KEPALA BAPPENAS PROF. DR. BAMBANG BRODJONEGORO: - Pertumbuhan Tak Boleh Andalkan Konsumsi

Jakarta-Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Prof Dr. Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga semata. Karena, konsumsi dianggap hanya memberikan efek pengganda (multiplier effect) ekonomi. Namun, tak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih melesat.

NERACA

Meski demikian, Bambang mengakui saat ini konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal II-2018, kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 55,43%, dengan pertumbuhan mencapai 5,14%.  

Dia menilai pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi tidak berkesinambungan. Buktinya, pada kuartal II, konsumsi didorong oleh Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga bantuan sosial. Padahal, tidak seluruh periode mengalami momen seperti itu.  

"Jadi, memang tak bisa Indonesia mengandalkan konsumsi terus. Itu sah-sah saja, tapi kan kami juga tidak ingin pertumbuhan ekonomi tinggi gara-gara THR dan gaji ke-13. Memang perlu ada sumber pertumbuhan baru," ujarnya di Jakarta, Kamis (23/8).

Bambang mengatakan, salah satu sumber pertumbuhan yang bisa diandalkan Indonesia adalah investasi. Terlebih, selama ini tren pertumbuhan Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) antara kuartal III-2017 hingga kuartal I-2018 sempat di atas 7%, meski belakangan nilai pertumbuhannya turun lagi ke level 5%.

Investasi juga dianggap berperan penting sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi. Contohnya, China dan India yang pertumbuhan ekonominya sempat mencapai di atas 10% lantaran investasi yang gila-gilaan.

Ketika investasi masuk, itu akan menciptakan lapangan kerja, sehingga nanti mendorong konsumsi masyarakat. Tak hanya itu, investasi juga mendorong produktivitas, sehingga ada kemungkinan ekspor netto juga akan terdongkrak. Jika kedua hal tersebut membaik, sudah ada jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi makin bagus. "Jadi kalau pertumbuhan saat ini di angka 5,1% hingga 5,5% itu menurut saya masih stuck (macet). Kuncinya ada di investasi," ujar mantan Dekan FEB-UI itu.  

Pertumbuhan investasi yang kencang tentu perlu didukung oleh strategi yang memadai. Hanya saja, menurut dia, saat ini strategi investasi Indonesia masih abu-abu lantaran datanya belum detail. Misalnya, data BKPM yang tidak menjelaskan secara rinci mengenai asal muasal aliran dana investasi yang masuk ke Indonesia. Awalnya, dia merasa heran karena terdapat nama Singapura sebagai negara dengan realisasi investasi tertinggi selama ini.

Namun, setelah ditelaah lebih dalam, ternyata Penanaman Modal Asing (PMA) banyak berasal dari luar Singapura. Nah, jika aliran dananya diketahui, Indonesia bisa saja melakukan promosi dan pendekatan investasi ke negara-negara yang memang punya tren penanaman modal tertinggi di dalam negeri. "Tentu kami ingin pertumbuhan investasi yang tinggi, tapi strategi juga tidak kalah penting. Dan strategi itu tentu didukung data," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com.  

Data BPS mencatat pertumbuhan PMTB pada kuartal II-2018 tercatat 5,87% atau melemah dari kuartal sebelumnya 7,95%. Dari angka tersebut, pertumbuhan realisasi investasi tertinggi berasal dari sektor mesin dan perlengkapan, yakni 22,48%.

Selain itu, Bambang menuturkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2018 yang didongkrak oleh pertumbuhan pesat dari konsumsi masyarakat sebagai sebuah momen yang belum tentu dapat berulang. Menurut dia, ada dua hal telah mendongkrak pertumbuhan konsumsi di kuartal II-2018, yaitu upaya pemerintah dengan memberi tunjangan hari raya (THR) kepada pegawai negeri sipil (PNS), serta adanya momen puasa dan lebaran.

"Kita harus jujur, data yang disampaikan BPS pada kuartal II-2018 seolah-olah membuat agak lega karena pertumbuhan ekonomi 5,27%. Kita harus jujur itu karena ada upaya peningkatan konsumsi," ujarnya. Secara natural juga ada puasa dan lebaran. Kedua, juga karena ada THR dan gaji ke-13 yang sah-sah saja, tapi masalahnya kami tak mau tinggi kalau dari situ, pemerintah tidak mungkin memberikan THR terus-terusan, tidak mungkin tiap triwulan dikeluarkan," ujarnya.

