bahkan, kata dia, saat dirinya menjabat ketua BPPN mulai 22 April 2002, kerusuhan itu masih ada.“Terus terang saja, pada waktu kami menjabat ketua BPPN, tiga bulan pertama itu seminggu sekali kantor kami dikepung, Istana dikepung, DPR dikepung. Mereka (petambak) minta segera diselesaikan, ada kepastian dari pemerintah,” ujarnya. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…