Karena itu, menurut Bambang, diperlukan sumber perkembangan ekonomi yang lebih sustainable dan dapat menimbulkan multiplier effect. Itu utamanya bisa diperoleh dari kegiatan investasi. Karena investasi dapat menjadi akselerator atas perekonomian, misalnya dengan menghadirkan lapangan pekerjaan. Sementara itu, multiplier effect dibutuhkan agar ada efek berganda atas perekonomian.

"Strategi untuk itu adalah menghadirkan data yang akuran, lengkap, dan detil. Saya ingin sekali bikin stretegi terkait investasi, tapi kembali kalau kita hanya kira-kira tidak bisa. Sedangkan data BKPM bukan satu-satunya sumber," ujarnya.

Menurut BPS, kehadiran disagregasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) diharapkan dapat memperkuat pendataan investasi fisik, utamanya di kementerian dan lembaga. Disagregasi PMTB merupakan pendataan jumlah barang modal modal tetap untuk keperluan aktivitas produksi, atau disebut pula investasi fisik.

Pada bagian lain, Bambang juga menilai masih ada banyak Kepala Daerah yang belum memaksimalkan potensi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. Hal itu terlihat dari bagaimana masih terbatasnya Kepala Daerah yang punya kebijakan ekonomi guna mendukung masuknya kegiatan investasi.

"Belum banyak Kepala Daerah yang punya kebijakan ekonomi yang mendukung pertumbuhan daerah, lebih banyak yang bersifat sporadis atau memang beruntung dengan kedatangan investasi besar tapi bukan karena dia," ujarnya.

Bambang mengakui, masing-masing Kepala Daerah agar mengetahui persis kebutuhan dan potensi untuk kegiatan investasi. Dia berharap ada strategi sistematis yang diterapkan, agar proses investasi bisa terdorong. "Ingat, kita masih punya 5,17% angkatan kerja yang menganggur, itu setara 7 juta. Jumlah itu bukan sedikit," ujarnya.

Investasi, dia sebut menjadi kunci penciptaan lapangan kerja. Sebab jelas, porsi penciptaan lapangan kerja oleh swasta jauh lebih besar dibanding pemerintah. "Tidak bisa pemerintah angkat mereka 7 juta orang jadi PNS, itu bukan solusi. Malah menjadi masalah besar," ujarnya.

Melihat perizinan investasi yang sering dikeluhkan investor, Bambang mengatakan pendataan investasi fisik di Indonesia masih belum berjalan dengan baik. Selain itu, belum kuatnya visi antar kementerian dan lembaga untuk mengatasi hal ini.

Data E-Commerce

Sementara itu, BPS mengaku masih kesulitan merekam data perdagangan elektronik (e-commerce) secara komprehensif hingga saat ini. Padahal, data e-commerce ini seharusnya sudah terbit pada Februari lalu.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menuturkan pihaknya mendapat data dari beberapa pelaku e-commerce skala besar. Hampir seluruh perusahaan bersedia membagikan data jumlah pegawai, dan jenis komoditas dengan pergantian arus barang (turnover) yang terbilang cepat. Namun, masih ada sebagian perusahaan yang masih enggan menyerahkan data omzet.

BPS juga masih kewalahan untuk mendata pelaku e-commerce informal yang selama ini menjajakkan barang lewat media sosial. Selain karena jumlahnya yang sulit terhitung, tak semua pelaku usaha berinisiatif melaporkan datanya ke BPS. "Jadi nampaknya kami masih butuh effort yang cukup banyak untuk mendapatkan data lengkap. Selama ini, gambaran besarnya kami dapat dari perusahaan e-commerce yang besar-besar, tapi kan ada juga yang sifatnya informal," ujarnya, kemarin.

Suhariyanto juga mengaku kesulitan karena lembaga statistik ini belum punya metodologi dalam mengumpulkan data e-commerce. Sejauh ini, berbagai instansi statistik di negara lain menghimpun data e-commerce melalui big data, atau himpunan data yang dikumpulkan perusahaan teknologi. “Dalam sidang statistik awal Maret selalu dibicarakan mengenai penggunaan big data untuk kegiatan online. Tapi guidance (panduan) mengenai cangkang (metodologi pendataan e-commerce) ini yang belum betul-betul ada," ujarnya.

Karena itu, BPS akan meminta bantuan kepada Kementerian Koordinator bidang Perekonomian dalam waktu dekat, agar pendataan e-commerce informal bisa diikutsertakan. Pendataan ini penting agar bisa merumuskan kebijakan mengenai potensi ekonomi di masa depan.

Sebelumnya, BPS berencana mulai mengumpulkan data perdagangan elektronik (e-commerce) pada pekan pertama atau kedua Januari 2018. Data tersebut seharusnya dipublikasikan pada Februari 2018. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…